Talut: Perbezaan antara semakan
Kandungan dihapus Kandungan ditambah
Luckas-bot (bincang | sumb.) k r2.7.1) (bot menambah: ur:طالوت |
Muhaimincs (bincang | sumb.) Tiada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{Infobox Monarch
| name =
| title =
| image = [[
| caption = Talut sedang mendengar
| reign =
| coronation =
| predecessor =
| successor = [[Nabi Daud a.s
| suc-type =
| heir =
| consort =
| concubine =
| royal house =
| royal anthem =
| father =
| mother =
| date of birth = 1079
| place of birth =
| date of death =
| place of death =
| buried =
}}
'''Ṭhalut''' ({{Hebrew Name|Ša'ul שָׁאוּל|Sha'ul|Šāʼûl}}; {{lang-ar|طالوت}}; {{lang-el|Σαούλ}} ''Saoul''; {{lang-la|Saul}}) (1079 - 1007 SM) adalah seorang warga kampung yang berasal dari susur galur keturunan Bunyamin (saudara Nabi yusuf a.s), suku minoriti di Israel Raya. Allah telah memilihnya menjadi pemimpin bani Israel dan mengurniakan 'basthotan fil ‘ilmi wal jismi'.
Dalam surah al-Baqarah (ayat 246-252) diuraikan prolog kemunculan Nabi Daud a.s. Ketika itu, Bani Israel dipimpin oleh seorang Nabi bernama Samuel yang hidup sekitar 11 abad sebelum kelahiran Isa. Kondisi Bani Israel kembali terbelenggu penindasan, karena sepeninggalan Nabi Musa ketiadaan kepimpinan yang kuat dan mental kaum Yahudi didominasi sikap saling bermusuhan. Dalam kondisi yang tertekan itu, segolongan elit (al-Mala’) dari kalangan Bani Israel mendatangi Nabi Samuel dan menuntut: “Angkatlah seorang pemimpin (al-Malik) untuk kami, niscaya kami berperang di jalan Allah.” Samuel membalas tuntutan elit kaum itu dengan nada menyindir:
Tanda kepemimpinan Thalut kemudian diperkuat dengan penemuan kembali “Tabut” (warisan sejarah perjuangan Nabi Musa dan Ya’kub) yang telah lama hilang. Syarat kekananan sebenarnya cukup penting, kerana mereka jelas memahami asam garam perjuangan masa lalu, tetapi harus dibuktikan keberkesanannya untuk membawa perubahan.▼
“Jangan-jangan jika diwajibkan atasmu berperang, maka kamu tidak akan berangkat berperang.” Samuel faham benar perwatakan Bani Israel, apatah lagi yang suka melarikan diri dari tanggungjawab bersama.
Golongan Elit Bani Israel tetap berkeras dan meyakinkan Nabi Samuel bahawa mereka pasti siap berjuang dengan kesanggupan mereka untuk diusir dari kampung halaman dan dipisahkan dari anak-isteri. Tetapi, ternyata segera terbukti bahawa tuntutan perjuangan itu dilandasi kepentingan tersembunyi, kerana mereka menyimpan cita-cita kekuasaan tersendiri. Bila mereka benar-benar tulus hendak berjuang, maka tuntutan awal mestinya berbunyi begini: “Wahai Samuel, pimpinlah kami untuk berjuang bersamamu melawan penjajah”, karena tugas seorang Nabi – seperti dicontohkan Nabi Musa – termasuk melawan segala bentuk kezaliman. Mereka menuntut Samuel agar menunjuk seorang “pemimpin baru” dari kalangan Bani Israel, yang bermakna dari “kelompok elite” itu sendiri. Mereka gunakan bahasa diplomatik, namun Samuel mengetahui motif politik elit yang sebenarnya.
Demi mengembalikan semangat kepemimpinan yang unggul, dan atas petunjuk Robbi Ilahi, akhirnya Samuel menyatakan: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut sebagai pemimpin kalian.” Semua orang terperanjat. Nama Thalut benar-benar tidak dikenali di kalangan elit Bani Israel. Para elit yang serba menuntut itupun protes keras: “Bagaimana Thalut bisa memimpin kami, sedangkan kami lebih berhak (secara tradisi) atas kekuasaan itu, dan dia tidak memiliki kekayaan yang banyak (untuk membiayai kekuasaan yang akan dijalankan).” Jawaban yang sudah diduga Samuel sebelumnya, dan langsung dibantah: “Allah telah memilihnya menjadi pemimpin kalian dan memberikan keluasan ilmu (strategi perang) dan (kekuatan) fisik”.
▲Tanda kepemimpinan Thalut kemudian diperkuat dengan penemuan kembali “Tabut” (warisan sejarah perjuangan
Dalam rangka menjalankan tugas kepimpinan baru, Thalut melatih kedisiplinan dan membangun semangat kekitaan di kalangan perajuritnya demi menghadapi pasukan Jalut (Goliath) yang lebih kuat dan bersenjata lengkap. Salah satu dugaan kecil yang dilalui Thalut bersama perajuritnya adalah menyeberangi sebuah sungai. “Barangsiapa meminum air itu (sampai puas), maka dia bukan pengikutku. Dan, barangsiapa yang tidak meminum air sungai itu, kecuali seteguk saja (untuk menghilangkan rasa haus), maka dia pengikutku,” ujar Thalut. Ternyata yang lulus ujian itu hanya sebahagian kecil perajurit, sedangkan kebanyakan yang lain minum sepuas-puasnya, bahkan mandi habis basah. Di tengah perjuangan yang penuh risiko memang ramai tergelincir karena pragmatisme sesaat. Akhirnya, sebahagian besar perajurit Thalut tak sanggup melawan pasukan Jalut yang lebih kuat.
Maka, terjadilah saat kebenaran, tika sekelompok kecil pasukan Thalut yang tulus setia dan bersenjata seadanya tapi memiliki semangat membara berhadapan dengan dengan pasukan Jalut yang bersenjata lengkap. Ini adalah kisah pertempuran yang tidak seimbang, tapi hasilnya ternyata melawan arus kebiasaan. Kitab suci mencatatnya dengan kalimat sederhana: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (surat al-Baqarah, ayat 249). Kemenangan kelompok kecil yang tegap melawan kekuatan besar dijadikan prinsip perubahan.
Kunci kemenangan pasukan Thalut berada di tangan Daud yang -sebagaimana komandannya- tidak popular sama sekali sebelumnya. Thalut berkenan meminjamkan baju besi dan pedangnya kepada Nabi Daud a.s. Siapapun yang inginkan kemenangan sesebuah pertempuran harus menghancurkan pusat kekuatan musuhnya. Daud mengetahui inti kekuatan musuh terletak pada peranan pusat komanden Jalut, dan inti keseimbangan Jalut pada bahagian mata dan kepalanya. Penentuan strategi semacam itu terlihat mudah, dan semua orang merasakan dapat melakukan hal yang sama.
Kecerdasan Nabi Daud menangkap semua elemen itu dengan cepat dan merupakan kualiti karakter yang akan membawa kepada kejayaan kepimpinan menggantikan Thalut.
|