Senjata-senjata Diponegoro

Diponegoro merupakan seorang pangeran Jawa yang mempunyai pengaruh kuat dalam Kesultanan Jogjakarta. Beliau dikenali memiliki pelbagai alatan senjata yang menjadi lambang kekuasaan jasmani dan rohani.

Keris sunting

Pangeran Diponegoro terkenal selalu membawa kerisnya. Beberapa keris yang dimilikinya adalah Keris Kiai Omyang (tersimpan di Museum Sasana Wiratama-Yogyakarta), Keris Kiai Wisa Bintulu (tersimpan di Gedong Pusaka Keraton Yogyakarta, dan Keris Kiai Nogo Siluman. Keris terakhir tersebut itulah yang paling terkenal kerana sempat hilang, namun ditemukan di Belanda dan sudah didaftarkan dengan nomor RV-360-8084.[1]

Keris Kiai Nogo Siluman sunting

Sentot Prawirodirdjo, salah seorang Panglima Diponegoro, dicatat menurut suatu dokumen kesaksian berbahasa Jawa, Sentot mengaku melihat sendiri Pangeran Diponegoro menghadiahkan Keris Kiai Naga Siluman kepada Kolonel Cleerens, utusan Hendrik Merkus de Kock, ketika bertemu. Tulisan Sentot tersebut berhasil dibaca oleh pelukis Raden Saleh yang juga pernah melukis tentang Pangeran Diponegoro.[2] Keris ini kemudian oleh Cleerens menjadi persembahan hadiah kepada Raja Willem I pada tahun 1831. Setelah itu, Keris Kiai Nogo Siluman disimpan di Koninkelijk Kabinet van Zelfzaamheden. Setelah KKVZ dibubarkan pada tahun 1883, seluruh koleksi muzium ini tersebar ke berbagai muzium dan Keris Kiai Nogo Siluman kemudian tersimpan di Museum Volkenkunde Leiden.[3]

Penemuan dan pengembalian Keris Kiai Naga Siluman membutuhkan waktu yang lama. Pada tahun 1983, Duta Besar Belanda ke Indonesia, Lodewijk van Gorkom mengesahkan bahawa keris ini tersimpan di ruangan bawah tanah Rijksmuseum Amsterdam, dan meminta untuk dikembalikan. Penggantinya, yakni Frans van Dongen menulis surat kepada Pieter Pott, pengarah muzium nasional etnologi Belanda pada tahun 1985, meminta agar keris tersebut harus ditemukan dan dikembalikan dalam rangka peringatan 40 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Van Dongen kemudian menerima balasan surat dari Pott yang mengaku sudah menemukan keberadaan keris tersebut, namun ternyata Pott gagal mengenalpasti keris itu dengan betul.[4]

Pada tanggal 10 Mac 2020, Keris Kiai Nogo Siluman dikembalikan kepada Pemerintah Republik Indonesia secara langsung oleh Raja Willem-Alexander kepada Presiden Joko Widodo.[5]

Keris-keris lain sunting

Adapun keris lainnya adalah Keris Kiai Bromo Kedali dan tombak Kiai Rodhan yang diserahkan Pangeran Diponegoro kepada Pangeran Diponegoro II (Raden Mas Muhammad Ngarip/Abdul Majid), Keris Kiai Habit dan tombak Kiai Gagasono milik Raden Mas Joned, Keris Kiai Blabar dan tombak Kiai Mundingwangi milik Raden Mas Raib, Keris Kiai Wreso Gemilar dan tombak Kiai Tejo (Raden Ayu Mertonegoro), Keris Kiai Hatim dan tombak Kiai Simo milik Raden Ayu Joyokusumo, tombak Kiai Dipoyono milik Raden Ajeng Impun, dan tombak Kiai Bandung milik Raden Ajeng Munteng.[6]

