Komarudin (Jawi: قمرالدين; 29 Mei 1919 – 10 Ogos 1949) atau nama lahirnya Yang Chil-seong (Korea: 양칠성, Hanja: 梁七星)[1] adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia keturunan Korea.[1][2][3]

Komarudin
Hangul코마루딘
Perumian SemakanKomarudin
McCune–ReischauerK'omarudin
Nama lahir
Hangul양칠성
Hanja梁七星
Perumian SemakanYang Chilseong
McCune–ReischauerYang Ch'ilsŏng

Awal hidup sunting

Yang Chil-seong lahir pada tanggal 29 Mei 1919 di Wanju, Provinsi Jeolla yang pada ketika itu ditakluk Jepun.[1] Nama rasmi yang diberikan kepadanya Shichisei Yanagawa (Kanji: 梁川七星).

Beliau ditugaskan oleh pemerintah kolonial Jepun sebagai penjaga tawanan askar-askar Pihak Berikat di Bandung pada tahun 1942. Setelah Indonesia dan Korea merdeka pada tahun 1945, Yang Chil-seong tidak kembali ke Korea, melainkan tetap tinggal di Indonesia.[4] Beliau mengambil nama menjadi Komarudin setelah memutuskan memeluk agama Islam.[4]

Berpaling tadah menyertai pejuang Indonesia sunting

Ketika tentera Belanda kembali ke Indonesia untuk melancarkan serangan balas menuntut kembali jajahan yang merdeka diam-diam, Komarudin datang ke Garut bersama dua orang askar Jepun bernama Hasegawa (nama rahsia: Abubakar) dan Masahiro Aoki (nama rahsia: Usman) dari Bandung yang sama berpaling tadah menyertai Tentara Nasional Indonesia. Mereka berperang secara gerila dalam kelompok yang dijuluki "Pasukan Pangeran Papak" dari Markas Besar Gerilya Galunggung (MBGG) pimpinan Mayor Kosasih yang bermarkas di Kecamatan Wanaraja, Garut.[4] Mereka bertiga dipuji kemampuan pertempuran mereka.[4] Pasukan disertai mereka bertiga juga pernah ikut berperang dalam peristiwa Bandung Lautan Api.[4] Komarudin juga tercatat pernah menggagalkan upaya Belanda merebut Wanaraja dengan menghancurkan Jembatan Cimanuk.[3]

Ditangkap tentera Belanda sunting

Ketika Belanda menyerang Garut, kelompok Pasukan Pangeran Papak bertugas mengamankan wilayah tersebut. Namun karena kekuatan Belanda terlalu besar, Pasukan Pangeran Papak terpaksa mundur. Komarudin, Hasegawa dan Masahiro bersembunyi tetapi akhirnya ketiga-tiga mereka bersama seorang pejuang Indonesia yang bernama Djoehan ditangkap di Gunung Dora berikutan maklumat mata-mata Belanda.[3] Pada tanggal 10 Ogos 1949, Komarudin, Abubakar, dan Usman dihukum bunuh di Kerkhoff, Garut.[4] Sementara itu, Djoehana dihukum penjara seumur hidup di LP Cipinang.[3]

Mayat mereka bertiga disemadikan dimakamkan di TPU Pasir Pogor, lalu tahun 1975 dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Tenjolaya, Garut.[2] Komarudin yang telah berkahwin sebelum itu meninggalkan seorang anak laki-laki.[2]

Pencarian dan pengungkapan identiti sebenar sunting

Sebelumnya hanya terdapat sedikit informasi mengenai kehidupan Yang Chil-seong di Indonesia. Informasi mengenai Komarudin yang ternyata merupakan orang Korea berhasil diungkap oleh sejarawan Jepun dan Korea Selatan.[1] Selain itu, kesaksian juga didapatkan dari teman-teman seperjuangan Yang Chil-seong yang masih hidup.[4]

Pada bulan Julai 1995, pemerintah Indonesia dan wakil kedutaan Korea Selatan mengadakan upacara penggantian batu nisan Komarudin dalam suatu acara rasmi mengikut adat tentera.[4] Sejak saat itu Komarudin mendapat pengiktirafan sebagai salah satu tokoh pejuang yang berjasa bagi kemerdekaan Indonesia.[4]

Rujukan sunting

Pautan luar sunting