Constantinus I

(Dilencongkan dari Constantine I)

Flavius Valerius Aurelius Constantinus atau lebih umumnya dikenali dengan nama Constantinus I (bahasa Inggeris: Constantine I) dan Constantinus Agung (Latin: Constantinus Magnus, bahasa Inggeris: Constantine the Great) adalah seorang Maharaja Rom berbangsa Illyria yang diumumkan sebagai Augustus oleh tenteranya pada tahun 306 dan memerintah Empayar Rom sehingga ke akhir hayatnya. Beliau dikenali sebagai maharaja Rom pertama yang beragama Kristian dan mengeluarkan Dekri Milan yang mengakhiri penganiyaan penganut Kristian dalam empayar tersebut.

Constantinus I
Maharaja Empayar Rom
Tugu kepala Constantine di Muzium Capitoline
Pemerintahan306 - 312 (dipanggil Augustus di Barat, secara rasminya dijadikan Caesar oleh Galerius dengan Severus sebagai Augustus, dengan persetujuan Maximian, menolak penurunan ke pangkat Caesar pada 309);
312 - 324 (tidak dipertikai sebagai Augustus di Barat);
324 - 22 Mei 337 (maharaja seluruh empayar)
Nama penuhFlavius Valerius Aurelius Constantinus
DimakamkanKustantiniyah
PendahuluConstantius Chlorus
PenggantiConstantine II, Constantius II dan Constans
IsteriMinervina, mati atau bercerai sebelum 307
Fausta
AnakandaConstantina, Helena, Crispus, Constantinus II, Constantius II dan Constans
DinastiConstantine
AyahandaConstantius Chlorus
BondaHelena

Sumber-sumber sunting

Constantinus adalah salah seorang penguasa besar yang penting dalam sejarah, dan baginda senantiasa menjadi salah seorang tokoh yang kontroversial.[1] Naik turunnya reputasi Constantinus mencerminkan sifat dari sumber-sumber kuno seputar pemerintahannya. Sumber-sumber ini sangat banyak tersedia dan terperinci,[2] namun sangat dipengaruhi oleh propaganda rasmi zaman tersebut,[3] dan sering kali hanya sepihak.[4] Tidak terdapat cerita sejarah ataupun biografi yang masih dilestarikan hingga sekarang berkenaan dengan pemerintahan dan kehidupan Constantinus.[5] Sumber pengganti yang terdekat adalah Vita Constantini karya Eusebius dari Caesarea, suatu karya gabungan eulogi dan hagiografi.[6] Ditulis antara tahun 335 M dan s. 339 M,[7] Vita meninggikan dasar agama dan moral dari Constantinus.[8] Vita menciptakan suatu citra positif Constantinus yang menimbulkan perdebatan,[9] dan para sejarawan modern sering kali meragui keandalannya.[10] Seluruh kehidupan sekuler Constantinus dikisahkan dalam sebuah karya awanama berjudul Origo Constantini.[11] Sebagai sebuah karya yang tidak jelas tarikhnya,[12] Origo berfokus pada peristiwa-peristiwa ketenteraan dan politik, mengabaikan hal-hal agama dan budaya.[13]

De Mortibus Persecutorum karya Lactantius, sebuah pamflet politis Kristiani pada masa pemerintahan Diocletianus dan zaman Tetrarki, menyajikan informasi berharga namun terdapat rincian yang berat sebelah mengenai para pendahulu dan kehidupan awal Constantinus.[14] Sejarah-sejarah gerejawi dari Sokrates, Sozomen, dan Theodoretus menggambarkan perselisihan keagamaan pada masa akhir pemerintahan Constantinus.[15] Karya-karya para sejarawan gerejawi itu ditulis pada masa pemerintahan Theodosius II (408–50 M), seabad setelah pemerintahan Constantinus, serta dianggap mengaburkan peristiwa-peristiwa dan teologi-teologi pada zaman Constantinus melalui penyimpangan, kekeliruan, dan ketidakjelasan yang disengaja.[16] Tulisan-tulisan semasa dari seorang Kristiani ortodoks bernama Athanasius dan sejarah gerejawi dari seorang Arian bernama Filostorgius juga masih terlestarikan hingga saat ini, kendatipun terdapat berat sebelah yang tidak kalah tegasnya.[17]

Berbagai-bagai epitome dari Aurelius Victor (De Caesaribus), Eutropius (Breviarium), Festus (Breviarium), dan penulis awanama Epitome de Caesaribus menyajikan sejarah ketenteraan dan politik sekuler yang dipadatkan dari zaman tersebut. Meskipun bukan sumber Kristiani, epitome-epitome itu melukiskan suatu citra baik Constantinus, tetapi tidak mengandungi rujukan segala dasar keagamaan pemerintahan Constantinus.[18] Panegyrici Latini, suatu kumpulan panegirik dari akhir abad ke-3 dan awal abad ke-4, menyajikan informasi berharga mengenai politik dan ideologi pada zaman tetrarki dan kehidupan awal Constantinus.[19] Jurubina kontemporari seperti Pelengkung Constantinus di Roma dan istana-istana di Gamzigrad dan Cordoba,[20] peninggalan epigrafi, dan wang logam dari era tersebut melengkapi sumber-sumber persuratan yang tersedia.[21]

Kehidupan awal sunting

[[Berkas:Medijana.jpg|jmpl|Sisa-sisa istana mewah di Mediana yang dididirikan oleh Constantinus I di dekat Naissus, kota kelahirannya.]]

Flavius Valerius Constantinus, nama aslinya, diputerakan di kota Naissus (sekarang Niš, Serbia), baahgian dari Provinsi Dardania di Moesia pada tanggal 27 Februari,[22] mungkin s. 272 M.[23] Ayahnya Flavius Constantius, seorang berbangsa Iliria,[24][25] dan asli dari Provinsi Dardania di Moesia (Dacia Ripensis kelak).[26] Constantinus kemungkinan hanya menghabiskan sedikit waktu dengan ayahnya,[27] yang adalah seorang perwira tentara Romawi dan termasuk salah seorang pengawal Maharaja Aurelianus. Ayahandanya digambarkan sebagai seorang yang toleran dan memiliki keterampilan berpolitik,[28] yang menapaki kariernya tahap demi tahap, dijadikan gubernur Dalmatia oleh Maharaja Diocletianus, salah seorang kolega Aurelianus dari Ilirikum, pada tahun 284 atau 285.[26] Ibu Constantinus adalah Helena, kemungkinan seorang Bitinia dengan status sosial rendah.[29] Tidak dapat dipastikan apakah baginda menikah secara sah dengan Konstantius, atau hanya menjadi selirnya.[30] Tidak ada kejelasan apakah Constantinus dapat berbicara bahasa Trakia, bahasa utamanya adalah Latin dan baginda memerlukan penterjemah bahasa Yunani saat berpidato di hadapan publik.[31]

jmpl|400px|kiri|Orang tua dan saudara-saudari Constantinus, tahun dalam kurung siku mengindikasikan perolehan gelar minor.

