Depok: Perbezaan antara semakan
Kandungan dihapus Kandungan ditambah
Tiada ringkasan suntingan |
Tiada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{dati2|nama=
|propinsi=[[Jawa Barat]]
|luas=200
|penduduk=1
|kepadatan=6
|kecamatan=6
|kelurahan=63
Baris 13:
|asas hukum=-
|tanggal=-
|motto=Depok
|kepala daerah=[[Datuk bandar]]
|nama kepala daerah=DR.Ir [[Nur Mahmudi Ismail]],MSc
Baris 19:
}}
'''Bandaraya Depok''', adalah sebuah [[
Depok dahulu adalah kota kecamatan dalam wilayah [[Kabupaten Bogor]], yang kemudian mendapat status [[
Depok merupakanbandar penyangga Jakarta. Ketika menjadi
== Datuk bandar Depok ==
Baris 35:
==Universiti==
*[[Universiti Indonesia]]
*[[
*[[Bina Sarana Informatika (BSI)]]
*[[
==Pusat Beli-Belah==
Baris 80:
APBD Kota Depok tahun 2002 dari Rp 286 miliar untuk pendapatan, belanja daerah Rp 270 miliar, dan belanja pembangunan Rp 118 miliar. Adapun APBD Kota Bogor Rp 232 miliar untuk anggaran pendapatan, belanja daerah Rp 212 miliar, dan belanja pembangunan Rp 47 miliar.
Dilihat dari belanja yang dianggarkan untuk pembangunan, porsi terbesar terserap pada sektor kesehatan dan pendidikan yaitu Rp 94
Padahal dari kegiatan ekonomi daerah, perputaran uang dari industri Rp 1
Cukup banyak tenaga kerja yang memilih pekerjaan di sektor industri, yakni 62
Setelah industri, penyumbang terbesar kedua ekonomi daerah adalah kegiatan perdagangan besar dan eceran (25 persen). Saat ini, perkembangan perdagangan dan jasa terkonsentrasi di poros pusat kota,
Permasalahan yang dihadapi Pemkot Depok setelah diberi hak otonom menjadi sangat kompleks. Seiring peningkatan penduduk dan kebutuhan tempat tinggal, pemerintah juga harus mengatasi soal sampah dan air bersih. Tingkat pelayanan persampahan hanya melayani 40 persen dari total timbunan sampah, sedangkan pelayanan air bersih sistem perpipaan hanya mencukupi 19 persen seluruh kebutuhan warga.
Berkaitan dengan
Wilayah kota depok dilintasi sungai ciliwung yang menjadi salah satu pusat pemantauan ketinggian air, ini merupakan sebuah anugerah karena Depok tidak memiliki sistem drainase yang layak. Hal ini dikarenakan perkembangan wilayah ini sedari awal tidak disertai perencanaan yang bervisi ke depan sebagai kota permukiman. Sebelum tahun 1970-an, Depok merupakan areal persawahan yang sarat dengan sistem irigasi sehingga infrastruktur jalan yang ada sekarang mengikuti sistem pengairan ini. Untuk membangun sistem drainase membutuhkan biaya yang tinggi. Namun bila tidak dimulai dari sekarang, Depok akan bernasib sama seperti Jakarta yang digenangi air bila hujan turun.
Keputusan memindahkan sebagian besar kegiatan akademis Universitas Indonesia ke Depok yang menempati areal 318 hektar pada tanggal 5 September 1987 menjadi salah satu faktor penentu perkembangan pesat Kota Depok seperti sekarang. Kala itu, lahan hijau yang berfungsi sebagai konservasi air masih luas. Jumlah penduduk pun di bawah 700
Sebelumnya, pertumbuhan penduduk Depok yang pesat dipicu oleh proyek percontohan perumahan nasional berskala besar pada pertengahan tahun 1970-an. Depok kini menjadi kota besar, padahal daerah ini direncanakan dihuni tidak lebih dari 800
Pengaruh dibukanya kompleks Perumnas pada tahun 1976 membawa akibat sangat luas terhadap daerah sekitarnya. Demikian pula sejak Kampus UI pindah di Depok tahun 1986, membuat daerah yang pada zaman dahulu berupa sebuah dusun di tengah hutan belantara, kini menjadi "sentra produksi" manusia yang
Pusat-pusat permukiman, niaga, dan pendidikan di Kota Depok berkembang pesat 10 tahun terakhir. Padatnya arus lalu lintas di pusat-pusat kota menjadi ciri tersendiri bamdar yang berkembang itu.
