Kesultanan Cirebon

Kesultanan Cirebon ialah salah satu kesultanan tertua di Jawa Barat, kerajaan ini terletak di Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.

Kesultanan Cirebon
ꦏꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤꦤ꧀ꦕꦶꦫꦼꦧꦺꦴꦤ꧀

كسولتانان چيربَون
1430–1677
Bendera Kesultanan agung
Bendera Kesultanan Cirebon yang menampilkan gambar macan yang disamarkan (stilsasi) dalam sebuah kaligrafi Arab. Seni stilasi khas ini dikenal dengan nama "Macan Ali".[1]
Ibu negaraCirebon
Bahasa yang umum digunakanBahasa Cirebon
Bahasa Sunda
Bahasa Jawa
Agama
Islam
KerajaanKerajaan konstitusional (adanya pepakem Cirebon)
Tumenggung, Panembahan, Susuhunan (Sunan), Sultan 
• 1430[2][3][4][5] - 1479
Sultan Cirebon I Pangeran Walangsungsang
• 1479 - 1568 (Sultan Cirebon I Pangeran Walangsungsang menyerahkan kekuasaan kepada keponakannya)
Sultan Cirebon II Sunan Gunung Jati
• 1649 - 1666[6] (penguasa terakhir kesultanan Cirebon sebelum dibagi menjadi kesultanan Kasepuhan dan kesultanan Kanoman)
Sultan Abdul Karim (Panembahan Girilaya)
Sejarah 
• Didirikan
1430
• Pembagian Kesultanan Cirebon menjadi kesultanan Kasepuhan dan kesultanan Kanoman
1677
Didahului oleh
Diganti oleh
Kerajaan Sunda
Kesultanan Banten
Kesultanan Kasepuhan
Kesultanan Kanoman
Sekarang sebahagian dari Indonesia
¹ Pada 1552 Sunan Gunung Jati mengangkat anaknya dari Nyi Kawung Anten (putri Surosowan penguasa Banten Pesisir) yaitu Maulana Hasanuddin (sebelumnya menjabat sebagai Depati (Gubernur) Banten untuk kesultanan Cirebon sebagai Sultan pertama Kesultanan Banten.


² Berdasarkan naskah Mertasinga, Sultan Abdul Karim telah meninggal di Mataram pada tahun 1585 saka jawa atau sekitar tahun 1662 M,[7] 12 tahun setelah kepergiannya ke Mataram.

Azmatkhan Walisongo

Asal Mula sunting

Pada masa Pangeran Cakrabuwana sunting

Cirebon pada mulanya adalah sebuah kampung kecil yang pertama kali didirikan oleh Ki Gedeng Tapa, yang kemudian berkembang menjadi sebuah perkampungan ramai dan dinamakan Caruban (Bahasa Sunda: campuran), karena berbagai macam suku bangsa banyak yang menetaap di tempat ini dan lama kelamaan kampung tersebut berubah menjadi sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Cirebon, Kerajaan Cirebon dipimpin oleh Pangeran Cakrabuwana yang merupakan keturunan dari Prabu Siliwangi dan Subang Larang (putri Ki Gedeng Tapa). Pangeran Cakrabuwana memiliki 2 orang saudara kandung, yaitu Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang.

Pangeran Walangsungsang akhirnya mendirikan sebuah pedukuhan di daerah Kebon Pesisir, membangun Kuta Kosod (susunan tembok bata merah tanpa spasi), mendirikan Dalem Agung Pakungwati, dan membentuk pemerintahan di Cirebon pada tahun 1430 M.

Pada masa Sunan Gunung Jati sunting

pada tahun 1470, Sunan Gunung Jati tiba di Cirebon dan menetap di sana. Kabar kedatangan Sunan Gunung Jati kemudian diketahui oleh Pangeran Cakrabuwana, sehingga pada tahun 1482 Pangeran Cakrabuwana menyerahkan tahtanya kepada Sunan Gunung Jati dengan gelar Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah[8], yang sekaligus merubah Cirebon menjadi Kesultanan. Alasan Pangeran Cakrabuwana menyerahkan jabatannya kepada Sunan Gunung Jati adalah karena Sunan Gunung Jati lebih cakap dalam urusan agama dan pemerintahan. Pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati, Islam berkembang pesat di Cirebon.

Sunan Gunung Jati, melalui lembaga Wali Sanga, selalu mendekati kakeknya, yakni Jaya Dewata (Prabu Silih Wangi), agar bersedia memeluk agama Islam, seperti halnya neneknya Nyai Subang Larang, yang telah menjadi seorang muslim sejak lama sebelum menikah dengan Prabu Silih Wangi. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Pada tahun 1482, saat kekuasaan kerajaan Galuh dan Sunda sudah kembali bersatu di bawah kepemimpinan Prabu Silih Wangi, seperti yang tercatat dalam naskah Purwaka Caruban Nagari karya Pangeran Arya Carbon.

