Samarinda

kota di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia
(Dilencongkan dari Kota Samarinda)

Kota Samarinda ialah sebuah bandar raya yang merupakan ibu kota provinsi Kalimantan Timur, Indonesia, bersempadan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota Samarinda dapat dicapai dengan perjalanan darat, laut dan udara. Dengan Sungai Mahakam yang membelah di tengah Kota Samarinda, yang menjadi "gerbang" menuju pedalaman Kalimantan Timur. Kota ini memiliki luas wilayah 718 km²[1] dan berpenduduk 770.753 orang (akhir Januari 2010).

Kota Samarinda
Kalimantan Kalimantan Timur
Sungai Mahakam
Sungai Mahakam
Sungai Mahakam
Lambang Kota Samarinda.
Lokasi Kota Samarinda di pulau Kalimantan.
Cogan kata: Samarinda Kota TEPIAN
(Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman)
Hari jadi 21 Januari 1668
Walikota Syaharie Jaang
Wilayah 718 km²
Kecamatan 6
Penduduk
 -Kepadatan
770.753 orang (bancian 31 Januari 2010)
1073,47 orang/km²
Suku bangsa Banjar, Dayak, Bugis, Tionghoa, Jawa
Bahasa Banjar, Kutai, Indonesia
Agama Islam, Katolik, Protestan, Buddha, Hindu, Kong Hu Cu
Kod telefon 0541

Sejarah sunting

Pengasasan Samarinda sunting

Perjanjian Bungaya sunting

Ketika meletusnya perang Gowa, angkatan Belanda pimpinan Laksamana Speelman Makassar dari laut, sedangkan Arung Palakka yang mendapat bantuan daripada Belanda karena ingin menyelamatkan Kesultanan Bone dari penjajahan Sultan Hasanuddin (raja Gowa) menyerang dari daratan. Akhirnya Kerajaan Gowa tewas, dan Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian yang dikenali sebagai Perjanjian Bungaya pada 18 November 1667.

Kedatangan orang Bugis ke Kesultanan Kutai sunting

Sebahagian suku Bugis Wajo dari kerajaan Gowa yang enggan tunduk dan mematuhi perjanjian Bongaja tersebut, tetap meneruskan perjuangan dan perlawanan secara gerilya melawan Belanda, sehingga ada pula yang hijrah ke pulau-pulau lain. Ada yang hijrah ke daerah Kesultanan Kutai pimpinan Lamohang Daeng Mangkona (bergelar Pua Ado yang pertama). Kedatangan orang-orang Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa itu diterima dengan baik oleh Sultan Kutai.

Atas kesepakatan dan perjanjian, oleh Raja Kutai rombongan tersebut diberikan lokasi sekitar kampung melantai, suatu kawasan dataran rendah yang sesuai untuk pertanian, perikanan dan perdagangan. Sesuai dengan perjanjian bahwa orang-orang Bugis Wajo harus membantu segala kepentingan Raja Kutai, terutama ketika menghadapi musuh.

Semua rombongan tersebut memilih kawasan sekitar muara Karang Mumus (daerah Selili seberang) tetapi kawasan tersebut menyukarkan kegiatan pelayaran karena arusnya berolak dengan banyak kotoran sungai, apatah lagi di belakang pergunungan Gunung Selili.

Rumah Rakit yang Sama Rendah sunting

Sekitar tahun 1668, Sultan Kutai memerintah Poea Adi bersama pengikutnya dari Sulawesi membuka perkampungan di Tanah Rendah. Pembukaan perkampungan ini dimaksudkan oleh Sultan Kutai, sebagai kawasan pertahanan dari serangan lanun dari Filipina yang sering menjalani kegiatan mereka di sekitar pantai wilayah kerajaan Kutai Kartanegara. Selain itu, Sultan ini memang ingin memberikan tempat kepada masyarakat Bugis yang mencari suaka ke Kutai akibat peperangan di daerah asal mereka. Perkampungan tersebut oleh Sultan Kutai diberi nama Sama Rendah, sempena harapan agar semua penduduk tanpa kira keturunan, baik asli maupun pendatang, sama darjatnya.