Pada bulan Juli 285 M, Diocletianus mendeklarasikan Maximianus, koleganya yang lain dari Ilirikum, sebagai rekan-maharaja. Masing-masing maharaja memiliki istana sendiri, kekuasaan administratif serta tentera tersendiri, dan masing-masing memerintah dengan prefek praetoria terpisah sebagai deputi kepala.[32] Maximianus memerintah di Barat, dari ibu kotanya di Mediolanum (Milan, Italia) atau Augusta Treverorum (Trier, Jerman), sementara Diocletianus memerintah di Timur, dari Nikomedia (İzmit, Turki). Pembagian ini dianggap pragmatis: Empayar disebut "tak terbagi" dalam panegirik rasmi,[33] dan kedua maharaja dapat bergerak dengan bebas di seluruh Empayar.[34] Pada tahun 288, Maximianus menunjuk Konstantius sebagai prefek praetorianya di Galia. Konstantius meninggalkan Helena untuk menikahi Teodora, anak tiri Maximianus, pada tahun 288 atau 289.[35]

Diocletianus kembali membagi Empayar pada tahun 293 M, menunjuk dua Caesar (maharaja junior) untuk memerintah atas wilayah pembagian lanjutan di Timur dan Barat. Keduanya berada di bawah Augustus (maharaja senior) masing-masing, tetapi mereka dapat bertindak dengan otoritas tertinggi dalam wilayah kekuasaan masing-masing. Sistem ini kelak disebut Tetrarki. Penunjukkan pertama Diocletianus untuk jabatan Caesar adalah Konstantius; penunjukkan kedua adalah Galerius, yang berasal dari Felix Romuliana. Menurut Laktansius, Galerius adalah seorang yang brutal dan bersifat kebinatangan. Kendati sama-sama menganut paganisme dari aristokrasi Roma, baginda dipandang oleh mereka sebagai seorang sosok asing, seorang semibarbar.[36] Pada tanggal 1 Maret, Konstantius dipromosikan ke jabatan Caesar, dikirim ke Galia untuk memerangi pemberontakan Karausius dan Alektus.[37] Kendati terdapat implikasi meritokratis, Tetrarki tersebut mempertahankan peninggalan dari hak istimewa keturunan,[38] dan Constantinus segera menjadi kandidat utama Caesar di masa mendatang setelah ayahnya mendapatkan posisi tersebut. Constantinus mendiami istana Diocletianus, tempat baginda hidup sebagai pewaris ayahnya sebagaimana dihipotesiskan.[39]

Di Timur sunting

[[Berkas:Istanbul - Museo archeol. - Diocleziano (284-305 d.C.) - Foto G. Dall'Orto 28-5-2006.jpg|jmpl|lurus|Kepala dari sebuah patung Diocletianus, Augustus Timur.]]

Constantinus menerima pendidikan formal di istana Diocletianus, tempat baginda belajar sastra Latin, bahasa Yunani, dan filsafat.[40] Lingkungan budaya di Nikomedia bersifat terbuka, fleksibel, dan kesosialannya luwes; Constantinus mampu berbaur dengan para intelektual baik dari kaum pagan mahupun Kristiani. Baginda mungkin menghadiri pengajaran yang diberikan Laktansius, seorang akademisi Kristiani dalam keilmuan Latin di kota tersebut.[41] Karena Diocletianus tidak sepenuhnya mempercayai Konstantius—tak satu pun dari para penguasa Tetrarki yang sepenuhnya percaya pada kolega mereka—Constantinus dijaga sebagai semacam sandera, suatu alat untuk memastikan Konstantius menunjukkan sikapnya yang terbaik. Bagaimanapun Constantinus tetap seorang anggota keluarga istana yang menonjol: baginda berperang bagi Diocletianus dan Galerius di Asia, dan melayani dalam beragam tribunat; baginda melangsungkan kampanye tentera terhadap kaum barbar di Danube pada tahun 296 M, serta bertempur melawan bangsa Persia yang berada di bawah kekuasaan Diocletianus di Siria (297 M) dan di bawah kekuasaan Galerius di Mesopotamia (298–299 M).[42] Pada akhir tahun 305 M, baginda telah menjadi seorang tribunus peringkat pertama, seorang tribunus ordinis primi.[43]

Constantinus telah kembali ke Nikomedia dari front timur pada musim semi tahun 303 M, sehingga turut menyaksikan awal mula "Penganiayaan Besar" yang dilangsungkan Diocletianus, penganiayaan terhadap umat Kristiani yang paling berat dalam sejarah Romawi.[44] Pada tahun 302 akhir, Diocletianus dan Galerius mengirim seorang utusan ke orakel Apollo di Didima dengan suatu pertanyaan terkait umat Kristiani.[45] Constantinus dapat mengingat kehadirannya di istana saat utusan tersebut kembali, ketika Diocletianus mengabulkan tuntutan kalangan istananya untuk melangsungkan penganiayaan secara universal.[46] Pada tanggal 23 Februari 303 M, Diocletianus memerintahkan penghancuran bangunan gereja baru di Nikomedia, membakar kitab-kitab suci yang terdapat di dalamnya, dan menyita hartanya. Selama bulan-bulan berikutnya, berbagai bangunan gereja dan kitab suci dihancurkan, orang-orang Kristiani kehilangan jabatan resminya, dan para imam dipenjarakan.[47]

Constantinus tidak memainkan peranan apapun dalam penganiayaan tersebut.[48] Dalam tulisan-tulisannya kelak baginda berupaya menampilkan dirinya sebagai seorang penentang dari "maklumat-maklumat berdarah" Diocletianus terhadap "jemaah Allah",[49] namun tidak terlihat indikasi kalau baginda melakukan penentangan secara efektif pada saat tersebut.[50] Meskipun tidak ada kalangan Kristiani kontemporer yang menantang Constantinus kerana baginda tidak berbuat apa-apa selama masa penganiayaan, hal ini tetap dianggap sebagai suatu beban politis sepanjang hidupnya.[51]

