Cabai jawa[1] atau cabe jawa, cabai jamu, cabai atau cabya[2] (nama saintifik: Piper retrofractum[1]) adalah jenis tumbuhan menjalar serumpun dengan lada hitam dan sirih dalam keluarga Piperaceae. Biji-biji lonjongnya dijadikan rempah atau bahan berubat seperti dalam jamu serata kepulauan Nusantara Asia Tenggara.

Cabai jawa
Cabai jawa
Pengelasan saintifik
Alam:
Divisi:
Kelas:
Order:
Keluarga:
Genus:
Spesies:
P. retrofractum
Nama binomial
Piper retrofractum

rempah yang masih berkerabat dengan dan kemukus, termasuk dalam suku sirih-sirihan atau . Nama lainnya adalah atau saja, meskipun penyebutan terakhir ini lebih terkait kuat dengan rempah Capsicum annuum yang turut diberi nama "cili"

Cabai jawa berguna sebagai bahan masakan dan ubat berkhasiat. Ia sering dijual secara berjambak kering serta masyhur di Nusantara sebagai tanaman ubat yang diami pekarangan dan hutan-hutan sekunder dataran rendah (hingga 600m di atas permukaan laut).

Produknya telah dikenal oleh orang Romawi sejak lama dan sering dikacaukan dengan lada. Di Indonesia sendiri buah keringnya digunakan sebagai rempah pemedas. Sebelum kedatangan cabai (Capsicum spp.), tumbuhan inilah yang disebut "cabai". Cabai sendiri oleh orang Jawa dinamakan lombok.

Ciri sunting

Bentuk tanamannya seperti sirih, merambat, memanjat, membelit, dan melata. Daunnya berbentuk bulat telur lonjong, pangkal daun berbentuk jantung atau membulat, hujung daun runcing dengan bintik-bintik kelenjar.

Buahnya majmuk bulir berbentuk bulat panjang dengan hujung yang mengecil. Buah yang belum tua berwarna kelabu kemudian menjadi hijau, selanjutnya kuning, merah, serta melembut isinya. Ia mempunyai rasa yang pedas dan tajam beraroma.[3]

Penanaman sunting

Cabai jamu dapat tumbuh di lahan ketinggian 0-600 meter dari permukaan laut (dpl), dengan curah hujan rata-rata 1.259-2.500 mm per tahun. Tanah lempung berpasir, dengan struktur tanah gembur dan berdrainase baik, merupakan lahan yang cocok untuk budidaya cabai jamu. Tanaman itu memiliki keunggulan dapat tumbuh di lahan kering berbatu. Keberadaan tanggul batu di pematang tegalan dapat dijadikan media merambatnya cabai jamu secara alami.

Kegunaan sunting

Dalam masakan sunting

Ia sendiri digunakan dalam kalangan orang Jawa sebagai suatu rempah memedaskan masakan juga dikenali dengan nama lombok, catatan mengenai rempah ini ada tertulis dalam manuskrip Jawa sejak abad ke-10 Masihi.[2] Apabila buah tumbuhan spesies Capsicum spp. yang diperkenalkan dari Dunia Baru oleh para pedagang Barat ini menjadi disukai masyarakat serata Nusantara, maka nama "cabya" ini makin lama makin beralih kepada tumbuhan tersebut kerana kemiripan ia sambil nama tumbuhan ini beralih sebagai "cabai jawa".[2]

Dalam perubatan sunting

Buah ini memiliki khasiat sebagai ubat merawat sakit perut, masuk angin, beri-beri, reumatik, tekanan darah rendah, kolera, influenza, sakit kepala, lemah syahwat, bronkitis, dan sesak nafas. Oleh disebabkan itu, cabai jamu banyak diperlukan sebagai bahan pembuatan jamu tradisional dan ubat pil/kapsul moden serta bahan campuran minuman. Rasa pedasnya berasal dari senyawa piperin, dengan kandungan sekitar 4.6%.[perlu rujukan] Salah satu jamu popular yang mengandungi cabai jamu ialah Jamu Cabe Puyang, yang dibuat dengan bahan utama cabai jamu dan lempoyang.

Sifat kimia sunting

Cabai jawa mempunyai sifat meracun serangga secara semula jadi. Formulasi insektisida campuran ekstrak cabai jawa atau P. retrofractum dan Srikaya (Annona squamosa) dikaji efektif dalam upaya menekan peratusan kehilangan hasil tomato dan juga serangan Helicoverpa armigera.[4] Pecahan heksana cair, pecahan III VLC-EtOAc, dan ekstrak metanol diperoleh langsung dari cabai jawa aktif sebagai racun perut terhadap larva Crocidolomia pavonana.[5] Ekstrak Aglaia odorata dan P. retrofractum pada konsentrasi 0.5% dan 1% dapat mematikan rayap tanah hingga lebih dari 80% dan menunjukkan kamampuan penetrasi lapisan tanah oleh rayap sebesar 0%.[6] Perlakuan serbuk cabai jawa dan penjemuran terbukti efektif dalam menghambat perkembangan kumbang Callosobruchus maculatus serta tidak menurunkan daya kecambah benih kacang hijau; Campuran cabai jawa dan lada merica serta penjemuran selama satu minggu diamati dapat merencat perkembangan hingga lebih dari 90%.[7]

Sari cabai juga dapat menjejaskan pertumbuhan kulat: kajian secara in vitro dan in vivo mendapati cabai mampu merencatkan perkembangan cendawan terbawa benih padi dan soya.[8]

Rujukan sunting

  1. ^ a b "cabai jawa". Kamus Dewan (ed. ke-4). Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia. 2017.CS1 maint: date and year (link)
  2. ^ a b c Sherly Puspita (12 Jun 2019). "Mengenal Cabya, Nenek Moyang Cabai di Nusantara". Kompas. Cite has empty unknown parameter: |dead-url= (bantuan)
  3. ^ Syukur, C. dan Hernani: "Budi Daya Tanaman Obat Komersial", halaman 33. PT Penebar Swadaya, 2002
  4. ^ Juning Tyas Anwar; Dadang (2011). "Aplikasi Formulasi Insektisida Nabati Campuran Ekstrak Piper retrofractum Vahl. Dan Annona squamosa L. Pada Pertanaman Tomat Organik". Scientific Repository. Universitas Institut Pertanian Bogor.
  5. ^ Ferdi (2008). "Aktivitas insektisida ekstrak buah Cabai Jawa (Piper retrofractum Vahl., Piperaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae)". Scientific Repository. Universitas Institut Pertanian Bogor.
  6. ^ Siti Puspita Sari (2008). "Pengaruh Ekstrak Aglaia odorata Lour. dan Piper retrofractum Vahl. terhadap Mortalitas Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae)". Scientific Repository. Universitas Institut Pertanian Bogor.
  7. ^ Farriza Diyasti (2008). "Pengaruh Serbuk Tiga Jenis Rempah dan Penjemuran terhadap Perkembangan Callosobruchus maculatus (F.) (Coleoptera: Bruchidae) pada Benih Kacang Hijau (Phaseolus aureus R.)". Scientific Repository. Universitas Institut Pertanian Bogor.
  8. ^ Lisa Navitasari; Dadang; Bonny Poernomo Wahyu Soekarno (2007). "Aplikasi Ekstrak Tumbuhan untuk PerIakuan Benih Padi dan Kedelai". Scientific Repository. Universitas Institut Pertanian Bogor.

Pautan luar sunting