Bendera Islam: Perbezaan antara semakan

Kandungan dihapus Kandungan ditambah
→‎Bintang dan Bulan Sabit: mengubah bendera bendera Nabi menurut pendapat yang benar, dan disertai rujukan dan hadits.
Baris 5:
== Sejarah ==
 
=== Bendera di Awal Mula Islam di Masa Nabi Muhammad SAW ===
Bendera (''al-‘alam'') termasuk perkara yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., juga Khulafaur-Rasyidin sesudah beliau.Bendera Rasulullah saw. ada dua macam yaitu ''Al-Liwa‘'' (bendera putih) dan ''ar-Rayah ''(bendera hitam) bertuliskan: ''Lâa ilâha illalLâh Muhammad rasûlulLâh''. Menurut sebagian ulama seperti Imam Ibnul Atsir dalam kitabnya ''An-Nihâyah fî Gharîb al-Hadîts'', juga Imam Ibnu Hajar dalam ''Fath al-Bari'', ''Al-Liwa‘'' dan ''ar-Rayah'' adalah sinonim (sama). Namun, pendapat yang ''râjih'' (lebih kuat), sebagaimana ditegaskan oleh Imam Ibnul ‘Arabi, ''al-Liwa‘'' berbeda dengan ''ar-Rayah''. Dalilnya adalah hadis dari Ibnu ‘Abbas ra. yang mengatakan, “''Rayah Rasulullah berwarna hitam, sedangkan Liwa‘-nya berwarna putih''.” (HR at-Tirmidzi dan Ahmad).Imam Ibnul ‘Arabi berkata, “''Al-Liwa`''berbeda dengan ''ar-Rayah''. ''Al-Liwa`'' diikatkan di ujung tombak dan melingkarinya. ''Ar-Rayah''diikatkan pada tombak dan dibiarkan hingga dikibarkan oleh angin.” (Abdul Hayyi al-Kattani, ''Nizhâm al-Hukûmah an-Nabawiyyah [At-Tarâtib al-Idâriyyah]'', I/263)
Di zaman nabi Muhammad, awal mula pasukan Muslim dan keretanya hanaya menggunakan warna dasar polos (biasanya hitam atau putih) sebagai penanda. Dalam beberapa generasi selanjutnya, pemimpin Muslim tetap menggunakan bendera berwarna polos hitam, putih, hijau tanpa ada tanda, tulisan, atau simbol apa pun. Nabi Muhammad menggunakan warna yang berbeda untuk tujuan Ghazwat (atau rombongan yang dipimpin oleh nabi Muhammad sendiri) dan Saraya ( atau rombongan yang dipimpin oleh para sahabat dan pengikut lainnya). Bendera utama nabi Muhammad, lambang hitam, dikenal sebagai al-'uqab (elang atau rajawali) adalah hitam polos tanpa ada simbol atau pun tanda. nama dan warna bendera ini berasal dari Quraish, salah satu dari suku arab, yang mana dahulu berwarna hitam dengan gambar elang dan juga dikenal sebagai "Elang".
 
=== AbadBendera Pertengahandi Masa Khulafaur Rasyidin ===
Pada masa Khulafaur Rasyidin, ''al-Liwa‘'' dan ''ar-Rayah'' mengikuti yang ada pada masa Rasulullah saw., yaitu ''al-Liwa‘'' (bendera putih) dan ''ar-Rayah ''(bendera hitam) bertuliskan: ''Lâ ilâha illalLâh Muhammad rasûlulLâh''. Pada masa Khalifah Abu Bakar, misalnya, sebanyak 11 (sebelas) ''al-Liwa‘'' dibawa pasukan Islam dalam perang untuk memerangi orang-orang murtad di berbagai pelosok Jazirah Arab (Ibnul Atsir, ''Al-Kâmil fî at-Târîkh'', II/358).
Bendera keagamaan dengan tulisan digunakan pada masa abad pertengahan, sebagaimana ditampilkan pada miniatur dari abad ke-13 yang diilustrasikan oleh Yahya Ibnu mahmud al-Wasiti. Dari abad ke-14 ilustrasi dari Sejararah Tartar (History of the Tartars) oleh Hayton of Corycus (1243) menampilkan bangsa Mongol dann Seljuk menggunakan ragam atribut pangkat perang.
 
