Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia: Perbezaan antara semakan

Kandungan dihapus Kandungan ditambah
CTMakerbot (bincang | sumb.)
CTMakerbot (bincang | sumb.)
Tiada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Kerajaan RevolusionariRevolusioner Republik Indonesia''' (biasa disingkatdisingkatkan denganpada PRRI) merupakan salah satu gerakan pertentangan antara kerajaan daerah dengan ibukerajaankerajaan pusat ([[Jakarta]]) yang dideklarasikandiistiharkan pada tanggaltarikh [[15 Februari]] [[1958]] dengan keluarnya ultimatum dari ''Dewan Perjuangan'' yang dipimpin oleh Letnan Kolonel [[Ahmad Husein]] di [[kota Padang|Padang]], [[Sumatera Barat]], [[Indonesia]].
 
Dan kemudian gerakan ini mendapat sambutan daripada wilayah [[Sulawesi Utara]] dan [[Sulawesi Tengah]], dimanadi mana pada tanggaltarikh [[17 Februari]] [[1958]] kawasan tersebut menyatakan menyokong PRRI.<ref name="Poes" />
 
Konflik yang terjadi ini sangat dipengaruhi oleh tuntutan keinginan akan adanya [[autonomi daerah]] yang lebih luas. Selain itu ultimatum yang dideklarasikandiistiharkan itu bukan tuntutan pembentukan negara baru maupun pemberontakan, tetapi lebih kepada konstitusiperlaksanaan dijalankankonstitusi.<ref>Lukman Hakiem, (2008), ''M. Natsir di panggung sejarah republik'', Penerbit Republika, ISBN 978-979-1102-43-8.</ref> Pada masa bersamaan kondisi pemerintahan di Indonesia masih belum stabil pasca agresi [[Belanda]]. Hal ini juga memengaruhi hubungan pemerintah pusat dengan daerah serta menimbulkan berbagai ketimpangankepincangan dalam pembangunan, terutama pada daerah-daerah di luar pulau [[Jawa]].
 
Dan sebelumnya bibit-bibit konflik tersebut dapat dilihat dengan dikeluarkannya Perda No. 50 tahun 1950 tentang pembentukan wilayah otonom oleh provinsi Sumatera Tengah waktu itu yang mencakup wilayah provinsi Sumatera Barat, [[Riau]], [[Kepulauan Riau]], dan [[Jambi]] sekarang.<ref>Asnan, Gusti, (2007), ''Memikir ulang regionalisme: Sumatera Barat tahun 1950-an'', Yayasan Obor Indonesia, ISBN 978-979-461-640-6.</ref>
 
Namun apa yang menjadi pertentangan ini, dianggap sebagai sebuah pemberontakan<ref name="Poes">Poesponegoro. Marwati Djoened, Notosusanto. Nugroho, (1992), ''Sejarah nasional Indonesia: Jaman Jepang dan zaman Republik Indonesia'', PT Balai Pustaka, ISBN 978-979-407-412-1.</ref> oleh pemerintah pusat yang menganggap ultimatum itu merupakan proklamasipengistiharan pemerintahan tandingansaingan dan kemudian dipukultentang habis-habisan dengan pengerahan pasukan militerbersenjata terbesar yang pernah tercatat di dalam sejarah militerketenteraan Indonesia.
 
== Rujukan ==