Aikido [ai-ki-do] ialah salah satu seni mempertahankan diri yang berasal dari Jepun yang dicipta oleh Morihei Ueshiba. Aikido diciptakan pada zaman modernisasi Jepun yang berlangsung sekitar tahun 1800-an. Seni ini merupakan kombinasi dari ilmu pedang Kenjutsu dan Jujutsu yang juga merupakan bentuk seni bela diri tradisional Jepun. Pengaruh Kenjutsu boleh dilihat dalam pengaturan gerakan-gerakan atau langkah kaki. Sedangkan pengaruh jujutsu pula kelihatan dalam penggunaan teknik kuncian dan lemparan.

Seni Aikido.

Teknik-teknik yang digunakan dalam Aikido kebanyakan berupa teknik elakan, kuncian, lemparan dan bantingan. Sementara teknik-teknik pukulan ataupun tendangan biasanya jarang digunakan. Falsafah-falsafah yang mendasari Aikido, iaitu kasih dan konsep mengenai ki inilah yang membuat Aikido menjadi suatu seni mempertahankan diri yang unik. Berbeza dengan seni mempertahankan diri lain yang pada umumnya lebih mengutamakan pada latihan kekuatan fizikal dan stamina, Aikido mendasarkan latihannya lebih pada penguasaan diri dan kesempurnaan teknik.

Latar belakang sunting

Peristilahan sunting

 
Kata "aikido" ditulis dalam tulisan Kanji bahasa Jepun.

Kata "aikido" dalam bahasa Jepun berasal dari tiga aksara utama:

  • - ai - bergabung, menyatukan, menyelaraskan
  • - ki - jiwa, tenaga kehidupan
  • - - jalan, cara

Maka, kata gabung ini mengungkapkam Aikido sebagai suatu seni yang menekankan harmonisasi dan keselarasan antara tenaga ki (気) dalam individu dengan tenaga ki dalam alam semesta. Seni bela diri ini juga menekankan kepada prinsip kelembutan dan bagaimana untuk mengasihi serta membimbing lawan;[1] prinsip ini diterapkan pada gerakan yang tidak menangkis serangan lawan atau melawan kekuatan dengan kekuatan tetapi "mengarahkan" serangan lawan untuk kemudian menaklukkan lawan tanpa ada niat untuk mencederakan lawan.

Sejarah perkembangan sunting

 
Morihei Ueshiba, pengasas seni Aikido.

Aikido diformulasikan sejak akhir 1920-an sampai dengan 1930-an hingga pada bentuknya yang sekarang oleh Morihei Ueshiba (植芝 盛平 14 Disember 1883-26 April 1969, disebut juga sebagai o-sensei 大先生、翁先生 "guru besar")[2]. Ueshiba memperkaya dan mengembangkan Aikido dengan berbagai koryu (seni beladiri/seni pedang lama)[3] selain "basis"-nya Daito ryu, menjadi suatu seni beladiri yang unik.[4] Morihei Ueshiba sebagai seorang murid merupakan murid yang berbakat dan mengabdi pada gurunya yaitu Sokaku Takeda. Sokaku Takeda memberi lisensi kelengkapan ilmunya kepada Morihei Ueshiba dalam bentuk "Mokuroku".

Dengan lisensi tersebut Morihei Ueshiba mendirikan sekolah pertamanya dengan nama "Ueshiba Ryu Daito Aiki jutsu" yang kemudian berubah nama menjadi "Aiki Budo" dan akhirnya disempurnakan dengan nama "Aikido". Dojo pertama Aikido didirikannya di Tokyo dan hingga saat ini masih tetap ada dan bernama Aikikai Hombu Dojo, sebagai pusat pengembangan aikido di seluruh dunia.

Ueshiba menginginkan Aikido tidak hanya sebagai sebuah seni beladiri, tetapi juga ekspresi falsafah pribadinya yang bersifat damai dan universal.[5] Seumur hidupnya, Ueshiba dan murid-muridnya telah menyebarkan Aikido dengan cara mendidik dan menciptakan praktisi beladiri ini di seluruh dunia. Ueshiba meninggal pada tanggal 26 April 1969 karena penyakit kanser,[6] namun Aikido tetap berkembang pesat setelah kematiannya.

Teknik sunting

 
Diagram penunjukkan ikkyō ("teknik pertama") dalam Aikido.