Dengan rumah rakit yang berada di atas air, harus sama tinggi antara satu sama lain, melambangkan tiada perbezaan darjat apakah bangsawan atau tidak, semua "sama" darjatnya dengan lokasi yang berada di sekitar muara sungai yang berolak, dan di kiri kanan sungai daratan atau "rendah". Difahami dari istilah inilah lokasi pemukiman baru tersebut dinamakan Samarenda, lama-kelamaan ejaan ditukar menjadi Samarinda.

Setelah Poea Adi diberi gelaran Panglima Sepangan Pantai, beliau dipertanggungjawabkan terhadap keamanan rakyat dan kampung-kampung sekitar sampai ke Muara Badak, Muara Pantuan dan kawasan sekitarnya. Keputusan sidang kerajaan membuka Desa Sama Rendah memang jitu. Semenjak itu, keamanan di sepanjang pantai dan jalur Mahakam menjadi sesuai untuk kegiatan ekonomi, tanpa ancaman lanun, maka datangnya kapal-kapal dagang, baik dari Jawa mahupun Belanda dan Inggeris Mahakam dengan aman, hingga ke pusat Kerajaan, di Tepian Pandan. Oleh yang demikian, sistem pemerintahan berjalan dengan baik serta masyarakat menjadi lebih sejahtera[2].

Samarinda Seberang sunting

Sejarah terbukanya sebuah kampung yang menjadi kota besar, dikutip dari buku berbahasa Belanda dengan judul “Geschiedenis van Indonesie“ karangan de Graaf. Buku yang diterbitkan NV.Uitg.W.V.Hoeve, Den Haag, tahun 1949 ini juga menceritakan keberadaan Kota Samarinda yang diawali pembukaan perkampungan di Samarinda Seberang yang dipimpin oleh Poea Adi. Belanda yang mengikat perjanjian dengan kesultanan Kutai kian lama kian bertumbuh. Bahkan, secara perlahan Belanda menguasai perekonomian di daerah ini. Untuk mengembangkan kegiatan perdagangannya, maka Belanda membuka perkampungan di Samarinda Seberang pada tahun 1730 atau 62 tahun setelah Poea Adi membangun Samarinda Seberang. Di situlah Belanda memusatkan perdagangannya. Namun demikian, pembangunan Samarinda Seberang oleh Belanda juga atas ijin dari Sultan Kutai, mengingat kepentingan ekonomi dan pertahanan masyarakat di daerah tersebut. Apalagi, Belanda pada waktu itu juga menempatkan pasukan perangnya di daerah ini sehingga sangat menjamin keamanan bagi Kerajaan Kutai.

Samarinda berkembang terus dengan bertambahnya penduduk yang datang dari Jawa dan Sulawesi dalam kurun waku ratusan tahun. Bahkan sampai pada puncak kemerdekaan tahun 1945 hingga keruntuhan Orde Lama yang digantikan oleh Orde Baru, Samarinda terus ’disatroni’ pendatang dari luar Kaltim. Waktu itu Tahun 1966 adalah peralihan masa Orde Lama ke Orde Baru. Keadaan semuanya masih acak dan semberawut. Masalah keamanan rakyat memang terjamin dengan terbentuknya Hansip (Pertahanan Sipil) yang menggantikan OPR (Organisasi Pertahanan Rakyat). Hansip mendukung keberadaan Polisi dan TNI.

