Apilan dan kota mara

(Dilencongkan dari Kota mara)

Apilan dan kota mara adalah dua istilah kelautan melayu yang merujuk pada struktur pada kapal tempat meriam dipasang. Istilah ini digunakan terutamanya pada perahu dan kapal Melayu.

Perahu perang melayu (1863).

Apilan sunting

 
Kapal perang suku Iranun (lanong) dengan apilan yang dipasang 2 meriam.

Apilan (atau ampilan)[1]:354 adalah perisai meriam (gunshield) kayu yang ditemukan di perahu melayu di mana meriam diletakkan. Ia mempunyai lubang untuk menempatkan meriam panjang, dan kadang-kadang meriam pusing dapat diletakkan di atas apilan. Apilan tidak kekal, ia dapat dirakit, dibongkar, dan dipindahkan.[2] Awak perahu melayu mengendalikan meriam panjang di belakang sebuah apilan. Apilan biasanya terletak di hadapan perahu.[3] Perisai meriam ini hanya dipasang apabila kapal sedang dalam tindakan. Sunting apilan adalah nama yang diberikan kepada dua lela atau meriam ringan yang berdiri di atas perisai meriam dari sebuah meriam berat.[4]

Etimologi sunting

Apilan adalah perkataan Melayu yang sebenarnya, tidak berasal dari perkataan apa pun. Ia juga perkataan yang berdiri sendiri, kerana fakta bahawa suku katanya adalah api-lan bukan apil-an.[5]

Kota mara sunting

 
Sebuah lakaran kotta mara yang dijumpai pada 6 Ogos 1859 menunjukkan keratan rentas di tengah rakit, pembinaan lubang penembakan, dan pembinaan tiang sudut.

Kota mara adalah tembok pertahanan atau casement perahu melayu. Fungsinya adalah melindungi penembak. Berlawanan dengan apilan, kota mara tidak dapat dipindahkan.[2] Ia adalah dinding permanen bateri meriam di kapal perompak Melayu. Istilah saga kota mara mengacu pada alat khas untuk menjaga perisai meriam (apilan) di posisinya. Kata benteng juga digunakan untuk dinding pertahanan permanen ini. Ambong-ambong adalah blok-blok kayu yang membentuk sebahagian daripada kerangka baterai dalam perahu perompak Melayu. Blok-blok ini menyokong pangkal dari benteng.[4] Kota mara sudah ada sejak sekurang-kurangnya abad ke-8 Masehi, ditunjukkan di relief kapal Borobudur.[6]

Etimologi sunting

Kata kotta berasal dari kata Melayu kota yang pada gilirannya berasal dari kata Sanskerta कोट्ट (kota) yang berarti benteng, perkubuan, istana kota, rumah yang dibentengi, kilang, kota, atau tempat yang dikelilingi oleh tembok.[7] Kata mara mungkin berasal dari kata melayu yang berarti "tampil ke hadapan", "maju", "datang",[5] "pindah ke depan", dan "lanjutan".[8] Oleh itu, ia dapat ditafsirkan sebagai "dinding pertahanan sebelum sebuah meriam" atau "dinding pertahanan di depan". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kota mara berarti (1) Dinding di atas kapal untuk melindungi orang yang memasang meriam (2) Teras atau dinding di atas sebuah benteng tempat meriam.[9] Menurut H. Warington Smyth, kota mara bermaksud sekerat melintang pada hadapan dan buritan kapal.[10] Benteng itu sendiri bermaksud bangunan tempat berlindung atau bertahan, dinding untuk menahan serangan, sesuatu yang dipakai untuk memperkuat atau mengekalkan kedudukan,[5] atau bateri.[4]

Contoh pada rekod sejarah sunting

 
Detail sebuah lanong. Apilan dan sunting apilan dapat dilihat.