Pada tanggal 1 Mei 305 M, Diocletianus, sebagai akibat dari suatu penyakit parah yang dideritanya sejak musim dingin tahun 304–305 M, mengumumkan pengunduran dirinya. Dalam suatu upacara paralel di Milan, Maximianus melakukan hal yang sama.[52] Laktansius menyatakan bahawa Galerius memanipulasi Diocletianus yang berada dalam kondisi lemah agar mengundurkan diri, dan memaksa dia untuk menerima para sekutu Galerius dalam suksesi imperial. Menurut Laktansius, orang banyak yang mendengarkan pidato pengunduran diri Diocletianus meyakini, sampai saat-saat terakhir, bahawa Diocletianus akan memilih Constantinus dan Maxentius (putera Maximianus) sebagai para penggantinya.[53] Namun yang terjadi tidak demikian: Konstantius dan Galerius dipromosikan menjadi Augustus, sementara Severus dan Maximinus Daia, keponakan Galerius, berturut-turut ditunjuk sebagai Caesar mereka. Constantinus dan Maxentius diabaikan.[54]

Beberapa sumber kuno merinci plot-plot yang dilakukan Galerius terhadap Constantinus dalam bulan-bulan berikutnya setelah abdikasi Diocletianus. Sumber-sumber tersebut menegaskan bahawa Galerius menugaskan Constantinus memimpin suatu unit untuk maju terlebih dulu dalam serangan kavaleri melalui rawa-rawa di tengah Sungai Donau (Danube), membuatnya terlibat dalam duel satu lawan satu dengan seekor singa, serta berusaha untuk membunuhnya dalam perburuan dan peperangan. Constantinus selalu tampil sebagai pemenang: singa dalam kontes tersebut kondisinya lebih buruk daripada Constantinus; Constantinus kembali ke Nikomedia dari Danube dengan seorang Sarmatia yang ditawan untuk diletakkan di kaki Galerius.[55] Tidak jelas sejauh mana kisah-kisah tersebut dapat dipercaya.[56]

Di Barat sunting

Constantinus menyadari masih adanya bahaya tersirat di dalam istana Galerius, tempat baginda ditahan sebagai seorang sandera virtual. Kariernya bergantung pada penyelamatan yang dilakukan oleh ayahnya di Barat. Konstantius bertindak cepat dengan melakukan intervensi.[57] Pada akhir musim semi atau awal musim panas tahun 305 M, Konstantius meminta izin agar puteranya diperbolehkan membantunya dalam kampanye di Britania. Setelah minum sepanjang malam, Galerius mengabulkan permintaan tersebut. Propaganda Constantinus kelak mendeskripsikan bagaimana baginda melarikan diri dari istana pada malam hari, sebelum Galerius berubah pikiran. Baginda mengendarai kuda dengan kecepatan tinggi dari satu stasiun pos ke stasiun pos lainnya, melumpuhkan (hamstringing) kuda-kuda lain di belakangnya.[58] Pada saat Galerius terbangun keesokan paginya, Constantinus telah melarikan diri sedemikian jauh sehingga sulit dikejar.[59] Constantinus bergabung dengan ayahnya di Galia, di Bononia (Boulogne) sebelum musim panas tahun 305 M.[60]

[[Berkas:Constantine, York Minster.jpg|jmpl|kiri|Patung perunggu Constantinus I di York, Inggris, dekat tempat baginda memproklamirkan diri sebagai Augustus pada tahun 306.]]

Dari Bononia mereka menyeberangi Selat menuju Britania dan melakukan perjalanan ke Eboracum (York), ibu kota provinsi Britannia Secunda dan merupakan suatu pangkalan tentera besar. Constantinus menghabiskan waktu selama setahun di Britania utara dengan mendampingi ayahnya, melakukan kampanye tentera terhadap suku Pict di luar Tembok Hadrianus pada musim panas dan musim gugur.[61] Kampanye Konstantius, sebagaimana yang dilakukan Septimius Severus sebelumnya, kemungkinan berlanjut hingga jauh ke utara tanpa meraih kesuksesan besar.[62] Konstantius lalu menderita sakit parah, dan wafat pada tanggal 25 Juli 306 di Eboracum. Sebelum wafat, baginda menyatakan dukungannya untuk mengangkat Constantinus ke peringkat Augustus sepenuhnya. Chrocus, raja suku Alemanni, seorang barbar yang mengabdi pada Konstantius, kemudian memproklamirkan Constantinus sebagai Augustus. Pasukan yang setia pada Konstantius mengikutinya secara aklamasi. Galia dan Britania segera menerima kekuasaannya;[63] Sementara Iberia, yang baru menjadi wilayah kekuasaan ayahnya kurang dari setahun, menolaknya.[64]

[[Berkas:Bust of Constantine I from York YORYM 1998 23.jpg|jmpl|ka|Patung kepala Constantinus Agung yang terbuat dari marmer di Stonegate, York.]]

Constantinus mengirimkan Galerius sebuah pemberitahuan rasmi mengenai wafatnya Konstantius dan aklamasinya sendiri. Bersama dengan pemberitahuan itu, baginda menyertakan sebuah potret dirinya mengenakan jubah seorang Augustus.[65] Potret tersebut dilingkari daun-daun dafnah.[66] Baginda meminta pengakuan sebagai pewaris takhta ayahnya, dan melemparkan tanggung jawab pengangkatannya yang melanggar hukum kepada pasukannya, mengklaim kalau mereka telah memaksakannya kepada dia.[67] Galerius marah besar kerana pesan itu; baginda nyaris membakar potret tersebut. Para penasihatnya menenangkan dia, dan berpendapat bahawa penolakan langsung atas klaim Constantinus berarti perang.[68] Galerius terpaksa berkompromi: baginda memberikan Constantinus gelar "Caesar", bukan "Augustus" (jabatan ini sebagai gantinya diberikan ke Severus).[69] Untuk memperjelas kalau baginda sendiri yang memberikan Constantinus legitimasi, Galerius secara pribadi mengirimkan Constantinus jubah ungu tradisional kekaisarannya.[70] Constantinus menerima keputusannya,[69] kerana mengetahui bahawa hal itu akan menghapus keraguan mengenai legitimasinya.[71]

Pemerintahan awal sunting

jmpl|Potret Gaius Flavius Valerius Constantinus pada keping wang Romawi. Inskripsi di sekitar potret adalah "Constantinus Aug[ustus]".

