L’Étranger (Bahasa Perancis: “Orang Asing” merupakan sebuah karya sastera berbentuk novel karangan Albert Camus. Novel dalam bahasa Perancis ini ditulis pada tahun 1942. Lokasi ceritanya adalah di Aljazair, tempat Camus sendiri lahir dan besar.

L'Étranger/Orang Asing
Umum
PengarangAlbert Camus
NegaraPerancis
BahasaDiterjemahkan dari Bahasa Perancis
GenreAbsurdisme, Eksistensialisme
Penerbitan
PenerbitLibraire Gallimard, UK Penguin Classics, Penerbit Djambatan
Tarikh penerbitan
Perancis 1942, Inggeris 1943, Indonesia 1985
Jenis media
Cetak
Halaman117 hal. (edisi UK Penguin Classics)
Kawalan kewibawaan
ISBNISBN ISBN 0-14-118250-4 (UK Penguin Classics) Invalid ISBN

Pengantar sunting

Dalam karyanya ini Camus secara jitu dapat memperlihatkan sebuah falsafah absurd. Intinya ialah bahwa manusia dan bukan Tuhan pada akhirnya bertanggung jawab akan segala keputusan dan pilihannya di dunia ini.

Isi buku sunting

Bagian pertama sunting

Meursault, watak protagonis cerita ini, seorang warga kota Algiers berwarganegara Perancis (apa yang disebut pied noir), mendapat tahu bahawa ibunya meninggal dunia di sebuah rumah jompo yang terletak di luar kota. Lalu ia pergi dan melayatnya. Di sana ia ditanya apakah ia ingin melihat ibunya sebelum dikubur, ia menolak. Maka iapun mengunjungi upacara penguburan jenazah ibunya bersama-sama dengan teman ibunya, antara lain Perez yang kata orang adalah pacar ibunya. Maka setelah semua selesai iapun kembali ke Aljir. Keesokan harinya ia tetap melanjutkan kehidupan kembali seperti biasanya dan berjalan-jalan dengan pacarnya yang bernama Marie.

Maka sekali peristiwa ia bepergian dengan pacarnya Marie dan seseorang teman lainnya yang bernama Raymond ke pinggir pantai. Di sana cuaca sangat panas dan temannya si Raymond bertengkar dengan dua orang Arab Aljazair yang bersenjatakan pisau tajam dan pergi ke tempat Meursault. Kebetulan ia membawa sepucuk pistol dan Meursault mengambil senjata itu dari padanya. Lalu ia kembali ke tempat dua orang Arab tersebut dan salah satunya ditembak hingga mati.

Bagian kedua sunting

Meursault pun ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Maka ia segera diinterogasi oleh sang kepala penjara. Tetapi pertanyaannya berkisar antara hubungannya dengan ibunya. Ketika ia ditanya apakah ia sayang terhadap ibunya ia menjawab bahwa ia mencintainya tetapi kebutuhan tubuhnya seringkali menghalang-halangi perasaannya. Hal ini diungkapkannya dengan kalimat berikut: "Le jour où j’avais enterré maman, j’étais très fatigué, et j’avais sommeil" (dalam bahasa Indonesia: "Pada hari saya mengubur ibu, saya sangat capai dan saya mengantuk"). Tetapi sang kepala penjara ingin supaya Meursault merasa menyesal dan ia menunjukkan sebuah salib yang diambilnya dari laci. Tetapi Meursault tak peduli dan hanya terlihat bosan saja. Akhirnya sang kepala penjara tidak melanjutkan usahanya.

Ketika Meursault ditanya apakah ia menyesali perbuatannya, ia menjawab bahwa ia sebenarnya lebih merasakan rasa kesal daripada rasa sesal. Lalu sang kepala penjara menyebutnya sebagai seorang "Antikristus".

Marie, pacarnya juga menjenguknya tetapi ia ingin melupakannya karena itu merupakan bagian dari hukumannya. Setelah beberapa lama ia tidur lebih baik dan membuang waktu dengan membaca sebuah kisah dari Czechoslovakia: seorang pria ketika masih muda pergi merantau untuk mencari uang dan kembali dengan seorang istri dan anak. Ketika pulang kembali ke kampung halamannya ia ingin memberikan kejutan kepada ibu dan saudari perempuannya yang memiliki sebuah hotel. Dalam melaksanakan hal ini, ia menitipkan istri dan anaknya di sebuah penginapan lainnya. Maka sebagai sebuah lelucon ia memesan kamar di hotel ibunya dan ingin membayarnya. Lalu pada malam hari ibunya dan saudarinya yang tak mengenalinya lagi membunuhnya karena ia dianggap seorang musafir yang kaya. Lalu mayatnya dibuang ke sungai. Keesokan harinya istrinya menemukan dan menguak jati diri suaminya. Kemudian ibu dan saudara perempuannya bunuh diri; ibu menggantung diri dan saudarinya menceburkan dirinya ke sebuah sumur. Meursault sendiri berpendapat bahwa itu memang sudah ganjaran sang musafir itu dan ia memang seyogyanya jangan bermain-main seperti itu. Maka hari-hari berlalu seperti itu.

