Kusu[1] (serapan lokal Maluku) adalah marsupial nokturnal termasuk dalam famili Phalangeridae merangkumi enam genus yakni Ailurops, Phalanger,[1] Spilocuscus,[1] Strigocuscus,[1] Wyulda, dan Trichosurus, empat genus yang disebut pertama dapat ditemukan di kepulauan timur Indonesia terbatas khusus Sulawesi (Spilocuscus, Strigocuscus dan Ailurops ditemukan di daerah Sulawesi Utara,Sulawesi Tengah, Pulau Buton, Pulau Sangihe dan Talaud.[2]), Maluku (Phalanger dan Spilocuscus di Maluku Utara, Pulau Halmahera, Pulau Bacan, dan Pulau Morotai yang terlihat pada wilayah dengan ketinggian 100 m) dan Papua (Phalanger dan Spilocuscus) [2] serta benua Australia.

Kuskus
Fail:Kuskus tutul.jpg
Kusu tutul
Pengelasan saintifik
Alam:
Filum:
Kelas:
Subkelas:
Order:
Keluarga:
sebagian
Genus

Menurut Petocz (1994), berdasar morfologi ditemukan lima spesies kusu di Papua yaitu: Phalanger gymnotis (kusu kelabu), Spilocuscus maculatus (kusu bertotol biasa), P. orientalis (kusu timur), S. rufoniger (kusu totol hitam), dan P. vestitus (kusu rambut sutera). Menurut Menzies (1991), ada juga S. papuensis (Waigeo cuscus, kusu pulau Waigeo) yang merupakan spesies endemik di Pulau Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat, serta menurut Aplin dan Helgen (2008) ada S. wilsoni (kusu totol Pulau Biak) yang merupakan kusu endemik di Pulau Biak dan Supiori, Provinsi Papua.[2]

Menurut Fatem dan Sawen (2007), kusu merupakan salah satu jenis satwa endemik di Papua yang secara hukum dilindungi pemerintah melalui SK. Menteri Pertanian No. 247/KPTS/UM4/1979 dikeluarkan Pemerintah Indonesia. Perlindungan terhadap hewan langka meliputi lima jenis Kusu yaitu P. orientalis (kusu coklat biasa/kusu timur), P. gymnotis (kusu kelabu), P. rufoniger (kusu totol hitam), P. vestitus (kusu rambut sutra), dan S. maculatus (kusu bertotol biasa). Selain itu yang terancam punah juga jenis P. urinus (kusu putih) yang banyak hidup di hutan belantara Papua. Hal ini akibat perburuan liar secara tak terkendali untuk diperjualbelikan dengan harga relatif mahal. Spesies kusu menurut Latinis (1996) yang ada di Maluku adalah S. maculatus dan P. orientalis. Kusu yang ada di Sulawesi adalah Strigocuscus celebensis (kusu kerdil) dan Ailurops ursinus (kusu beruang).[2]

Kusu diketahui berkisar dalam ukuran dari hanya 15 cm sampai lebih dari 60 cm, meskipun kusu berukuran rata-rata cenderung sekitar 45 cm (18 inci). Kusu juga memiliki cakar yang panjang dan tajam yang membantu kusu saat bergerak di sekitar pepohonan. Kusunya memiliki bulu yang tebal dan bermacam warna seperti coklat,hitam dan putih.Selain itu kusu mempunyai ekor yang panjang dan kuat (prehensile) yang berfungsi sebagai alat untuk berpegangan saat berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Ekor kusu juga menjadi senjata pertahanan dengan cara mengaitkan ekornya kuat-kuat pada batang atau cabang pohon.[3]

Kusu menghabiskan hidupnya hampir secara khusus di pepohonan. Kusu berada di pepohonan pada siang hari, tertidur di dedaunan lebat dan terbangun di malam hari untuk mulai bergerak melalui pepohonan untuk mencari makanan. Kusu adalah hewan omnivora tetapi makanan utama kusu adalah serangga, daun dan buah sesekali kusu memakan anak burung dan reptil kecil.[3]