Baris 108:
Luas lahan hijau yang dimiliki Depok termasuk yang lebih baik di antara kota-kota yang menjadi penyangga DKI Jakarta. Tangerang merencanakan mempertahankan 40 persen lahan terbukanya dan Bekasi 30 persen. Jakarta sendiri hanya memiliki tujuh persen. Namun, kegiatan konservasi air di Kota Depok saat ini dalam kondisi mengkhawatirkan. Curah hujan yang mengguyur Kota Depok banyak yang menjadi air permukaan (40 persen) dan menyebabkan volume air resapan berkurang. Setidaknya dibandingkan dengan wilayah Bogor, curah hujan yang menjadi air permukaan berkisar 20 persen. Peningkatan jumlah air permukaan ini disebabkan meningkatnya permukiman penduduk.
Perencanaan pengembangan Kota Depok lebih diarahkan untuk menjadikan kota ini sebagai permukiman. Pemkot Depok sadar betul daerahnya menjadi pilihan bagi pekerja yang mencari nafkah di Jakarta. Pertambahan penduduk yang relatif pesat menyebabkan kebutuhan perumahan meningkat pula. Tahun 2001, penggunaan tanah untuk perumahan seluas 6
Tahun 2000 terdapat 227
Penggunaan lahan untuk industri 690 hektar atau tiga persen dari
Untuk itu hanya kawasan Kecamatan Cimanggis di sebelah timur dan selatan yang masih terbuka untuk industri. Sementara daerah seperti Beji dan Cimanggis bagian utara, dan di pusat-pusat kota serta di daerah-daerah yang berbatasan dengan Jakarta sudah cukup padat untuk permukiman. Tetapi Sukmajaya, Sawangan, Pancoran Mas, dan Limo masih terbuka.
Penghuni perumahan di pusat-pusat kota sebagian besar bekerja dan berusaha di Kota Depok. Sekitar 400
Dengan adanya sejumlah perguruan tinggi di Kota Depok, sekurang-kurangnya sekitar 5
Upaya yang dilakukan antara lain memperlebar jalan dan membangun jalur jalan baru secara bertahap. Juga, kebijakan membatasi jumlah kendaraan angkutan umum.
Baris 128:
Untuk mengurus perkebunan, Chastelein mempekerjakan sekitar 200 tenaga yang didatangkan dari Bali, Sulawesi, Timor, dan pulau-pulau di luar Jawa lainnya. Pada tahun 1714, Chastelein membuat wasiat untuk pekerja di perkebunannya. Dalam wasiat itu, Chastelein memberikan tanah miliknya dan membebaskan mereka dari status hamba.
Ke-200 orang yang menerima wasiat itu terdiri dari 12 keluarga, yakni Bacas, Isakh, Jacob, Jonathan, Joseph, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, dan Sadok. "Sekarang tinggal 11 keluarga, sebab Sadok sejak Perang Dunia II tidak diketahui lagi. Mungkin keturunannya tak tinggal di Depok lagi," kata Otto, yang menyebut saat ini terdapat sekitar 700 keluarga dari 11 keluarga keturunan yang menerima warisan dari Chastelein yang meninggal
Pada tahun 1951, memenuhi rencana pemerintah menghapus tanah partikelir, pemegang hak tanah partikelir Depok melepas hak mereka. Kepada keturunan ke-12 keluarga itu masih diberi
-->
|