Jeneral TNI Ryamizard Ryacudu adalah seorang bekas Ketua Tentera Nasional Indonesia Angkatan Darat (2002-2005). Selain daripada itu, ia juga bekas menteri pertahanan Kabinet Kerja Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo dan Naib Presiden Jusuf Kalla sejak 27 Oktober 2014 sehingga 20 Oktober 2019 dan digantikan oleh Prabowo Subianto.

Prajurit pejuang kelahiran Palembang, 21 April 1950, ini selain sangat cermat apabila berbicara mengenai soal politik, juga dikenali taat menjalankan ibadah agama. Sejak masa muda, ia bercita-cita dan bertekad menjadi prajurit yang baik, profesional dan bertakwa.

Ryamizard Ryacudu lahir dan dibesarkan dalam keluarga tentera. Ayahnya yang bernama Ryacudu (almarhum), adalah seorang brigadir jenderal TNI purnawirawan yang ketika berdinas aktif dikenal sebagai seorang yang mengagumi dan kepercayaan Presiden Soekarno.[perlu rujukan]

Keluarga ini juga dikenal sangat menekankan pentingnya pendidikan agama. Maka ketika kecil, Ryamizard dijuluki “Si Hadist” karena kepandaiannya menghafal sejumlah hadis Rasulullah.[perlu rujukan] Panggilannya meningkat lagi menjadi “Pak Kiai” saat ia menjadi taruna militer.[perlu rujukan]

Ia memang taat menjalankan ibadah agama, shalat lima waktu dan puasa sunnah Senin-Kamis. Ketika menjabat Pangdam V Brawijaya pun, dengan pangkat Jenderal bintang dua, dia sering mengikuti berbagai macam kajian keagamaan termasuk tasawuf dan tarekat dengan berpegang pada Al-Qur’an dan hadist Rasul. [perlu rujukan]

Dalam menjalankan tugas, ia selalu berupaya mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal itu didorong keinginannya menjadi prajurit yang baik, profesional dan bertakwa.[perlu rujukan]

Ia pun telah menjadi seorang prajurit sejati yang profesional, sesuai keinginan sang ayah.[perlu rujukan] Komitmen profesionalisme militer itu pernah ditunjukkannya[perlu rujukan] bersama rekan-rekan seangkatannya lulusan AMN 1973, dalam buku “Indonesia Baru dan Tantangan TNI, Pemikiran Masa Depan.” Buku itu antara lain bicara soal doktrin Dwifungsi ABRI yang telah lama melekat di pentas perpolitikan nasional. Inti sari isi buku itu adalah menganjurkan agar tentera kembali ke tugas profesionalnya sebagai militer.