Tabiat sunting

Keberanakan sunting

Kusu membiak sepanjang tahun, ai betina melahirkan antara 2 sampai 4 anak setelah tempoh bunting hanya beberapa minggu. Seperti semua marsupialia lainnya, kusu betina memiliki kantong di perutnya dimana bayi kusu baru lahir merangkak masuk dan bertahan sampai mereka lebih besar dan bisa mulai makan sendiri. Biasanya hanya satu dari bayi kusu yang akan bertahan dan keluar dari kantong setelah 6 atau 7 bulan.[3]

Jenis-jenis kusu sunting

 
Pohon Dracontomelum dao di Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus.

Beberapa jenis kusu di Indonesia antara lain adalah sebagai berikut:

Kusu beruang (Ailurops ursinus) sunting

 
Kusu beruang (Ailurops ursinus)

Kusu beruang (Ailurops ursinus) merupakan salah satu jenis kusu yang hanya dapat ditemukan di Sulawesi. Kusu beruang memiliki berat 7 kg dan tinggi sekitar 1,2 m (untuk ukuran dewasa). Kusu beruang adalah hewan arboreal sehingga habitat dari hewan ini berada di bagian canopy atas pohon di hutan hujan tropis.[4] Kusu beruang memiliki yang sangat pendek, telinga berbulu. Perpaduan kenampakan itu terdiri dari kulit bawah yang halus dan licin dan rambut yang kasar. Warna rambut dari kusu ini bervariasi berkisar dari hitam sampai abu-abu sampai coklat dengan perut berwarna lebih terang dan ujung ekstremitas, dengan variasi tergantung lokasi geografis dan umur hewan.[4] Kusu beruang memiliki ekor prehensile yang panjangnya setengah dari total panjang tubuh yang berfungsi sebagai alat untuk berpegangan saat berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Ekor kusu juga menjadi senjata pertahanan dengan cara mengaitkan ekornya kuat-kuat pada batang atau cabang pohon.[3][4] Sistem kawin dan tingkah laku dari kusu beruang tidak diketahui. Betina dewasa A. ursinus melahirkan satu atau dua kali dalam setahun. Bayi kusu lahir di bagian altrisial yang ekstrim pada tubuh dan terus berkembang di kanton. Setelah delapan bulan, perkembangannya cukup untuk memungkinkan kelangsungan hidup, meski tetap dengan induknya untuk periode tambahan. Tidak diketahui usia berapa Ailurops ursinus mencapai kematangan perkembangan.[4] Kusu beruang cenderung hidup berpasangan atau kelompok tiga sampai empat. Mereka tipe hewan arboreal, bergerak perlahan dari pohon ke pohon menggunakan ekor prehensile mereka. Sebagian besar hidupnya setiap hari dihabiskan untuk beristirahat atau tidur, dengan sedikit waktu untuk memberi makan dan perawatan dan bahkan lebih sedikit interaksi sosial. Telah diduga bahwa aktivitas menyebar sepanjang siang dan malam, dengan periode istirahat antara makan atau aktivitas lainnya. Daun, sumber makanan utama, mengandung kadar gizi rendah dan masa istirahat mungkin diperlukan untuk mencerna selulosa. Makanan umum yang dimakan meliputi: daun pohon (Garuga floribunda, Melia azedarach, Dracontomelum dao), daun mistletoe (Cananga odorata, Palaquium amboinense), buah mentah, bunga dan kuncup.[4] Kusu beruang terdaftar sebagai satwa rentan (Vulnerable) karena penurunan populasi yang terus berlanjut diperkirakan dan diproyeksikan melebihi 30% dalam periode sepuluh tahun (5 pada masa lalu, 5 pada masa depan) karena tingginya laju deforestasi dan perburuan spesies ini di Sulawesi.[5]

Kusu kerdil (Strigocuscus celebensis) sunting

 
Kusu kerdil (Strigocuscus celebensis)