Maka akhirnya ia diadili di pengadilan dan ia duduk di kursi terdakwa. Ia melihat kepala panti jompo, 'pacar' ibunya: Thomas Pérez, Raymond, Marie dan lain-lainnya. Hakim menginterogasinya tentang ibunya dan lalu tentang orang Arab yang dibunuhnya. Orang-orang dari panti jompo mengatakan bahwa Meursault tidak menjatuhkan tetesan mata sedikitpun jua ketika ibunya dikubur. Meursault merasa bahwa ia dibenci oleh semua orang dan ia merasa ingin menangis. Lalu jaksa menyerangnya secara berapi-api dengan antara lain mengatakan bahwa ia tidak sepantasnya minum-minum kopi di depan peti mati ibunya ketika ibunya meninggal meskipun ditawari demikian. Kemudian ia menyerangnya lagi bahwa Meursault tidak sepantasnya keesokan harinya setelah ibunya dikubur lalu pergi berpacaran dengan seorang wanita seperti Marie. Dan akhirnya jaksa berseru dengan mengatakan bahwa Meursault "telah mengubur ibunya dengan hati seorang penjenayah."

Meursault sendiri merasa bahwa pengacaranya kurang sekali dalam membelanya dan merasa pula bahwa mereka seakan-akan membicarakan kasusnya di luar dirinya. Lalu jaksa menyerangnya tentang si orang Arab yang dibunuhnya bahwa Meursault membunuhnya dengan keji dan dingin. Meursault membidikkan senjatanya lalu memicu pistolnya dan setelah orang Arab ini jatuh, Meursault masih menembakkan peluru tajam sebanyak empat kali kepada mayat yang tak bergerak lagi ini tentu secara sadar. Lalu jaksa mengatakan bahwa Meursault tidak menyatakan rasa sesal dan masyarakat umum harus dilindungi dari seorang insani seperti Meursault ini. Jaksa bahkan menuduh Meursault bahwa ia tidak memiliki jiwa.

Akhirnya Meursault ditanya sekali lagi akan motifnya lalu ia menjawab bahwa itu semua ia lakukan karena "pengaruh matahari." Maka hadirin sekalian di dalam ruang sidang tertawa mendengarnya. Pengacara Meursault tidak mampu untuk membela di depan anggota juri dan jaksa sekali lagi mengatakan bahwa masyarakat ramai harus dilindungi dari seseorang seperti Meursault.

Hakim akhirnya menyatakan bahwa Meursault harus menerima hukuman mati dengan dipenggal kepalanya menggunakan gilotin. Ia menjatuhkan vonisnya atas nama ‘Rakyat Perancis’. Maka Meursault lalu mengingat akan kehidupan yang akan segera berakhir, yang bukan miliknya lagi. Ia mengingat kenangan-kenangan manis kecil seperti bau musim panas, langit yang baru dan senyum serta gaun pacarnya; Marie. Tetapi kemudian ia berpikir bahwa semuanya tidak ada gunanya, sidang ini semua dan apaun jua. Ia hanya merasakan ingin bergegas-gegas kembali ke selnya untuk tidur.

Maka menurut koran-koran ditulis bahwa Meursault harus membayar kembali hutangnya kepada masyarakat. Di sisi lain Meursault sendiri berpendapat bahwa itu semuanya tak ada maknanya, semuanya sama saja. Dan akhirnya ia berkata pada dirinya sendiri: “Ya sudahlah aku akan mati ... Tetapi semua orang toh tahu bahwa hidup itu tak ada gunanya dijalani. Di dalam lubuk hatiku, aku tahu bahwa mati pada usia 30 tahun atau 70 tahun tidak ada bedanya. Pada kedua kasus ini orang-orang lain, pria dan wanita tetap hidup semua dan ini sudah terjadi selama ribuan tahun.

Pada saat-saat terakhirnya ia didatangi seorang pastor yang ingin memberinya sedikit bimbingan rohani, tetapi Meursault menolaknya dan bahkan memaki-makinya. Ia berkata kepadanya bahwa ia tidak ingin membuang saat-saat terakhirnya dengan perbincangan mengenai Tuhan atau agama. Ia mempercayakannya terhadap "ketidakpedulian dunia".

Akhirnya Meursault menutup kisah ini dengan kalimat: “Supaya semuanya terlaksana dengan baik, supaya perasaan sepiku agak berkurang, tiada lain aku berharap semoga nanti pada hari aku di eksekusi akan ada banyak penontonnya di mana mereka akan menerimaku dengan jeritan kebencian.” Templat:Endspoiler

Lihat juga sunting