Berbeda dengan beladiri pada umumnya yang lebih mengutamakan pada latihan kekuatan fisik dan kecepatan, Aikido lebih mendasarkan latihannya pada penguasaan diri dan kesempurnaan teknik. Teknik-teknik yang digunakan dalam Aikido kebanyakan berupa teknik elakan, kuncian, lemparan yang tampak sama dengan bantingan.[7] Di banyak perguruan aikido, teknik-teknik pukulan maupun tendangan dalam praktiknya jarang digunakan atau malah dihilangkan. Sebenarnya teknik pukulan dan tendangan di dalam aikido tidak dikenal sedemikian sempitnya, sehingga terdapat istilah "atemi", sebagai suatu cara untuk menggunakan segala kemungkinan seluas-luasnya dalam mendaya gunakan tubuh untuk memukul-menendang dan setaranya (termasuk menggunakan dahi, siku, lutut dan lainnya). Walaupun demikian, dengan berbagai alasan teknik atemi ini cenderung ditinggalkan atau dihilangkan oleh banyak perguruan aikido.

Keunikan aikido adalah geraknya yang hampir tidak pernah mundur dalam mengatasi berbagai jenis serangan. Gerakannya cenderung melingkar dibandingkan lurus-lurus. Di dalam konsep gerak inilah kita akan banyak memahami secara nyata falsafah aikido dalam artian sebenarnya. Banyak orang tertarik belajar aikido dimulai karena ketertarikannya pada falsafahnya yang cukup tinggi. Tetapi, uniknya justru terletak pada kesinambungan pemahaman antara seorang praktisi dengan seorang filsuf. Sehingga, saran setiap guru aikido kepada mereka yang ingin mengetahui aikido secara cermat adalah dengan "latihan".

Falsafah yang mendasari Aikido, yaitu kasih dan konsep mengenai ki, membuat Aikido menjadi suatu seni beladiri yang unik. Secara umum Aikido dapat digolongkan sebagai beladiri kuncian dan pergumulan (Inggris: grappling).[7]

Aikido tidak mengenal sistem kompetisi atau pertandingan, seperti beladiri pada umumnya untuk tujuan pemasyarakatannya. Namun cara yang dipergunakan aikido untuk memasyarakatkan dirinya adalah dengan sistem embukai atau sejenis peragaan dalam seni gerak bela diri.

Hingga saat ini Aikido juga memiliki banyak cabang "teknik" (Jepang: waza; Inggris: style) yang juga memperkaya teknik-teknik yang tidak meninggalkan teknik dasarnya.[7] lebih menekankan teknik-tekniknya kepada kecepatan dalam mengatasi serangan lawan (nage).

Sistem tingkatan pelajaran sunting

tingkat tali pinggang warna tipe
kyū 55px putih mudansha
shodan 55px hitam yūdansha

Sistem tingkatan yang harus dilalui oleh seorang pelajar aikido (digelar aikidoka) hampir sama dengan yang digunakan oleh seni bela diri asal Jepun lainnya, iaitu sistem Kyu untuk tingkat asas dan Dan (yūdansha, memiliki dan = ahli) untuk tingkat mahir.

Secara ringkas, aikidoka baru yang berada di tingkat kyu 6 sampai kyu 4 memakai tali pinggang berwarna putih sementara aikidoka yang mencapai tingkatan Kyu 3 hingga 1 menggunakan tali pinggang berwarna perang. Tingkatan selanjutnya adalah shodan: aikidoka yang berjaya mencapai tingkatan ini ditandai dengan tali pinggang yang berwarna hitam serta kelengkapan tambahan berupa celana panjang bernama hakama[1] - pakaian sebegini lazim dipakai oleh samurai zaman dahulu.

Rujukan sunting

  1. ^ a b Westbrook, Adele (1970). Aikido and the Dynamic Sphere. Tokyo, Jepang: Charles E. Tuttle Company. m/s. 16–96. ISBN 978-0804800044. Unknown parameter |coauthors= ignored (|author= suggested) (bantuan)
  2. ^ Pranin, Stanley (2007). "O-Sensei". Encyclopedia of Aikido. Diarkibkan daripada yang asal pada 2014-08-26. Dicapai pada 2019-08-29.
  3. ^ Ralat petik: Tag <ref> tidak sah; teks bagi rujukan Aikido2 tidak disediakan
  4. ^ Stevens, John (1984). Aikido: The Way of Harmony. Boston, Massachusetts: Shambhala. m/s. 3–17. ISBN 978-0394714264. Unknown parameter |coauthor= ignored (|author= suggested) (bantuan)
  5. ^ Saotome, Mitsugi (1989). The Principles of Aikido. Boston, Massachusetts: Shambhala. m/s. 222. ISBN 978-0877734093.
  6. ^ Interview with Shoji Nishio (1984), Part 1 Diarkibkan 2014-03-30 di Wayback Machine "Wajahnya benar-benar indah seperti topeng wajah Noh orang tua. Jika seseorang meninggal karena kanser, biasanya mengalami penderitaan dan rasa sakit terpancar pada wajah. Tapi, itu tidak terjadi pada O-Sensei. Wajahnya benar-benar indah."
  7. ^ a b c Pranin, Stanley (2006). "Aikido". Encyclopedia of Aikido. Diarkibkan daripada yang asal pada 2006-12-06. Dicapai pada 2019-08-29.