Pemastautin Singapura John Crawfurd mencatat perompakan Melayu berhampiran perairan Singapura. Kapal-kapal bajak laut Melayu pada masa itu memiliki panjang 40–50 kaki (12–15 m) dengan lebar 15-kaki (4,6 m). Geladaknya terbuat dari kayu nibong yang terbelah. Kapal bajak laut yang lebih kecil memasang benteng tebal [apilan] saat bertempur, manakala yang lebih besar seperti yang dimiliki orang-orang Lanun memiliki tepi bambu yang menjorok tergantung di atas bibir kapal mereka, dengan tembok pertahanan [kota mara] dari anyaman rotan sekitar 3 kaki (1 meter) tingginya. Awaknya mungkin terdiri dari 20–30 orang, ditambah pendayung dari hamba yang ditangkap. Kapal kecil akan memiliki sembilan dayung setiap sisi; yang lebih besar bertingkat dua, dengan pendayung atas yang duduk di unjuran dinding tersembunyi di belakang bar rotan. Persenjataan bajak laut ini termasuk benteng di dekat haluan, dengan meriam besi atau loyang 4 paun, dan benteng lain di buritan, biasanya dilengkapi dengan dua meriam pusing. Mereka juga mungkin memiliki empat atau lima meriam pusing loyang, atau rantaka, di setiap sisi. Mereka mempunyai perisai buluh, dan bersenjatakan tombak, keris, senapang lantak dan senjata api lain yang bisa mereka peroleh.[11]

Keterangan H. H. Frese dari kapal peribadi Sultan Riau dari tahun 1883 terbaca:[12]

Kapal yang cepat dan mengagumkan ini bersenjata dengan kuat untuk memandu keluar bajak laut, bahaya nyata pada waktu itu. Dua meriam berat loyang yang diisi dari depan dipasang di geladak depan mengarah ke depan. Sebuah perisai berat, atau apilan, untuk melindungi para penembak, dibangun dari blok melintang yang mana kayu segar harus digunakan untuk mencegah pecahnya serpihan yang berbahaya apabila terkena meriam atau peluru.

Letnan T.J. Newbold mencatat tentang perahu perompak melayu:[3]

Perahu-perahu yang digunakan oleh perompak Melayu adalah seberat lapan hingga sepuluh ton, diawaki dengan baik dan sangat cepat, terutama dengan dayung pendek yang biasa digunakan. Mereka umumnya bersenjata dengan meriam pusing pada hadapan, tengah, dan buritan, berkaliber kecil, tetapi mempunyai jarak jangkau yang jauh. Apabila bersiap untuk menyerang, benteng kuat dari kayu yang disebut 'Apilan' didirikan, di belakangnya para kru berlindung, bertempur dengan meriam-meriam panjang mereka sampai mangsa mereka lumpuh; atau sampai gong membunyikan isyarat agar melakukan boarding (taktik merampas kapal musuh dengan naik ke atasnya).

Lihat pula sunting

Rujukan sunting

  1. ^ Crawfurd, John (1856). A Descriptive Dictionary of the Indian Islands and Adjacent Countries. Bradbury and Evans.
  2. ^ a b Wilkinson, Richard James (1908). An Abridged Malay-English Dictionary (Romanised). Kuala Lumpur: F.M.S Government Press.
  3. ^ a b Newbold, T.J. (1836). "Note on the States of Perak, Srimenanti, and other States in the Malay Peninsula". Journal of the Asiatic Society of Bengal. 5 – melalui Google Books.
  4. ^ a b c Wilkinson, Richard James (1901). A Malay-English dictionary. Hongkong: Kelly & Walsh, limited.   Rencana ini mengandungi teks dari sumber yang berada dalam domain awam.
  5. ^ a b c Departemen Pendidikan Nasional (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  6. ^ Liebner, Horst. "2016 Gambar Dan Tabel Perahu MSI short1.pdf" (PDF) (dalam bahasa Indonesia). Cite journal requires |journal= (bantuan)
  7. ^ Siegel, James T. (2018). Southeast Asia over Three Generations: Essays Presented to Benedict R. O'G. Anderson. New York: Cornell University Press. m/s. 94. ISBN 9781501718946.
  8. ^ "MARA - Definition and synonyms of mara in the Malay dictionary". educalingo.com (dalam bahasa Inggeris). Dicapai pada 2020-01-19.
  9. ^ Departemen Pendidikan Nasional (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  10. ^ Smyth, H. Warington (May 16, 1902). "Boats and Boat Building in the Malay Peninsula". Journal of the Society of Arts. 50: 570–588 – melalui JSTOR.
  11. ^ Murfett, Malcolm H. (2011). Between 2 Oceans (2nd Edn): A Military History of Singapore from 1275 to 1971. Marshall Cavendish International Asia Pte Ltd.
  12. ^ H. H. Frese. (1956). Small Craft in the Rijksmuseum voor Volkenkunde, Leiden. The Mariner's Mirror. 42 : 2, 101-112.