Dia jenderal yang bersahaja tapi tegas dan cenderung perfeksionis. Perwira intelijen yang kebapakan ini juga luwes dalam pergaulan sehari-hari. Dia diangkat menjadi KASAD menggantikan Jenderal Ryamizard Ryacudu ini, bahkan mungkin akan menjabat Panglima TNI berikutnya.

Dia dikenal dekat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bagi kalangan hak asasi manusia, Djoko Santoso juga praktis tiada tercela. Dia tidak terkait dengan masalah-masalah pelanggaran HAM besar seperti Tragedi May, Tragedi Semanggi dan Tragedi Timor Timur. Juga tidak ada kaitan dengan masalah bisnes, perusahaan mahupun yayasan.

Pria kelahiran Solo, 8 September 1952, ini memang dibesarkan di intelijen negara yang memang secara karakter tidak boleh high profile. Apalagi di bidang tugas intelijen, dia juga kebanyakan di direktorat dan intelijen strategis pertahanan luar negara. Sehingga eksposenya sangatlah minim.

Sebelum menjabat Kasdam IV/Diponegoro (2000), suami dari Angky Retno Yudianti, ini menjabat Waassospol Kaster TNI (1998). Kemudian lulusan Akabri (1975) ini menjabat Pangdivif 2 Kostrad (2001). Nama alumni Seskoad (1990) ini mulai menonjol setelah menjabat Pangdam XVI/Pattimura & Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Pangkoopslihkam) 2002-2003 dan Panglima Kodam (Pangdam) Jaya Mei 2003-Oktober 2003.

Djoko Santoso adalah lulusan Akabri 1975, teman seangkatan Pangdam VII/ Wirabuana Mayjen Amirul Isnaeni (akan dimutasi menjadi Pangdam IV/Diponegoro) dan Brigjen Hartono Suratman (Wakapuspen TNI). Saat ini, Mayjen Djoko Santoso masih menjabat Pangdam XVI/Pattimura, dan penggantinya adalah Mayjen Agustadi.