Keris lain yang dianggap paling sakti adalah Keris Kiai Ageng Bondoyudo. Keris ini hasil peleburan dari tiga pusaka, yakni Keris Kiai Surotomo, tombak Kiai Barutobo, dan Keris Kiai Abijoyo. Keris Kiai Ageng Bondoyudo ini selalu dirawat oleh Pangeran Diponegoro sendiri hingga akhir hayatnya dan dikuburkan bersamaan dengan jasadnya, pada 8 Januari 1855.[6]

Tongkat sunting

Pangeran Diponegoro juga memiliki tongkat yang dinamakan Kanjeng Kiai Tjokro, yang saat ini disimpan di Galeri Nasional Indonesia. Tongkat ini telah dikembalikan oleh Michiel dan Erica Lucia Baud, kepada Mendikbud Anies Baswedan pada tahun 2015.[7]

Tongkat ini memiliki simbol cakra sepanjang 153 sentimeter yang terletak di ujung tongkatnya. Tongkat ini diperoleh Pangeran Diponegoro dari hasil dari warga selama berziarah di selatan Jawa, termasuk Yogyakarta, pada tahun 1815.[8] Tongkat ini selalu dibawa oleh sang Pangeran setiap berziarah ke tempat suci untuk berdoa. Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap, salah satu panglimanya, yakni Pangeran Dipati Notoprojo, cucu Nyi Ageng Serang, memegang tongkat ini dan oleh Pangeran Dipati Notoprojo diberikan sebagai hadiah kepada Gubernur Jenderal J.C Baud pada tahun 1834 untuk merebut hati pemerintah Hindia Belanda. Tongkat ini kemudian disimpan oleh salah satu keluarga keturunan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jean Chretien Baud selama 181 tahun. J.C Baud adalah gubernur jenderal Hindia Belanda ke-44, yang berkuasa pada tahun 1834-1836.[7]

Tombak sunting

Tombak Kiai Rodhan adalah salah satu senjata pusaka Pangeran Diponegoro yang telah dikembalikan ke Indonesia tahun 1978 dan saat ini tersimpan. Tombak ini terbuat dari kayu dengan dilapisi benang hitam dan dipercaya dapat memberikan perlindungan dan peringatan datangnya bahaya. Pada mata tombak terdapat bagian yang dilapisi emas dan pada bagian pangkal matanya terdapat empat relung yang berhias permata, namun dua buah permatanya telah hilang ketika benda ini dikembalikan ke Indonesia.[7]

Tombak ini lepas dari genggaman Pangeran Diponegoro ketika ia disergap di pegunungan Gowong, Kedu, oleh pasukan gerak cepat ke-11 Mayor A.V Michiels. Tombak ini bersama dengan pelana kuda Pangeran Diponegoro dikirim ke Raja Belanda Willem I (1813-1840) sebagai rampasan perang.[7]

Rujukan sunting

  1. ^ "Keris Pangeran Diponegoro yang Dijual". Historia. Dicapai pada 2020-03-20.
  2. ^ "Kembalinya Keris Naga Siluman Milik Pangeran Diponegoro". Republika Online. 2020-03-10. Dicapai pada 2020-03-21.
  3. ^ "Memastikan Keaslian Keris Diponegoro". Republika Online. 2020-03-13. Dicapai pada 2020-03-21.
  4. ^ "Kembalinya Keris Pangeran Diponegoro". Republika Online. 2020-03-05. Dicapai pada 2020-03-21.
  5. ^ detikcom, Tim. "Keris Pangeran Diponegoro Dikembalikan oleh Belanda: Asli atau Palsu?". detiknews. Dicapai pada 2020-03-20.
  6. ^ a b Wiratama, Syailendra Hafiz. "Kisah Diponegoro Dikubur Bersama Kerisnya". detikx. Dicapai pada 2020-03-20.
  7. ^ a b c d "Selain Keris, Ini Dua Pusaka Pangeran Diponegoro yang Dikembalikan Belanda ke Indonesia". Kompas. Dicapai pada 2020-03-21.
  8. ^ Jodhi Yudono; Serafica Gischa (9 Disember 2019). "Biografi Pangeran Diponegoro, Pemimpin Perang Jawa Halaman all". Kompas.com. Dicapai pada 20 Mac 2020.