Kantan hutan atau kantan liar[1][2] (Etlingera hemisphaerica) adalah sejenis tumbuhan rempah serumpun dengan halia (Zingiberaceae). Bunga dan buahnya yang masam dan berbau harum khas merupakan bahan campuran dan sekaligus bumbu penyedap berbagai macam masakan di Nusantara.

Kantan hutan
Jambak bunga kantan hutan
Pengelasan saintifik
Alam:
Divisi:
Kelas:
Order:
Keluarga:
Genus:
Spesies:
E. hemisphaerica
Nama binomial
Etlingera hemisphaerica
(Blume) R.M. Smith
Sinonim

  • Elettaria hemisphaerica Blume (1827)
  • Nicolaia atropurpurea (Teijsm.& Binn.) Valeton (1904)
  • Phaeomeria atropurpurea (Teijsm.& Binn.) K. Schumann (1904)

Kantan hutan diduga berasal dari Jawa, tetapi kini telah ditanam di pelbagai wilayah di kawasan Malesia.[1]

Peristilahan sunting

Nama-nama lain setempat rantau Nusantara adalah:[1][2]

Botani sunting

 
Rumpun kantan hutan ditanam dalam halaman rumah di Darmaga, Bogor

Rimpang kantan hutan tumbuh di bawah tanah dekat permukaan sebagaimana umum dari kerabat serumpun halia. Darinya tumbuh batang-batang semu gabungan pelepah-pelepah daun yang muncul menegak banyak dan berdekat-dekatan membentuk rumpun; tiap batang semu dapat mencapai tinggi 7 m dan gemang 2.5 cm, hijau tua, bulat torak, membesar di pangkalnya.[1] Rimpangnya tebal, kuat, banyak bercabang, dengan tunas hijau terang.

 
Sisi bawah daun kemerahan

Daun 15-25 helai tersusun dalam dua baris di batang semu, berseling, yang terbawah jauh lebih kecil dari daun di bahagian atas; helaian daun menjorong panjang, 15-75 cm × 5-15 cm, dengan pangkal membulat atau kadang-kadang bentuk jantung atau tidak simetrik, bertepi jumbai halus, dan hujung gondol meruncing pendek hijau perunggu namun dengan banyak bintik dan urat daun yang kemerahan, dengan sisi bawah berwarna merah anggur.[1]

Bunga dalam karangan padat berbentuk gasing, muncul lateral dekat pangkal batang semu, bertangkai panjang 35-100 cm × 1-1.5 cm, daun-daun pelindung di tangkai antara 5-12 cm panjangnya. Daun pelindung karangan bunga bundar telur-jorong, 5-10 cm × 3-7 cm, merah, berdaging, hujung membulat atau meruncing pendek bertepian hijau terang. Bunga-bunga berjumlah banyak, 4-7 cm panjangnya. Daun pelindung bunga 3,5 cm × 1 cm, lebih pendek daripada bunga, merah dengan tepian hijau pucat. Seludang bunga (brakteola) agak tembus pandang, tersaput kemerahan, hingga 2,5cm panjangnya. Kelopak merah, bertaju 3 pendek, panjang lk. 3,5 cm, terbelah di satu sisi. Mahkota bentuk tabung, 4-5 cm, putih, dengan taju 3 berwarna merah. Labellumnya[3] bundar telur lebar seakan badan perahu, berhujung membundar dan tepian menggelombang, 2-2.5 cm panjangnya, merah dengan tepi kuning sampai ke pangkal. Benang sari bertangkai putih dan kepala sari yang merah terang di belakangnya. Putik bertangkai merah terang dengan kepala besar merah menyala.[1]

Buah berjejalan dalam bongkol hampir bulat berdiameter hingga 12 cm; butir buahnya besar, berukiuran sekitar 5 cm × 2.5 cm, dengan paruh sekitar 1.5 cm, berambut halus pendek di luarnya, kuning. Bijinya banyak, perang kehitaman, bulat telur menyudut diselaput putih bening yang berasa masam.[1]

Manfaat sunting

 
Kuncup dan bunga yang tua

Bunganya dimanfaatkan sebagaimana bunga kantan biasa yakni sebagai bahan campuran atau bumbu penyedap aneka masakan masyarakat se-Nusantara. Kuntum bunga ini sering dijadikan lalap atau direbus lalu dimakan bersama sambal di Jawa Barat. Demikian pula buahnya dan bahagian dalam dari pucuk (tunas) yang muda, biasa digunakan dalam masakan atau campuran sambal. Kantan hutan tetap dimanfaatkan umum dalam masakan sebagaimana halnya, atau sebagai pengganti kantan biasa meskipun tidak selazim atau banyak dikenali.

 
Bunga-bunga dilepaskan dari bongkol. Perhatikan labellumnya yang bertepi kuning
 
Rimpang dan tunas

Lihat juga sunting

Rujukan sunting

  1. ^ a b c d e f g H. Ibrahim; Setyowati, F.M. (1999). "Etlingera Giseke". Dalam de Guzman, C.C.; Siemonsma, J.S. (penyunting). Plant Resources of South-East Asia. 13: Spices. Bogor: PROSEA. m/s. 123–126. ISBN 979-8316-34-7.
  2. ^ a b Heyne, Karel (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. I. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. m/s. 586–7.
  3. ^ bibir, yakni staminodia yang membesar lebar dan berwarna-warni

Pautan luar sunting