Kendati terbilang maju pada zamannya, perubahan signifikan Kota Samarinda dimulai ketika Walikota Kadrie Oening diangkat dan ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat Keputusan No.Pemda 7/ 67/14-239 tanggal 8 November 1967. Ia menggantikan Mayor Ngoedio yang kemudian bertugas sebagai pejabat tinggi pemerintahan Jawa Timur di Surabaya. Kotamadya Samarinda pada tahun 1950 terbagi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Ilir dan Samarinda Seberang. Luas wilayahnya saat itu hanya 167 km². Kemudian pada tahun 1960 wilayah Samarinda diperluas menjadi 2.727 km² meliputi daerah Kecamatan Palaran, Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Samboja. Namun belakangan, kembali terjadi perubahan. Kota Samarinda hanya tinggal Kecamatan Palaran, Samarinda Seberang, Samarinda Ilir, dan Samarinda Ulu[2].

Penetapan hari jadi Kota Samarinda sunting

Orang-orang Bugis Wajo ini bermukim di Samarinda pada awal tahun 1668 atau tepatnya pada bulan Januari 1668 yang dijadikan dasar penetapan "hari jadi" kota Samarinda. Telah ditetapkan dalam peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda Nomor: 1 tahun 1988 tanggal 21 Januari 1988, pasal 1 berbunyi Hari Jadi Kota Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1668 M, bertepatan dengan tanggal 5 Sya'ban 1078 H penetapan ini dilaksanakan bertepatan dengan peringatan hari jadi kota Samarinda ke 320 pada tanggal 21 Januari 1980. 21 Januari 1668 / 5 Sya'ban 1070 Hijriyah : Kedatangan orang-orang suku Bugis Wajo mendirikan pemukiman di muara Karang Mumus.

Berdirinya Pemerintahan Kota Samarinda sunting

Pemerintah Kotamadya Dati II Samarinda dan Kotapraja sunting

Dibentuk dan didirikan pada tanggal 21 Januari 1960, berdasarkan UU Darurat No. 3 Tahun 1953, Lembaran Negara No. 97 Tahun 1953 tentang Pembentukan daerah-daerah Tingkat II Kabupaten/kotamadya di Kalimantan Timur

Semula Kodya Dati II Samarinda terbagi dalam 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Ilir, dan Samarinda Seberang. Kemudian dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Kalimantan Timur No. 18/SK/TH-Pem/1969 dan SK No. 55/TH-Pem/SK/1969, terhitung sejak tanggal 1 Maret 1969, wilayah administratif Kodya Dati II Samarinda ditambah dengan 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Palaran, Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Samboja. Saat ini Samarinda terdiri dari 6 kecamatan, tidak termasuk Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Samboja, ketiganya masuk dalam Kabupaten Kutai Kartanegara.

Setelah PP No. 38 Tahun 1996 terbit, wilayah administrasi Kodya Dati II Samarinda mengalami pemekaran, semula terdiri dari 4 kecamatan menjadi 6 kecamatan, yaitu:

Rencananya kecamatan dan kelurahan tersebut akan dimekarkan kembali dengan usulan nama kecamatan Samarinda Kota, kecamatan Samarinda Selatan, kecamatan Sambutan, dan kecamatan Sungai Pinang. Usulan ini masih dalam pembahasan DPRD Kota Samarinda.

Berdasarkan Perda Kota Samarinda No. 1 Tahun 1988, tanggal 21 Januari 1988, ditetapkan Hari Jadi Kota Samarinda adalah tanggal 21 Januari 1668. Penetapan ini bertepatan dengan Peringatan Hari Jadi Kota Samarinda ke-320.[1]

Geografi sunting

 

Dengan luas wilayah 718 km², Samarinda terletak di kawasan khatulistiwa dengan koordinat di antara 0°21'18"-1°09'16" S dan 116°15'16"-117°24'16" T.

Batas-batas wilayah sunting

Utara Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara
Selatan Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara
Barat Kecamatan Tenggarong Seberang dan Muara Badak di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Timur Kecamatan Muara Badak, Anggana, dan Sanga-Sanga di Kabupaten Kutai Kartanegara.