=== Bendera di Masa Khilafah Bani Umayyah ===
Bendera bulan sabit muncul pertama kali di Tunisia pada awal abad ke-14 dalam Buku Pengetahuan dari Penjuru Negeri (Book of Knowlege of All Kingdoms), sebelum Tunisia berada dibawah kekuasaan Ottoman pada 1574. Musium Angkatan Laut Spanyol (Spanish Navy Museum) di Madrid memajang 2 bendera angkatan laut Ottoman bertanggal 1613; keduanya berujung runcing, satu bendera berwarna hijau dengan bulan sabit putih.di bagian tepi, satu bendera lagi berwarna putih dengan dua garis merah di dekat pinggir bendera dan sebuah bulan sabit merah di bagian tepi.
Pada masa Khilafah Bani Umayyah, ''ar-Rayah'' mereka warnanya hijau. Sebagaimana disebutkan Imam al-Qalqasyandi, “Syiar mereka adalah warna hijau.” (''Ma’âtsir al-Inâfah fî Ma’âlim al-Khilâfah'', II/805). Namun, sebagian sejarahwan seperti George Zaidan dalam bukunya, ''Târîkh at-Tamaddun al-Islâmi'' (I/88) menyebutkan warna ''ar-Rayah'' atau ''al-Liwa`'' masa Khilafah Umayah adalah hijau atau putih (Shalih bin Qurbah, ''Ar-Rayât wa al-A’lam fî at-Târîkh al-‘Askari al-Islâmi'', hlm. 3).
 
=== Bendera di Masa Khilafah Bani 'Abbasiyah ===
=== Kekaisaran Ottoman ===
Pada masa Khilafah Bani ‘Abbasiyah, ''al-Liwa''’ dan ''ar-Rayah'' mereka berwarna hitam. Dengan demikian berakhirlah penggunaan warna hijau pada masa Khilafah Bani Umayah, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Qalqasyandi (''Ma’âtsir al-Inâfah fî Ma’âlim al-Khilâfah'', II/805).
 
Pada masa Khilafah Utsmaniyah, pada ''al-Liwa‘'' atau ''ar-Rayah'' mereka terdapat gambar ''hilal'' (bulan sabit), meneruskan tradisi yang dirintis oleh rezim Fathimiyyin di Mesir. Sebagian orientalis mengklaim bahwa rezim Fathimiyyin mengambil gambar ''hilal''tersebut dari tradisi Kerajaan Bizantium yang menggunakan gambar bulan sebagai simbol mereka (Amin al-Khauli, ''Al-Jundiyah wa as-Silm'', hlm. 149).
 
Namun, ahli sejarah yang lain menolak klaim tersebut. Mereka mengatakan bahwa simbol ''hilal'' tersebut diambil karena berhubungan dengan sebagian ibadah umat Islam, yaitu shaum Ramadhan dan Idul Fitri, juga karena ada hubungannya dengan salah satu mukjizat Rasulullah saw., yaitu terbelahnya bulan. (Shalih bin Qurbah, ''Ar-Rayât wa al-A’lam fî at-Târîkh al-‘Askari al-Islâmi'', hlm. 3).
 
=== Bendera di Masa Khilfah Utsmaniyah (Ottoman) ===
Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, ''al-Liwa''’ dan ''ar-Rayah'' pada masa Khilafah Utsmaniyah itu akhirnya berpengaruh ke negeri-negeri Islam yang berada di bawah pengaruhnya, termasuk Nusantara. Maka dari itu, tidaklah aneh jika di tengah-tengah masyarakat Nusantara berkembang bendera yang melambangkan syiar Islam tersebut, yaitu bendera bertuliskan ''Lâ ilâha illalLâh Muhammad rasûlulLâh''yang sering disertai simbol ''hilal'' (bulan sabit). Sebagai contoh, bendera pasukan Aceh saat berperang melawan Belanda, bentuknya mengikuti pola ''al-Liwa‘'' atau ''ar-Rayah'', yaitu bertuliskan: ''Lâ ilâha illalLâh Muhammad rasûlulLâh''. Demikian pula bendera Kesultanan Cirebon yang tampaknya merupakan kombinasi ''al-Liwa‘'' atau ''ar-Rayah''. Bendera ormas Muhammadiyah menggunakan kalimat  syahadat ''Lâ ilâha illalLâh Muhammad rasûlulLâh'' (Deni Junaedi, ''Bendera Khilafah Representasi Budaya Visual dalam Budaya Global'', hlm. 3).
 
=== Era Modern ===