Dwa Dasi Sukla Pakca Cetra Masa Sahasra Patangatus Papat Ikang Sakakala.
(bertepatan dengan 12 Shafar 887 Hijriah)

Pada 12 Shafar 887 Hijriah atau pada 2 April 1482 Masihi, Sunan Gunung Jati mengeluarkan maklumat kepada Prabu Silih Wangi, Raja Pakuan Pajajaran, yang menyatakan bahawa Cirebon tidak akan lagi mengirimkan upeti. Para pembesar di wilayah Cirebon (disebut "gegeden" dalam bahasa Cirebon) juga mengikuti maklumat tersebut.

Pada masa Fatahillah sunting

Sunan Gunung Jati meninggal dunia pada tahun 1568. Kesultanan Cirebon kemudian dipimpin oleh Fatahillah. Sebelumnya, Fatahillah adalah Panglima Perang Kesultanan Demak dari tahun 1524 hingga 1527. Setelah itu, Fatahillah menjabat sebagai Depati Jayakarta selama 30 tahun. Pada tahun 1552, Fatahillah pindah ke Cirebon. Setelah Sunan Gunung Jati meninggal, Fatahillah ditunjuk sebagai Sultan Cirebon berikutnya. Fatahillah memerintah Cirebon selama hanya 2 tahun, dari tahun 1568 hingga 1570.

Setelah masa Fatahillah sunting

Setelah masa Fatahillah, Cirebon dipimpin oleh sultan-sultan berikutnya.

  • Panembahan Ratu I (Pangeran Mas Zainul Arifin) (bertakhta dari 1570 - 1649), bergelar Sultan Cirebon III ia merupakan anak dari Pangeran Sedang Kamuning (Pangeran Adipati Anom Carbon I). Permaisurinya adalah putri Sultan Adiwijaya dari Pajang.
  • Panembahan Ratu II (Panembahan Girilaya) (bertakhta dari 1649 - 1666), bergelar Sultan Cirebon IV ia merupakan anak Pangeran Sedang Gayam (Pangeran Adipati Anom Carbon II).

Panembahan Ratu II meninggal dunia pada tahun 1677, menyebabkan terjadi kekosongan kekuasaan selama 16 tahun. Pada masa ini, Cirebon berada di bawah pengaruh Mataram dan Banten. Pada tahun 1678, Kesultanan Cirebon terbagi menjadi dua kerajaan, yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Karena adanya perebutan kekuasaan antara kakak beradik, maka kerajaan baru tersebut diberi nama Kasepuhan (yang tua) dan Kanoman (yang muda).

Setelah pembagian Kesultanan Cirebon, Kasepuhan dipimpin oleh anak pertama Panembahan Ratu II yang bernama Pangeran Syamsudin Martawijaya, yang kemudian dinobatkan sebagai Sultan Sepuh I, sementara Kanoman dipimpin oleh adiknya yang bernama Pangeran Muhammad Badrudin Kartawijaya, yang kemudian dinobatkan sebagai Sultan Anom I.[9]

Rujukan sunting

  1. ^ Haris, Tawalinuddin (2016). "Bendera Macan Ali Koleksi Museum Tekstil Jakarta" (PDF). Paradigma, Jurnal Kajian Budaya.
  2. ^ Rosmalia. Dini. 2013. Identifikasi Pengaruh Kosmologi pada Lanskap Kraton Kasepuhan di Kota Cirebon. Bandung : Institut Teknologi Bandung
  3. ^ "Dalem Agung Pakungwati Keraton Kasepuhan Cirebon" – melalui www.youtube.com.
  4. ^ Hardhi. TR. 2014. Dakwah Sunan Gunung Jati dalam Proses Islamisasi Kesultanan Cirebon Tahun 1479-1568. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
  5. ^ Fajar, Rizky Nur. 2013. Perancangan Komunikasi Visual Publikasi Buku Seri Keraton Cirebon. Jakarta: Universitas Bina Nusantara
  6. ^ Hoadley, Mason C. 1994. Selective Judicial Competence : The Cirebon-Priangan Legal Administration, 1680-1792. New York : SEAP Publications
  7. ^ Wildan, Dadan 2003. Sunan Gunung Jati Antara Fiksi dan Fakta : Pembumian Islam dengan Pendekatan Struktural dan Kultural. Bandung : Humaniora Utama Press
  8. ^ "Kabupaten Cirebon - Sejarah Kabupaten Cirebon". Diarkibkan daripada yang asal pada 2016-07-29. Dicapai pada 2015-10-16. Unknown parameter |dead-url= ignored (bantuan)
  9. ^ Mason C. Hoadley (2018). "Selective Judicial Competence: The Cirebon-Priangan Legal ..." (dalam bahasa Inggeris): 149. Cite journal requires |journal= (bantuan)