Syair Kerajaan Bima

Syair Kerajaan Bima mengisahkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Kesultanan Bima pada kira-kira tahun 1815 hingga 1829. Ada empat kejadian yang diceritakan dalam syair tersebut: wafatnya sultan, diangkatnya penggantinya, serangan perompak dan meletusnya Gunung Tambora. Syair Kerajaan Bima dikarang seorang khatib yang bernama Lukman, yang masih merupakan kerabat sultan Bima, sekitar tahun 1830.

Bahasa sunting

Syair ini ditulis dalam ragam Bahasa Melayu yang umumnya tidak berbeza dengan yang dipakai di Pulau Jawa atau Sumatera. Namun, adanya pengaruh bahasa setempat Bahasa Mbojo terlihat pada ejaan Jawi yang digunakan pada teks; misalnya pengarang tidak menuliskan bunyi sengau di awal kata. terterap dari sifat bahasa Mbojo yang tidak punya bunyi konsonan di akhir kata lalu menunjukkan keanehan ejaan pada bunyi-bunyi k, t, p pada akhir kata.

Selain pengaruh bahasa Mbojo ditemukan juga kata-kata dari Bahasa Makassar yang umumnya mencakupi pakaian persalinan, perhiasan dan alat upacara. Pengarang juga menyisipkan kutipan Bahasa Arab dari hadis atau ayat Al-Quran.

Ringkasan sunting

  • Baris 1-10: Petuah dan perkenalan pengarang.
  • Baris 11-82: Letusan Gunung Tambora. Pengarang melukiskan peristiwa letusan yang berlangsung tiga hari tiga malam dan kelaparan yang terjadi.
  • Baris 83-217: Wafatnya Sultan Abdul Hamid. Pengarang menceritakan masa sultan gering, wafatnya, dan pemakamannya. Dikisahkan juga upacara sampai seratus hari sesudahnya.
  • Baris 218-288. Serangan Perompak. Pengarang menceritakan serbuan perompak. Para bajak laut menghancurkan Sanggar, dan mengalahkan orang-orang Melayu dan Bugis di Sape sebelum akhirnya diusir pasukan Bima.
  • Baris 289-487: Penobatan Sultan Ismail.

Sumber utama sunting

  • Chambert-Loir, Henri (2004). Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.