Topografi sunting

Topografi Samarinda meliputi tanah datar dan berbukit di ketinggian antara 10–200 m di atas permukaan laut.

Pemerintahan dan layanan publik sunting

Walikota sunting

Saat ini walikota dijabat oleh Drs. H. Achmad Amins, MM, yang berpasangan dengan wakil walikota, Syaharie Jaang, memenangkan Pilkada Samarinda pada tanggal 19 September 2005, dan dilantik oleh Gubernur Kaltim, Suwarna A.F. pada tanggal 25 November 2005, di GOR Segiri, Samarinda.

Kecamatan di Samarinda sunting

Berdasarkan PP RI No. 21 tahun 1987 dan Instruksi Mendagri No. 26 tahun 1997, tentang penetapan batas wilayah, maka secara administratif Kota Samarinda memiliki luas 718 km2, yang terdiri dari 6 kecamatan, yang terbagi dalam 53 kelurahan.

Militer sunting

Tempat menarik sunting

Pelancongan sunting

Kawasan Wisata Budaya Pampang sunting

Kawasan Pampang yang terletak sekitar 20 km dari kota Samarinda merupakan kawasan wisata budaya yang menarik untuk menyaksikan kehidupan suku Dayak Kenyah. Obyek wisata budaya ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor melalui jalan raya Samarinda-Bontang. Daya tarik yang dapat disaksikan adalah Lamin atau rumah adat suku Dayak serta tarian dan upacara adat Dayak Kenyah yang diselenggarakan setiap hari Minggu pukul 14.00 wita.[3]

Air Terjun Tanah Merah sunting

Fail:Airterjuntanahmerah2.jpg
Air Terjun Tanah Merah

Terletak sekitar 14 km dari pusat kota Samarinda tepatnya di dusun Purwosari kecamatan Samarinda Utara. Tempat ini merupakan pilihan tepat bagi wisata keluarga karena dilengkapi pendopo istirahat, tempat berteduh dengan pohon peneduh di sekitar lokasi, warung, areal parkir kendaraan yang luas, pentas terbuka dan tempat pemandian. untuk mencapai obyek wisata tersebut, dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat serta angkutan umum trayek Pasar Segiri - Sungai Siring. Untuk saat ini tempat wisata ini kurang mendapat perhatian akibatnya mutu pelayanan jadi berkurang sehingga perlu adanya perhatian dari pemerintah daerah untuk mengembangkan tempat ini.

Penangkaran Buaya Makroman sunting

Terletak di desa Pulau Atas, kecamatan Palaran dengan jarak lebih kurang 6 km dari Samarinda. Jenis buaya yang dipelihara yaitu buaya air tawar dan buaya Supit. Tempat pengembangbiakan buaya ini telah di lengkapi sarana dan prasarana wisata.

Kebun Raya Samarinda sunting

[[Berkas:Kebunrayasamarinda.jpg|thumb|right|170px|Kebun Raya Unmul Samarinda]] Terletak di sebelah Utara kota Samarinda yang berjarak 20 km atau 30 menit perjalan darat. Di Kebun Raya Samarinda terdapat atraksi Danau alam, kebun binatang, panggung hiburan.

Telaga Permai Batu Besaung sunting

Obyek wisata Telaga Permai Batu Besaung merupakan obyek wisata alam, terletak di Sempaja 15 km dari pusat kota Samarinda dengan kendaraan motor/mobil. Obyek wisata ini telah dilengkapi sarana dan prasarana wisata.

