Kementerian Agama Republik Indonesia: Perbezaan antara semakan

Kandungan dihapus Kandungan ditambah
Asas rencana melalui penyejagatan kandungan bahasa Melayu Indonesia
 
Tiada ringkasan suntingan
Baris 4:
 
== Sejarah ==
Hakikat politik menjelang dan masa awal kemerdekaan menunjukkan bahwa pembentukan Kementerian Agama memerlukan perjuangan tersendiri. Dalam rapat besar (sidang) [[BPUPKIBadan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia|Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)]], tanggal 11 Juli 1945 Mr. [[Muhammad Yamin]] mengusulkan perlu diadakannya kementerian yang istimewa, yaitu yang berhubungan dengan agama yakni Kementerian Islamiyah yang menurutnya memberi jaminan kepada umat Islam (masjid, langgar, surau, wakaf) yang di tanah Indonesia dapat dilihat dan dirasakan artinya dengan kesungguhan hati. Tetapi usulnya tentang ini tidak begitu mendapat sambutan.<ref name="Sejarah">[http://e-dokumen.kemenag.go.id/files/r5yH4vPq1326688439.pdf Sejarah Pembentukan Kementerian Agama]</ref><ref name="Lintasan">[http://sulsel1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=310 sulsel1.kemenag.go.id: Lintasan Sejarah Agama-Agama di Indonesia Oleh Sudirman, S.Ag]</ref>
 
Pada waktu [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (PPKI) melangsungkan sidang hari Minggu, 19 Agustus 1945 untuk membicarakan pembentukan kementerian/departemen, usulan tentang Kementerian Agama tidak disepakati oleh anggota PPKI. Hanya enam dari 27 Anggota PPKI yang setuju didirikannya Kementerian Agama. Beberapa anggota PPKI yang menolak antara lain: [[Johannes Latuharhary]] mengusulkan kepada rapat agar masalah-masalah agama diurus [[Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|Kementerian Pendidikan Republik]]. [[Abdul Abbas]] seorang wakil [[Islam]] dari [[Lampung]], mendukung usul agar urusan agama ditangani Kementerian Pendidikan. [[Iwa Koesoemasoemantri|Iwa Kusumasumatri]], seorang nasionalis dari [[Jawa Barat]], setuju gagasan perlunya Kementerian Agama tetapi karena pemerintah itu sifatnya nasional, agama seharusnya tidak diurus kementerian khusus. [[Ki Hadjar Dewantara]], tokoh pendidikan [[Taman Siswa]], lebih suka urusan-urusan agama menjadi tugas Kementerian Dalam Negeri. Dengan penolakan beberapa tokoh penting ini, usul pembentukan Kementerian Agama akhirnya ditolak.<ref name="Sejarah"/><ref name="Lintasan"/>
 
Keputusan untuk tidak membentuk Kementerian Agama dalam kabinet Indonesia yang pertama, menurut B.J. Boland, telah meningkatkan kekecewaan orang-orang Islam yang sebelumnya telah dikecewakan oleh keputusan yang berkenaan dengan dasar negara, yaituoaitu [[Pancasila]], dan bukannya [[Islam]] atau [[Piagam Jakarta]].<ref name="Sejarah"/>
 
Ketika [[Kabinet Presidensial]] dibentuk di awal bulan September 1945, jabatan Menteri Agama belum diadakan. Demikian halnya, di bulan Nopember, ketika kabinet Presidential digantikan oleh Kabinet Parlementer di bawah [[Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri]] [[Sutan Syahrir|Sjahrir]]. Usulan pembentukan Kementerian Agama pertama kali diajukan kepada BP-KNIP ([[Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat)]] pada tanggal 11 NopemberNovember 1946 oleh [[K. H. Abudardiri]], [[K. H. Saleh Suaidy]], dan [[M. Sukoso Wirjosaputro]], yang semuanya merupakan anggota KNIP dari Karesidenan Banyumas. Usulan ini mendapat dukungan dari Mohammad Natsir, Muwardi, Marzuki Mahdi, dan Kartosudarmo yang semuanya juga merupakan anggota KNIP untuk kemudian memperoleh persetujuan BP-KNIP.<ref name="Lintasan"/>
 
Kelihatannya, usulan tersebut kembali dikemukakan dalam sidang pleno BP-KNIP tanggal 25-28 Nopember 1945 bertempat di Fakultas Kedokteran UI Salemba. Wakil-wakil KNIP Daerah Karesidenan Banyumas dalam pemandangan umum atas keterangan pemerintah kembali mengusulkan, antara lain; Supaya dalam negara Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan agama hanya disambillalukan dalam tugas Kementerian Pendidikan, Pengajaran & Kebudayaan atau departemen-departemen lainnya, tetapi hendaknya diurus oleh suatu Kementerian Agama tersendiri.<ref name="Lintasan"/>
 
Usul tersebut mendapat sambutan dan dikuatkan oleh tokoh-tokoh Islam yang hadir dalam sidang KNIP pada waktu itu. Tanpa pemungutan suara, [[Presiden [[Soekarno]] memberi isyarat kepada [[MohamadMohammad Hatta|Wakil Presiden MohamadMohammad Hatta]], yang kemudian menyatakan, bahwa Adanya Kementerian Agama tersendiri mendapat perhatian pemerintah. Sebagai realisasi dari janji tersebut, pada 3 januari 1946 pemerintah mengeluarkan ketetapan NO.1/S.D. yang antara lain berbunyi: Presiden Republik Indonesia, Mengingat: Usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, memutuskan: Mengadakan Departemen Agama.<ref name="Lintasan"/>
 
Pengumuman berdirinya Kementerian Agama disiarkan oleh pemerintah melalui siaran [[Radio Republik Indonesia]]. Haji Mohammad Rasjidi diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri Agama RI Pertama. [[Rasjidi|H.M. Rasjidi]] adalah seorang ulama berlatar belakang pendidikan Islam modern dan di kemudian hari dikenal sebagai pemimpin Islam terkemuka dan tokoh [[Muhammadiyah]]. Rasjidi saat itu adalah menteri tanpa portfolio dalam Kabinet Sjahrir. Dalam jabatan selaku menteri negara (menggantikan [[Wahid Hasjim|K.H.A.Wahid Hasjim]]), Rasjidi sudah bertugas mengurus permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam.<ref name="Sejarah"/>
 
Kementerian Agama mengambil alih tugas-tugas keagamaan yang semula berada pada beberapa kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri, yang berkenaan dengan masalah perkawinan, peradilan agama, kemasjidan dan urusan haji; dari Kementerian Kehakiman, yang berkenaan dengan tugas dan wewenang Mahkamah Islam Tinggi; dari Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, yang berkenaan dengan masalah pengajaran agama di sekolah-sekolah.<ref name="Sejarah"/>
Baris 59:
* [[Kementerian Indonesia]]
 
== ReferensiRujukan ==
{{reflistReflist}}
 
== PranalaPautan luar ==
 
== Pranala luar ==
* [http://www.kemenag.go.id/ Situs web resmi Kementerian Agama Republik Indonesia]