Strigocuscus celebensis atau kusu kerdil hanya ditemukan di Sulawesi. Kusu kerdil berhabitat di hutan hujan, di hutan sekunder dan kebun di sekitar tempat tinggal manusia. Kusu kerdil memiliki warna pucat keseluruhan tubuhnya, garis dorsal yang kurang, dan ekornya sebagian telanjang. Kusu ini berukuran kecil, beratnya 1 kg atau kurang. Panjang kepala dan badan 294 sampai 380 mm dan panjang ekor 270 sampai 373 mm. Sistem reproduksi dari kusu kerdil ini adalah monogami. Spesies kusu ini makanannya adalah daun, buah, bunga, kulit kayu, serbuk sari, dan jamur.[6] Kusu kerdil bersifat nokturnal dan arboreal. Pasangan kusu ini dikenal sering melakuan tidur di mahkota pohon kelapa. Strigocuscus celebensis terjadi pada sympatry dengan kusu beruang di Sulawesi (Ailurops ursinus) di pulau Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya. Jantan dari spesies kusu paling agresif satu sama lain dan tidak dapat disimpan bersama di penangkaran.[6] Kusu kerdil terdaftar sebagai satwa rentan (Vulnerable) karena penurunan populasi yang terus berlanjut diperkirakan dan diproyeksikan melebihi 30% dalam periode sepuluh tahun (5 pada masa lalu, 5 pada masa depan) karena tingginya laju deforestasi dan perburuan spesies ini di Sulawesi.[7]

Konservasi sunting

Menurut CITES, kusu termasuk hewan langka kategori Appendix 2, yaitu hewan langka yang dilindungi di alamnya, tak boleh diambil dan dijual apabila keturunan hewan langka langsung dari alam. Namun, apabila sudah ditangkarkan, keturunan generasi ketiga atau F2-nya boleh dimanfaatkan.[8]

Kusu di Indonesia sendiri termasuk dalam satwa yang diatur dalam UU. No 7 Tahun 1999.[9]

Rujukan sunting

  1. ^ a b c d Ibnu Maryanto, Anang Setiawan Achamdi, Marfua hasiholan Sinaga (2007). Nama daerah mamalia Indonesia· m/s. 14-7. ISBN 979-979-000-1.
  2. ^ a b c d Widayanti, Rini, Hery Wijayanto, Woro Danur Wendo, and Rony Marsyal Kunda. "Identifikasi Keragaman Genetik Gen 12S Ribomsom RNA Sebagai Penanda Genetik untuk Penentuan Spesies Kuskus (IDENTIFICATION OF GENETIC DIVERSITY 12SRRNA GENES AS GENETIC MARKER FOR DETERMINING SPECIES CUSCUS)." Jurnal Veteriner 16, no. 2: 227-235.
  3. ^ a b c d http://a-z-animals.com/animals/cuscus/
  4. ^ a b c d e "Ailurops ursinus (bear cuscus)". Animal Diversity Web (dalam bahasa Inggeris). Dicapai pada 2017-11-03.
  5. ^ "Ailurops ursinus (Bear Cuscus, Bear Phalanger, Sulawesi Bear Cuscus, Sulawesi Bear Phalanger)". www.iucnredlist.org. Dicapai pada 2017-11-03.
  6. ^ a b "Strigocuscus celebensis (little Celebes cuscus)". Animal Diversity Web (dalam bahasa Inggeris). Dicapai pada 2017-11-03.
  7. ^ "Strigocuscus celebensis (Little Celebes Cuscus, Small Cuscus, Small Sulawesi Cuscus)". www.iucnredlist.org. Dicapai pada 2017-11-03.
  8. ^ https://www.cites.org/sites/default/files/notif/E-Notif-2016-064-A.pdf
  9. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarkibkan daripada yang asal (PDF) pada 2019-11-26. Dicapai pada 2017-11-03. Unknown parameter |dead-url= ignored (bantuan)