Kerajinan Tenun Ikat Sarung Samarinda sunting

Fail:Sarung-smd.jpg
Perajin sedang menenun Sarung Samarinda

Terletak di Jalan Pangeran Bendahara Samarinda Seberang. Obyek wisata ini merupakan proses pembuatan sarung tradisional Samarinda, yang berjarak 8 km dari pusat kota Samarinda. Obyek tersebut telah dilengakapi sarana dan prasarana wisata. Kerajian tenun sarung ini pada mulanya dibawa oleh pendatang suku Bugis dari Sulawesi yang berdiam di sisi kiri Mahakam (sekarang menjadi Samarinda Seberang). Hampir disetiap perkampungan suku Bugis (kelurahan masjid Baka) dapat ditemukan pengrajin sarung Samarinda. Alat tenun yang digunakan para pengrajin adalah alat tradisional disebut "Gedokan" atau menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Produk yang dihasilkan untuk 1 (satu) buah sarung memakan waktu tiga minggu.

Beli-belah sunting

Citra Niaga sunting

Pusat aktiviti karya arsitek Antonio Ismael ini pernah memperoleh Anugerah Aga Khan pada tahun 1986, tetapi mengalami kebakaran pada tahun 2006, mujurnya di bangun kembali namun tidak sama seperti asal lagi. Merupakan pusat kerajinan tradisional di kota Samarinda

Mal Mesra Indah sunting

Pusat beli-belah moden yang pertama di Samarinda yang dimiliki oleh Mesra Grup (H. Rusli). Pada awalnya hanya dua tingkat dan telah dibangun kembali menjadi 4 tingkat. Berada di Jalan KH. Khalid.

Mal Lembuswana sunting

Pusat beli-belah moden kedua di Samarinda terletak di simpang Jalan S. Parman dan Jalan M. Yamin yang merupakan simpang empat terbesar di Samarinda.

Samarinda Central Plaza sunting

Pusat belanja moden ketiga di Samarinda dengan pelaburan tempatan dari Roesianto Bersaudara.

Plaza Mulia sunting

Pusat belanja modern keempat di Jalan Bhayangkara, mula beroperasi pada tahun 2009.

Transportasi sunting

Air sunting

right|thumb|500px|Jembatan Mahakam di foto dari udara Sejak didirikannya, transportasi utama Samarinda melalui Sungai Mahakam yang membelahnya ditengah-tengah, pada tahun 1987 baru dibangun Jembatan Mahakam yang menghubungkan Samarinda kota dengan Samarinda Seberang. Selain itu sudah dibangun dan diresmikan pada 2009 Jembatan Mahakam Hulu atau Mahulu, Jembatan Mahkota II (dalam tahap konstruksi) dan Jembatan Mahkota III (tahap pembebasan lahan).

Terdapat pelabuhan peti kemas yang berada di Jalan Yos Sudarso, dan sekarang sedang dibangun pelabuhan baru yang terletak di kecamatan Palaran untuk menggantikan pelabuhan yang sekarang sudah tidak sesuai dengan kondisi kota.

Darat sunting

Terdapat jalan darat yang menghubungkan kota Samarinda dengan Balikpapan ke selatan, kemudian Bontang dan Sangatta ke utara, serta jalan baru yang menghubungkan ke Tenggarong, serta ke Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara melalui jalan timur yang tembus sampai ke Senipah, Samboja dan Balikpapan.

Udara sunting

Bandar Udara Temindung (kode SRI) merupakan bandar udara yang menghubungkan Samarinda dengan kota-kota di pedalaman serta Balikpapan. Saat ini sedang dibuat Bandar Udara Sungai Siring, agar dapat didarati oleh pesawat yang lebih besar.

Pendidikan sunting

Kelab sukan sunting

Media sunting

Rujukan sunting

  1. ^ a b ZAILANI, Akhmad. Wajah Parlemen Samarinda. Samarinda: Sultan Pustaka, 2006. ISBN 979-25-7660-6
  2. ^ a b "Bongkar Online - Kenangan Tempoe Doeloe Kadrie Oening Patut Diteladani". Diarkibkan daripada yang asal pada 2012-12-13. Dicapai pada 2010-04-22.
  3. ^ "Pampang". Dicapai pada 2010-02-05.[pautan mati kekal]

Lihat juga sunting

Pautan luar sunting