Bagian wilayah Empayar yang menjadi kekuasaan Constantinus meliputi Britania, Galia, dan Spanyol. Dengan demikian baginda memimpin salah satu pasukan terbesar Romawi, yang menempati perbatasan penting Rhein.[72] Setelah promosinya menjadi maharaja, Constantinus tetap di Britania, mengusir kembali suku Pict dan mengamankan kendalinya di keuskupan-keuskupan sipil bagian barat laut. Baginda menyelesaikan rekonstruksi pangkalan-pangkalan tentera yang dimulai sejak pemerintahan ayahnya, dan memerintahkan perbaikan jalan raya di kawasan itu.[73] Baginda segera berangkat menuju Augusta Treverorum (Trier) di Galia, ibu kota Tetrarki di Empayar Romawi bagian barat laut.[74] Suku Franka, setelah mengetahui aklamasi Constantinus, menginvasi Galia di hilir Sungai Rhein selama musim dingin tahun 306–307 M.[75] Constantinus mengusir mereka kembali ke luar Rhein dan menangkap dua raja mereka, Ascaric dan Merogaisus. Kedua raja dan tentara mereka dijadikan mangsa hewan-hewan di amfiteater Trier dalam perayaan-perayaan adventus (kedatangan) yang mengiringinya.[76]

[[Berkas:Trier Kaiserthermen BW 1.JPG|jmpl|kiri|Pemandian-pemandian umum (thermae) yang dibangun di Trier oleh Constantinus. Lebih dari 100 meter lebarnya dengan panjang 200 meter, dan mampu menampung beberapa ribu orang pada waktu bersamaan, pemandian-pemandian tersebut dibangun untuk menandingi yang terdapat di Roma.[77]]]

Constantinus memulai perluasan Trier. Baginda memperkuat dinding yang mengelilingi kota dengan menara-menara tentera dan gerbang-gerbang berkubu, serta mulai membangun kompleks istana di bagian timur laut kota. Di sisi selatan istananya, baginda memerintahkan pembangunan sebuah balairung formal yang besar, dan sebuah pemandian imperial yang sangat besar. Constantinus memprakarsai banyak projek bangunan di seluruh Galia selama masa jabatannya sebagai maharaja Barat, khususnya di Augustodunum (Autun) dan Arelate (Arles).[78] Menurut Laktansius, Constantinus mengikuti jejak ayahnya dalam hal kebijakan toleransi terhadap Kekristenan. Meskipun belum menjadi seorang penganut Kristiani, baginda mungkin pada saat itu menilainya sebagai kebijakan yang lebih bijaksana daripada penganiayaan secara terbuka,[79] dan sebagai salah satu cara untuk membedakan dirinya dari sang "penganiaya besar", Galerius.[80] Constantinus secara rasmi memutuskan diakhirinya penganiayaan, dan mengembalikan segala milik penganut Kristiani yang telah hilang selama masa penganiayaan.[81]

Karena Constantinus umumnya masih belum teruji dan memiliki suatu jejak ilegitimasi, baginda mengandalkan reputasi ayahnya dalam propaganda awalnya: berbagai panegirik tertua mengenai Constantinus memuat perbuatan-perbuatan ayahnya sebanyak perbuatan-perbuatan Constantinus sendiri.[82] Projek-projek bangunan dan keterampilan tentera Constantinus segera memberikan sang panegiris kesempatan untuk berkomentar positif mengenai kesamaan antara ayah dan puteranya. Eusebius mengatakan bahawa Constantinus adalah suatu "pembaruan dari kehidupan dan pemerintahan ayahnya, seakan-akan di dalam pribadinya sendiri".[83] Oratoria, patung, dan wang logam Konstantinian juga menunjukkan suatu kecenderungan baru yang merendahkan "bangsa barbar" d luar perbatasan. Setelah kemenangan Constantinus atas suku Alemanni, baginda mencetak keping wang yang menggambarkan suku Alemanni sedang meratap dan memohon—"Suku Alemanni takluk"—di bawah frasa "Kegembiraan bangsa Romawi".[84] Hanya ada sedikit simpati bagi musuh-musuh itu. Panegirisnya menyatakan: "Adalah suatu ampunan yang bodoh jika menyayangkan musuh yang ditaklukkan."[85]

Pemberontakan Maxentius sunting

jmpl|lurus|Patung kepala Maxentius di Dresden.

Setelah pengakuan Galerius atas Constantinus sebagai caesar, potret Constantinus dibawa ke Roma, sesuai kebiasaan saat itu. Maxentius mencemooh subjek potret tersebut sebagai anak seorang pelacur, dan meratapi ketidakberdayaannya sendiri.[86] Maxentius, kerana iri akan otoritas Constantinus,[87] merebut gelar maharaja pada tanggal 28 Oktober 306 M. Galerius menolak mengakuinya, namun gagal menggesernya. Galerius mengirim Severus untuk melawan Maxentius, tetapi pasukan Severus, sebelumnya berada di bawah komando Maximianus (ayah Maxentius), membelot pada saat kampanye tentera; Severus ditangkap dan dipenjarakan.[88] Maximianus keluar dari masa pensiunnya kerana pemberontakan anaknya; baginda berangkat menuju Galia untuk berunding dengan Constantinus pada akhir tahun 307 M. Baginda menawarkan Fausta putrinya kepada Constantinus untuk dinikahi, dan mengangkatnya ke peringkat Augustan. Sebagai imbalannya, Constantinus harus menegaskan kembali aliansi lama keluarga antara Maximianus dan Konstantius, dan mendukung perkara Maxentius di Italia. Constantinus menyetujui, dan menikahi Fausta di Trier pada akhir musim panas tahun 307 M. Constantinus sekarang memberikan sedikit dukungannya kepada Maxentius, memberikan Maxentius pengakuan politik.[89]

Namun, Constantinus tetap menjauhkan diri dari konflik Italia. Selama musim semi dan musim panas tahun 307 M, baginda meninggalkan Galia menuju Britania untuk menghindari keterlibatan apapun dalam gejolak Italia;[90] alih-alih memberikan bantuan tentera kepada Maxentius, baginda mengirim pasukannya untuk melawan suku Jermanik di sepanjang Sungai Rhein. Pada tahun 308 M, baginda menyerang wilayah suku Brukteri, dan membuat sebuah jambatam yang melintasi Rhein di Colonia Agrippinensium (Köln). Pada tahun 310 M, baginda bergerak menuju Rhein utara dan bertempur melawan suku Franka. Ketika tidak sedang melakukan kampanye, baginda mengunjungi wilayahnya sambil mempromosikan kebaikan hatinya, serta mendukung perekonomian dan kesenian. Penolakan Constantinus untuk berpartisipasi dalam perang meningkatkan popularitasnya di kalangan rakyatnya, dan memperkuat basis kekuasaannya di Barat.[91] Maximianus kembali ke Roma pada musim dingin tahun 307–308 M, namun segera terlibat dalam perdebatan dengan puteranya. Pada awal tahun 308 M, setelah kegagalan upaya untuk merebut gelar Maxentius, Maximianus kembali ke istana Constantinus.[92]

