Dalam agama Islam, kucing merupakan haiwan peliharaan yang disayangi, sebagaimana yang dilakukan oleh nabi S.A.W. Kucing domestik ialah haiwan yang dihormati dalam agama Islam.[1] Kucing domestik juga dikagumi kerana kebersihannya.[2]

Kucing yang sedang duduk di halaman Masjid Gazi Husrev-beg di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina.

Sebab-musabab dihormatinya kucing sunting

Sejarah sunting

Kucing telah dihormati di Timur Dekat sejak zaman dahulu, tradisi yang diterima oleh Islam, meskipun sudah banyak yang terubah.[3] Menurut hadits, Nabi Muhammad telah melarang penganiayaan dan pembunuhan terhadap kucing.

Pendalilan dalam Islam sunting

Salah satu kisah dari sahabat Nabi Muhammad yang dikenal dengan sebutan Abu Hurairah (secara harfiah berarti "Bapak Anak Kucing") tentang kucing adalah, suatu hari ketika cuaca sedang panas, ia melihat seekor kucing yang sedang bersandar di dinding, kemudian ia mengambilnya dan membawanya dengan manaruhnya pada lengan bajunya untuk melindunginya dari panas matahari.[1] Abu Hurairah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Muhammad mengatakan bahwa ada seorang wanita yang masuk ke dalam neraka hanya karena membiarkan anak kucing betina yang kelaparan, tetapi hal ini telah dibantah oleh istri Nabi Muhammad bernama Aisyah.[4]

Namun hadits yang lebih tsabit (jelas) adalah hadits yang menyebutkan bahwa wanita itu kemudian disiksa, dengan lafadz sebagai berikut, "Seorang wanita diadzab karena seekor kucing yang dikurungnya sampai mati. Hanya karena kucing itu ia masuk neraka. Sebab tatkala ia mengurungnya, ia tidak memberinya makan dan minum. Ia juga tidak mau melepaskannya untuk mencari makanan dari serangga dan tumbuh-tumbuhan." Hadits ini memang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam "Shahih"-nya, dan Imam Ahmad dalam "Musnad"-nya dari Abu Hurairah, tapi di sisi lain, hadits ini diriwayatkan dari jalur lain: dari Nafi', dari Abdullah bin Umar RA, yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam "Adab al-Mufrad" (hadits no.:379), dan Imam Muslim (7/43). Sehingga, boleh dikatakan hadits ini tsabit, dan tiada boleh ditentang lagi. Sampai di sinilah, pendapat al-Albani.[a]

Sumber sunting

Rujukan

  1. ^ a b (Inggeris) Glassé, Cyril (2003). The New Encyclopedia of Islam. Rowman Altamira. m/s. 102. ISBN 0759101906. Check date values in: |accessdate= (bantuan); |access-date= requires |url= (bantuan)
  2. ^ Ralat petik: Tag <ref> tidak sah; teks bagi rujukan Campo tidak disediakan
  3. ^ (Inggeris) Baldick, Julian (2012). Mystical Islam: An Introduction to Sufism. I.B.Tauris. m/s. 155. ISBN 1780762313. Check date values in: |accessdate= (bantuan); |access-date= requires |url= (bantuan)
  4. ^ (Inggeris) Kurzman, Charles (1998). Liberal Islam: A Source Book. Oxford University Press. m/s. 121. ISBN 0195116224. Check date values in: |accessdate= (bantuan); |access-date= requires |url= (bantuan)
  5. ^ Al-Albani, Muhammad Nashiruddin (1378 H/1958 M). Silsilatul Ahadits-as-Shahihah [edisi terjemahan:Silsilah Hadits Shahih]. 1:hadits no.28. Jakarta:Pustaka Imam Syafii. ISBN 978-602-8062-76-3

Catatan bawah

  1. ^ Lafazh aslinya: عُذِبَتِ امْرَاَةٌ فِى هِرَّةٍ سَجَنَْتْهََا حَتّٰى مَا تَتْ ، فَدَخَلَتْ فَيْهَاالنَّارَ ، لاَهِىَ اَطْعَمَتْهَا اِذْحَبِسَتْهَا وَلاَهِىَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ اْلاَرْضِ .[5]

Templat:Kucing Domestik