Pelacuran menurut agama

Pada umumnya agama memandang negatif terhadap pelacuran.

Pelacuran dalam Agama Yahudi dan Kristian sunting

Agama Yahudi dan Kristian menyamakan penyembahan terhadap dewa-dewa lain selain kepada Allah sebagai pelacuran. Gambaran ini dapat ditemukan di dalam kitab Nabi Yehezkiel ps. 23 dan kitab Nabi Hosea (1:2-11).

Namun demikian ada pula kisah tentang Rahab, seorang pelacur bangsa Yerikho yang menyelamatkan dua orang mata-mata yang dikirim Yosua untuk mengintai kekuatan Yerikho (Yosua 2:1-14). Dalam kisah ini, Rahab dianggap sebagai pahlawan, dan kerana itu ia diselamatkan sementara seluruh kota Yerikho hancur ketika diserang oleh tentara Israel yang dipimpin oleh Yosua. Kitab Yosua mengisahkan demikian: "Demikianlah Rahab, perempuan sundal itu dan keluarganya serta semua orang yang bersama-sama dengan dia dibiarkan hidup oleh Yosua. Maka diamlah perempuan itu di tengah-tengah orang Israel sampai sekarang, kerana ia telah menyembunyikan orang suruhan yang disuruh Yosua mengintai Yerikho." (Yosua 6:25).

Pandangan dalam Perjanjian Baru sunting

Agama Yahudi di masa Perjanjian Baru (New Testament), khususnya di masa Jesus menganggap negatif perlakuan pelacuran kerana itu orang baik-baik biasanya tidak mau bergaul dengan mereka bahkan menjauhkan diri dari orang-orang seperti itu. Namun demikian Jesus digambarkan dekat dengan orang-orang yang disingkirkan oleh masyarakat seperti para pelacur, pemungut cukai, dll. Injil Matius melukiskan demikian: "Kata Jesus kepada mereka: 'Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah'." (Matius 21:31)

Maria Magdalena, salah seorang pengikut dan murid Jesus, seringkali digambarkan sebagai seorang pelacur yang diampuni Jesus (Lukas 8:2), meskipun pendapat ini masih diperdebatkan.

Kitab Wahyu melukiskan Roma sebagai pelacur besar yang akan dijatuhi hukuman oleh Allah: "... sebab benar dan adil segala penghakiman-Nya, kerana Ialah yang telah menghakimi pelacur besar itu, yang merusakkan bumi dengan percabulannya; dan Ialah yang telah membalaskan darah hamba-hamba-Nya atas pelacur itu." (Wahyu 19:2; lih. pula Wahyu 17:1, 17:5, 17:15, 17:16). Di sini perlu diingat bahwa Roma yang dimaksudkan oleh penulis Kitab Wahyu ini adalah pemerintahan yang pada waktu itu menindas dan menganiaya Gereja dan orang-orang Kristian pada masa-masa permulaan agama Kristian. Ini bermakna pelacuran itu haram.

Pandangan Agama Islam mengenai pelacuran sunting

Pelacuran dalam Islam adalah haram hukumnya dan berdosa besar.

Islam juga melarang berkahwin dengan pelacur:

Dalam hal ini ada suatu riwayat yang diceriterakan oleh Murtsid dari Abu Murtsid, bahwa dia minta izin kepada Nabi untuk kahwin dengan pelacur yang telah dimulainya perhubungan ini sejak zaman jahiliah, namanya: Anaq. Nabi tidak menjawabnya sehingga turunlah ayat yang berbunyi:

Lelaki tukang zina tidak (boleh) kahwin, melainkan dengan perempuan penzina dan musyrik, dan perempuan penzina tidak (boleh) kahwin,melainkan dengan lelaki penzina atau musyrik.Yang demikian diharamkan atas orang-orang mukmin.(Al-Quran Surah An-Nur:3)

Kemudian baginda bacakan ayat tersebut dan berkata:

"Jangan kamu kahwin dengan dia" (hadis riwayat Abu Daud,An-Nasa'i dan Tarmizi)

Pandangan Agama Hindu sunting

Dalam pandangan umat Hindu pelacuran sangat sangat dilarang, kerana dalam Hinduisme, tubuh wanita itu ibarat susu kehidupan bagi generasi berikutnya, mereka yang menjual dan membeli susu kehidupan dalam pandangan hindu hukumnya adalah kutukan seumur hidup. Dalam Veda(kitab agama Hindu) sendiri yang merupakan kitab suci umat hindu pelacuran disebutkan sebagai sesuatu yang selain dipantangkan juga akan mendapatkan kutukan sebanyak 7 keturunan.

Pandangan Agama Buddha sunting

Dalam kitab suci agama Buddha, pelacuran jelas-jelas dilarang kerana tidak sesuai dengan keinginan Buddha.