Pada tanggal 11 November 308 M, Galerius menghimpun suatu konsili umum di kota tentera Carnuntum (Petronell-Carnuntum, Austria) untuk menyelesaikan isu ketidakstabilan di provinsi-provinsi Barat. Di antara yang hadir terdapat Diocletianus, kembali sejenak dari masa pensiunnya, Galerius, dan Maximianus. Maximianus dipaksa untuk turun takhta lagi dan Constantinus kembali diturunkan ke peringkat Caesar. Lisinius, salah seorang kolega lama Galerius dalam tentera, ditunjuk sebagai Augustus di wilayah Barat. Sistem baru tersebut tidak berlangsung lama: Constantinus menolak demosinya, dan tetap menyebut dirinya Augustus pada wang logam yang dicetaknya, kendati anggota Tetrarki yang lain menyebutnya Caesar pada wang logam cetakan mereka. Maximinus Daia runsing kerana telah diabaikan dalam pelantikan tersebut sementara Lisinius sebagai pendatang baru telah diangkat ke jabatan Augustus, dan menuntut agar Galerius mempromosikan dirinya. Galerius mengajukan penawaran untuk memanggil Maximinus mahupun Constantinus dengan sebutan "putera-putera Augusti",[93] namun tidak satupun di antara mereka menerima gelar baru itu. Pada musim semi tahun 310 M, Galerius menyebut keduanya Augusti.[94]

Pemberontakan Maximianus sunting

[[Berkas:Constantine multiple CdM Beistegui 233.jpg|ka|jmpl|Medali emas "Constantinus yang Tak Terkalahkan" dengan Sol Invictus, buatan tahun 313 M. Penggunaan gambar Sol menekankan status Constantinus sebagai pengganti ayahnya, menarik bagi warga berpendidikan di Galia, dan hal ini dianggap kurang ofensif bagi umat Kristiani daripada menggunakan panteon pagan tradisional.[95]]]

Pada tahun 310 M, Maximianus yang telah dicabut kekuasaannya memberontak terhadap Constantinus ketika Constantinus sedang melakukan kampanye melawan kaum Franka. Maximianus telah dikirim ke selatan menuju Arles dengan satu kontingen tentara Constantinus, sebagai persiapan untuk menangkal setiap serangan dari Maxentius di Galia selatan. Baginda mengumumkan bahawa Constantinus telah gugur, dan mengambil jubah ungu kekaisaran. Meskipun menjanjikan hadiah besar bagi siapa saja yang mendukungnya sebagai maharaja, kebanyakan tentara Constantinus tetap setia kepada maharaja mereka, dan tak lama kemudian Maximianus terpaksa pergi. Constantinus segera mendengar pemberontakan tersebut, mengesampingkan kampanyenya terhadap kaum Franka, dan menggerakkan pasukannya ke hulu Sungai Rhein.[96] Di Cabillunum (Chalon-sur-Saône), baginda memindahkan pasukannya ke dalam kapal-kapal yang telah menanti untuk menyusuri Sungai Saône yang berarus lambat menuju Sungai Rhône yang arusnya lebih cepat. Baginda mendarat di Lugdunum (Lyon).[97] Maximianus melarikan diri ke Massilia (Marseille), suatu kota yang lebih mampu menahan pengepungan dalam waktu lama daripada Arles. Bagaimanapun, hal ini hanya membuat sedikit perbedaan kerana para penduduk yang setia membuka gerbang belakang untuk Constantinus. Maximianus ditangkap dan ditegur kerana kejahatannya. Constantinus memberikan sejumlah ampunan, namun sangat menganjurkan agar baginda melakukan bunuh diri. Pada bulan Juli 310 M, Maximianus gantung diri.[96]

Terlepas dari perpecahan sebelumnya dalam relasi mereka, Maxentius sangat bersemangat untuk menampilkan dirinya sebagai anak yang berbakti kepada ayahnya setelah kematian Maximianus.[98] Baginda mulai mencetak keping wang dengan gambar ayahnya yang didewakan, menyatakan hasratnya untuk membalas kematian Maximianus.[99] Constantinus awalnya menyajikan bunuh diri tersebut sebagai suatu tragedi keluarga yang patut disayangkan. Namun, pada tahun 311 M, baginda menyebarkan versi yang lain. Menurut versi ini, setelah Constantinus mengampuninya, Maximianus merencanakan untuk membunuh Constantinus saat tidur. Fausta mengetahui rencana tersebut dan memperingatkan Constantinus, yang menempatkan seorang kasim di tempat tidurnya sendiri. Maximianus ditangkap ketika dia membunuh kasim tersebut dan ditawarkan untuk melakukan bunuh diri, yang baginda setujui.[100] Bersamaan dengan penggunaan propaganda, Constantinus melakukan damnatio memoriae pada Maximianus dengan menghancurkan semua inskripsi yang menyebutkan namanya dan melenyapkan segala karya umum yang mengandung citra dirinya.[101]

Kematian Maximianus menyebabkan perlunya suatu perubahan citra publik Constantinus. Baginda tidak dapat lagi mengandalkan hubungannya dengan maharaja sepuh Maximianus, dan membutuhkan suatu sumber legitimasi baru.[102] Dalam pidato yang disampaikannya di Galia pada tanggal 25 Juli 310 M, seorang orator anonim mengungkapkan suatu hubungan kedinastian yang sebelumnya tidak diketahui dengan Klaudius II, maharaja dari abad ke-3 yang terkenal kerana mengalahkan suku Goth dan memulihkan ketertiban dalam kekaisaran. Pidato tersebut menekankan hak prerogatif untuk memerintah dari leluhur Constantinus, bukan prinsip-prinsip kesetaraan imperial, sehingga melepaskan diri dari model tetrarki. Ideologi baru yang diungkapkan dalam pidato ini menjadikan Galerius dan Maximianus tidak relevan bagi hak Constantinus untuk memerintah.[103] Orator tersebut menekankan keturunan dengan mengesampingkan semua faktor lainnya: "Tidak mungkin kesepakatan manusia, ataupun sejumlah konsekuensi persetujuan yang tak terduga, menjadikan Anda maharaja," sebagaimana dinyatakan sang orator bagi Constantinus.[104]

