Gunungan atau kayonan (juga kayon, "kayuan" dalam bahasa Jawa) adalah binaan berbentuk kerucut atau segitiga (bahagian atas meruncing) yang dimunculkan dalam pertunjukan wayang kulit serata Nusantara. Ia sering dibentuk diilhamkan gunung[1][2] mahupun pokok.

Sebuah gunungan wayang Jawa memaparkan pintu tertutup diapit dua ekor yaksa.

Rupa gunungan mempunyai nilai rohani yang tinggi mengajarkan mengenai kebijaksanaan tercermin dalam lakon wayang dipersembahkan.

Fungsi sunting

Sebelum wayang dimainkan, "gunungan" atau "kayonan" ini dipacakkan di tengah-tengah layar atau kelir.[2][3] Alat ini dicondongkan sedikit ke kanan menandakan lakon wayang belum dimulakan bagaikan dunia yang belum beriwayat. Gunungan dicabut dan dijajarkan di sebelah kanan sebaik bermulanya persembahan ini.[2] Gunungan atau kayonan ini selanjutnya boleh dipakai menandakan bergantinya adegan atau tahapan sesebuah cerita lakon di mana ia pacakkan mencondong ke kiri.

Selain itu juga, gunungan digunakan juga untuk melambangkan keberadaan api atau angin dengan adanya rupa berwarna kemerahan di sisi belakang alat yang dihadapkan arah layar. Gunungan turut dipergunakan untuk melambangkan latar hutan rimba, tanah, jalanan dan sebagainya, yakni mengikuti dialog dari dalang.

Jenis sunting

Dalam wayang Jawa sunting

 

Pada fungsi standar, yaitu sebagai pembuka dan penutup suatu babak pertunjukan, tergambar dua hal pada dua sisi yang berbeza. Pada salah satu sisi, terdapat gambar pintu gerbang yang dijaga oleh dua raksasa bersenjatakan pedang dan perisai.[2] Bahagian itu melambangkan pintu gerbang istana, dan pada waktu dimainkan gunungan dipergunakan sebagai istana. Di sebelah atas gunung terdapat pohon kehidupan (kalpataru) yang dibelit oleh seekor ular naga. Pada cabang pohon digambarkan beberapa binatang hutan, seperti harimau, banteng, kera, dan burung. Gambar secara keseluruhan menggambarkan keadaan di dalam hutan belantara.[2] Sisi ini melambangkan keadaan dunia beserta isinya. Pada sisi sebaliknya, digambarkan kobaran api menyala-nyala. Ini melambangkan kekacauan dan neraka.

Gunungan ada dua macam, yaitu Gunungan Gapuran dan Gunungan Blumbangan. Gunungan Blumbangan digubah oleh Sunan Kalijaga dalam zaman Kerajaan Demak. Kemudian pada zaman Kartasura digubah lagi dengan adanya Gunungan Gapuran.

Dalam wayang Kelantan sunting

Wayang kulit yang dipersembahkan di Kelantan, Semenanjung Malaysia mempunyai suatu alat kayonan sama disebutkan sebagai pohon beringin.[4][5] "Kayuan" beringin ini melambangkan "sebuah dunia yang sarat dengan segala kehidupan" yang hendak dipersembahkan untuk tontonan ramai dengan adanya segala yang ada "di air, di bumi dan juga di udara".[3]

Lihat pula sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ [Hardjowirogo. 1982. Sejarah Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka]
  2. ^ a b c d e "Makna Gunungan". Dicapai pada 5 Mac 2011.)
  3. ^ a b "Pohon Beringin". Perbadanan Muzium Negeri Kelantan. 27 Februari 2021. Dicapai pada 14 Ogos 2021.
  4. ^ Kustopo (September 2020). Mengenal Kesenian Nasional 1: Wayang. Alprin. m/s. 43. ISBN 978-623-263-487-9.
  5. ^ Wong, Fiona, E Chiong; Ghulam-Sarwar, Yousof (Dis 2018). "The Visual Elements in The Pohon Beringin Figure of the Kelantan Shadow Play". Malaysian Journal of Performing and Visual Arts. University of Malaya Cultural Centre. 4: 63–78. doi:10.22452/MJPVA.vol4no1.4.