Orasi tersebut juga menggeser ideologi keagamaan Tetrarki, dengan berfokus pada dinasti kembar Yupiter dan Herkules. Sang orator menyatakan bahawa Constantinus mengalami suatu penglihatan ilahi tentang Apollo dan Viktoria yang memberikan dia bumban dafnah kesehatan dan suatu pemerintahan yang panjang. Dalam keserupaan Apollo, Constantinus mengenali dirinya sendiri sebagai sosok penyelamat yang kepadanya diberikan "kekuasaan seluruh dunia",[105] mirip dengan yang pernah diramalkan penyair Virgil.[106] Pergeseran keagamaan yang disampaikan dalam orasi tersebut diiringi dengan pergeseran serupa dalam cetakan keping wang Constantinus. Dalam masa awal pemerintahannya, cetakan keping wang Constantinus mengiklankan Mars sebagai pelindungnya. Sejak tahun 310 M dan seterusnya, Mars digantikan dengan Sol Invictus, suatu dewa yang biasa diidentifikasi dengan Apollo.[107] Hanya ada sedikit alasan untuk meyakini bahawa baik hubungan kedinastian ataupun penglihatan ilahi adalah sesuatu yang lain daripada fiksi, tetapi proklamasi mereka memperkuat klaim Constantinus atas legitimasi dan meningkatkan popularitasnya di antara warga Galia.[108]

Perang saudara sunting

Perang melawan Maxentius sunting

Templat:Campaignbox Constantine Wars

Pada pertengahan tahun 310 M, penyakit yang diderita Galerius membuatnya tidak dapat lagi melibatkan diri dalam politik imperial.[109] Catatan mengenai tindakan terakhirnya masih terlestarikan: sebuah surat kepada para pimpinan provinsi yang diberikan di Nikomedia pada tanggal 30 April 311 M, menyatakan akhir dari masa penganiayaan, dan dimulainya kembali toleransi keagamaan.[110] Baginda wafat tidak lama setelah proklamasi maklumat tersebut,[111] menyingkirkan sedikit isu yang masih tersisa dalam Tetrarki.[112] Maximinus melakukan mobilisasi untuk melawan Lisinius, dan merebut Asia Kecil. Suatu perdamaian yang tergesa-gesa ditandatangani di atas sebuah perahu di tengah Selat Bosporus.[113] Sementara Constantinus berkeliling mengunjungi Britania dan Galia, Maxentius bersiap untuk perang.[114] Baginda membentengi Italia utara, dan memperkuat dukungannya dalam komunitas Kristiani dengan mengizinkan mereka memilih Uskup Roma yang baru, Paus Eusebius.[115]

Kekuasaan Maxentius bagaimanapun tetap tidak aman. Dukungan awalnya menghilang di tengah tarif pajak yang tinggi dan kelesuan perdagangan; terjadi kerusuhan di Roma dan Kartago;[116] dan Domitius Aleksander berhasil merebut kekuasaannya untuk sementara waktu di Afrika.[117] Pada tahun 312 M, baginda adalah orang yang nyaris tidak toleran, bukan orang yang didukung secara aktif,[118] bahkan di antara warga Italia penganut Kekristenan.[119] Pada musim panas tahun 311 M, Maxentius melakukan mobilisasi untuk melawan Constantinus ketika Lisinius terlibat dalam urusan-urusan penting di Timur. Baginda menyatakan perang terhadap Constantinus, bersumpah untuk membalas "pembunuhan" ayahnya.[120] Demi mencegah Maxentius menjalin aliansi dengan Lisinius untuk melawannya,[121] Constantinus membentuk sendiri aliansinya dengan Lisinius saat musim dingin tahun 311–312 M, dan menawarkan Konstantia saudarinya untuk dinikahi. Maximinus menganggap kesepakatan Constantinus dengan Lisinius sebagai suatu penghinaan terhadap otoritasnya. Sebagai tanggapan, baginda mengirim utusan ke Roma, menawarkan pengakuan politik kepada Maxentius dengan imbalan dukungan tentera. Maxentius menerimanya.[122] Menurut Eusebius, perjalanan antar daerah menjadi tidak memungkinkan, dan terjadi penumpukan tentera di mana-mana. Tidak ada "tempat di mana orang tidak mengharapkan terjadinya permusuhan setiap hari".[123]

Para jenderal dan penasihat Constantinus memperingatkan untuk tidak melangsungkan serangan pendahuluan terhadap Maxentius;[124] bahkan para peramalnya menyarankan hal serupa, dengan menyatakan bahawa pengorbanan-pengorbanan telah menghasilkan pertanda kurang baik.[125] Constantinus, dengan semangat yang meninggalkan suatu kesan mendalam pada para pengikutnya, menginspirasi beberapa dari mereka untuk percaya bahawa baginda mendapat sejumlah petunjuk supranatural,[126] untuk mengabaikan semua peringatan ini.[127] Pada awal musim semi tahun 312 M,[128] Constantinus menyeberangi Pegunungan Alpen Kottian dengan seperempat pasukannya yang berjumlah sekitar 40.000.[129] Kota pertama yang ditemui pasukannya adalah Segusium (Susa, Italia), suatu kota dengan pertahanan kuat yang menutup pintu gerbangnya bagi dia. Constantinus memerintahkan tentaranya untuk membakar pintu gerbang itu dan memanjat temboknya. Baginda merebut kota tersebut dalam waktu singkat. Constantinus memerintahkan pasukannya untuk tidak menjarah kota, dan melanjutkan perjalanan bersama mereka menuju Italia utara.[128]

Mendekati sisi barat kota penting Augusta Taurinorum (Torino, Italia), Constantinus bertemu dengan sepasukan besar kavaleri Maxentianus yang bersenjata lengkap.[130] Dalam pertempuran yang terjadi kemudian, pasukan Constantinus mengepung kavaleri Maxentius, mengelilingi mereka dengan kavalerinya sendiri, dan membubarkan mereka dengan pukulan dari tongkat-tongkat pemukul berujung besi. Pasukan Constantinus meraih kemenangan.[131] Torino menolak untuk memberikan perlindungan kepada pasukan Maxentius yang dipukul mundur, namun membuka pintunya bagi Constantinus.[132] Kota-kota lain di daratan Italia utara mengirim utusan mereka kepada Constantinus untuk mengucapkan selamat atas kemenangannya. Baginda bergerak menuju Milan, disambut dengan pintu gerbang yang terbuka dan sukacita kegembiraan. Constantinus mengistirahatkan pasukannya di Milan sampai pertengahan musim panas tahun 312 M, ketika baginda melanjutkan perjalanannya ke Brixia (Brescia).[133]

Pasukan Brescia dengan mudah dibubarkan,[134] dan Constantinus segera bergerak menuju Verona, tempat perkemahan sejumlah besar pasukan Maxentius.[135] Ruricius Pompeianus, jenderal pasukan Verona dan prefek praetoria Maxentius,[136] berada dalam suatu posisi defensif yang kuat, kerana tiga sisi kota tersebut dikelilingi oleh Sungai Adige. Constantinus mengirim sepasukan kecil ke utara kota tersebut dalam upaya untuk menyeberangi sungai itu secara diam-diam. Ruricius mengirim satu detasemen besar untuk menangkal upaya pasukan ekspedisi Constantinus, namun mengalami kekalahan. Pasukan Constantinus berhasil mengelilingi kota tersebut dan melakukan pengepungan.[137] Ruricius melarikan diri dan kembali dengan kekuatan yang lebih besar untuk melawan Constantinus. Constantinus tidak mau menghentikan pengepungan, dan hanya mengirim sepasukan kecil untuk melawannya. Dalam keputusasaan pertempuran yang terjadi, Ruricius gugur dan pasukannya dihancurkan.[138] Verona segera menyerah setelah itu, disusul oleh Aquileia,[139] Mutina (Modena),[140] dan Ravenna.[141] Jalan menuju Roma kini terbuka lebar bagi Constantinus.[142]

[[Berkas:Ponte Milvio-side view-antmoose.jpg|jmpl|ka|Jembatan Milvius (Ponte Milvio) di Sungai Tiber, utara Roma, tempat pertarungan Constantinus dan Maxentius dalam Pertempuran Jembatan Milvius.]]

Maxentius mempersiapkan diri untuk perang serupa yang pernah baginda langsungkan terhadap Severus dan Galerius: baginda tetap di Roma dan bersiap untuk menghadapi pengepungan.[143] Baginda masih memegang kendali atas para pengawal praetoria, dilengkapi dengan persediaan biji-bijian Afrika yang memadai, dan semua sisi kota dikelilingi oleh Tembok Aurelianus yang tampaknya tidak dapat ditembus. Baginda memerintahkan agar semua jambatam di Sungai Tiber dihancurkan, yang kabarnya mengikuti nasihat para dewa,[144] dan membiarkan wilayah Italia tengah yang lain tanpa pertahanan; Constantinus memperoleh dukungan dari wilayah itu tanpa perlawanan.[145] Constantinus maju perlahan-lahan[146] melintasi Via Flaminia,[147] membiarkan kelemahan Maxentius menarik pemerintahannya lebih jauh ke dalam kekacauan.[146] Dukungan terhadap Maxentius terus melemah: saat acara balap kereta perang tanggal 27 Oktober, massa mengejek Maxentius secara terbuka, meneriakkan bahawa Constantinus tak terkalahkan.[148] Maxentius, yang tidak lagi yakin kalau baginda akan menang dalam pengepungan, membangun sebuah jambatam temporer di Sungai Tiber sebagai persiapan untuk suatu pertempuran lapangan dengan Constantinus.[149] Pada tanggal 28 Oktober 312 M, peringatan pemerintahannya yang keenam, baginda mendatangi para penjaga Kitab-Kitab Sibilin untuk memohon petunjuk. Para penjaga itu meramalkan bahawa, pada hari itu juga, "musuh orang Romawi" akan mati. Maxentius bergerak maju menuju utara untuk menemui Constantinus dalam pertempuran.[150]

[[Berkas:Fargo Sundogs 2 18 09.jpg|jmpl|250px|Deskripsi dari 28 Oktober 312, "Suatu salib yang terpusat pada Matahari", sesuai dengan foto-foto modern Parhelion.]]

Constantinus dan pasukannya mengadopsi huruf-huruf Yunani berupa inisial Kristus: Chi Rho sunting

[[Berkas:Raphael-Constantine at Milvian Bridge.jpg|jmpl|Pertempuran Jembatan Milvius karya Giulio Romano.]]

Maxentius mengorganisir pasukannya—dua kali lebih banyak dari pasukan Constantinus—dalam barisan memanjang berhadapan dengan dataran medan pertempuran, dalam posisi membelakangi sungai.[151] Pasukan Constantinus tiba di medan pertempuran sambil membawa perisai-perisai dengan simbol-simbol yang tidak lazim bagi mereka ataupun kebiasaan saat itu.[152] Menurut Laktansius, Constantinus mendapat suatu mimpi pada malam sebelum pertempuran yang mengandung pesan agar dia "memberi tanda surgawi Allah pada perisai-perisai para prajuritnya ... dengan sebuah huruf miring X yang bagian atas kepalanya dilengkungkan ke bawah, baginda menandai Kristus pada perisai mereka."[153] Eusebius mendeskripsikan versi yang lain: ketika sedang melakukan mars saat tengah hari, "baginda melihat dengan matanya sendiri di langit terdapat sebuah piala salib yang timbul dari cahaya matahari, mengusung pesan, In Hoc Signo Vinces (dengan tanda ini engkau akan menang)";[154] dalam laporan Eusebius, Constantinus mendapat suatu mimpi pada malam berikutnya yang mengisahkan bahawa Kristus menampakkan diri dengan tanda surgawi yang sama, dan mengatakan kepadanya agar membuat suatu standar, labarum, bagi pasukannya dalam bentuk itu.[155] Eusebius tidak yakin mengenai kapan dan di mana peristiwa-peristiwa tersebut terjadi,[156] tetapi baginda memasukkan ceritanya sebelum perang melawan Maxentius dimulai.[157] Eusebius mendeskripsikan tanda itu sebagai Chi (X) yang dilintasi oleh Rho (Ρ): ☧, sebuah simbol yang merepresentasikan dua huruf pertama pengejaan Yunani dari kata Christos (Kristus).[158][159] Pada tahun 315 M, di Ticinum dikeluarkan sebuah medali yang memperlihatkan Constantinus sedang mengenakan ketopong yang bertuliskan Chi Rho,[160] dan kepingan wang yang dikeluarkan di Siscia pada tahun 317/318 M kembali memuat citra tersebut.[161] Bagaimanapun, figur tersebut jarang ditemukan dan tidak lazim dalam propaganda mahupun ikonografi imperial sebelum tahun 320-an.[162]

Constantinus mengerahkan kekuatannya sendiri di sepanjang barisan Maxentius. Baginda memerintahkan kavalerinya untuk melakukan serangan, dan mereka mengalahkan kavaleri Maxentius. Baginda kemudian mengirim kavalerinya untuk menghadapi infanteri Maxentius dan mendesak mereka ke Sungai Tiber, tempat banyak dari antara mereka dibunuh atau tenggelam.[151] Pertempuran tersebut berlangsung singkat,[163] pasukan Maxentius dikalahkan sebelum serangan pertamanya.[164] Pengawal berkuda dan praetoria Maxentius awalnya dapat mempertahankan posisi mereka, namun pertahanan mereka terpecah oleh kekuatan serangan kavaleri Constantinus; barisan mereka juga terpecah dan mereka melarikan diri ke sungai. Maxentius melarikan diri dengan kudanya bersama mereka, dan berusaha untuk menyeberangi jambatam, tetapi baginda didorong ke dalam Sungai Tiber oleh massa tentaranya yang melarikan diri, dan baginda tenggelam.[165]

Di Roma sunting

[[Berkas:MMA bust 02.jpg|jmpl|Patung kepala raksasa Constantinus, dari sebuah patung duduk: suatu citra rasmi duniawi lainnya, muda, klasik (Metropolitan Museum of Art).[166]]]

Constantinus masuk ke Roma pada tanggal 29 Oktober 312.[167][168] Baginda menyelenggarakan suatu upacara adventus yang megah di kota itu, dan disambut orang banyak dengan sorak-sorai.[169] Jenazah Maxentius dikeluarkan dari Sungai Tiber dan kepalanya dipancung. Kepalanya diarak di jalanan agar dapat dilihat semua orang.[170] Setelah upacara-upacara tersebut, kepala Maxentius dikirim ke Kartago; sejak saat itu, Kartago tidak lagi mengadakan perlawanan.[171] Tidak seperti para pendahulunya, Constantinus melalaikan kebiasaan mengunjungi Bukit Capitolinus mahupun melakukan pengorbanan sesuai adat di Kuil Yupiter.[172] Namun, baginda memilih untuk menghormati Kuria Senatorial dengan suatu kunjungan.[173] Di tempat itu baginda berjanji untuk mengembalikan hak-hak istimewa senat yang adalah warisan turun-temurun dan memberinya peran yang aman dalam pemerintahan reformasi Constantinus: tidak akan ada balas dendam terhadap para pendukung Maxentius.[174] Sebagai tanggapan, Senat menetapkannya "predikat nama pertama", yang berarti bahawa namanya akan tercantum pada urutan pertama dalam semua dokumen rasmi,[175] dan mengakuinya sebagai "Augustus terbesar".[176] Baginda mengeluarkan titah diraja mengenai pengembalian tanah yang hilang selama pemerintahan Maxentius, memulangkan kembali orang-orang buangan politik, dan membebaskan para penentang Maxentius yang dipenjarakan.[177]

Setelah itu dilakukan suatu kampanye propaganda yang ekstensif, yang seiring dengannya citra Maxentius secara sistematis disingkirkan dari semua tempat umum. Maxentius ditulis sebagai seorang "tiran", dan dibuat berlawanan dengan citra ideal sang "pembebas", Constantinus. Eusebius, dalam karya-karyanya belakangan, merupakan representasi terbaik elemen propaganda Constantinus tersebut.[178] Berbagai reskrip Maxentius dinyatakan tidak valid, dan gelar-gelar kehormatan yang telah diberikan oleh Maxentius kepada para pimpinan Senat dibatalkan.[179] Constantinus juga berupaya untuk menghilangkan pengaruh Maxentius pada lanskap kota. Semua struktur yang dibangun oleh Maxentius didedikasikan ulang bagi Constantinus, termasuk Kuil Romulus dan Basilika Maxentius.[180] Pada titik sentral basilika itu, didirikan sebuah patung batu Constantinus yang sedang memegang labarum Kristiani di tangannya. Inskripsinya memuat pesan yang terkandung secara jelas pada patung itu: Dengan tanda ini Constantinus telah membebaskan Roma dari kuk sang tiran.[181]

Dalam hal Constantinus tidak mengklaim pencapaian-pencapaian Maxentius, baginda mengunggulinya: Circus Maximus dipugar sehingga kapasitas tempat duduknya dua puluh lima kali lebih besar dibandingkan dengan kompleks balap Maxentius di Via Appia.[182] Para pendukung terkuat Maxentius dalam tentera dihilangkan pengaruhnya ketika Pengawal Praetoria dan Pengawal Berkuda Imperial (equites singulares) dibubarkan.[183] Batu nisan dari makam-makam Pengawal Berkuda Imperial dihancurkan dan dimanfaatkan untuk digunakan dalam sebuah basilika di Via Labicana.[184] Pada tanggal 9 November 312 M, hampir dua minggu setelah Constantinus merebut kota Roma, bekas pangkalan Pengawal Berkuda Imperial ditetapkan untuk dibangun kembali menjadi Basilika Lateran.[185] Legio II Parthica dikeluarkan dari Albanum (Albano Laziale),[179] dan sisa tentara Maxentius diberikan tugas di daerah perbatasan di Sungai Rhein.[186]

Perang melawan Lisinius sunting

Pada tahun-tahun berikutnya, Constantinus secara bertahap mengkonsolidasikan superioritas militernya atas para pesaingnya di dalam Tetrarki yang telah runtuh itu. Pada tahun 313, baginda bertemu dengan Lisinius di Milan untuk mengamankan aliansi mereka melalui pernikahan Lisinius dan saudari seayah Constantinus, Konstantia. Selama pertemuan tersebut, para maharaja bersepakat untuk mengeluarkan apa yang disebut Maklumat Milan,[187] yang secara rasmi memberikan toleransi penuh kepada Kekristenan dan semua agama di dalam Empayar.[188] Dokumen tersebut mengandung manfaat khusus bagi umat Kristiani, melegalkan agama mereka dan mengembalikan semua tanah milik mereka yang disita selama masa penganiayaan Diocletianus. Dokumen tersebut tidak lagi mengakui metode-metode pemaksaan agama seperti yang pernah dilakukan sebelumnya dan hanya menggunakan istilah-istilah umum untuk menyebut hal ilahi—"Keilahian" dan "Keilahian Tertinggi", summa divinitas.[189] Namun konferensi itu dipersingkat kerana Lisinius mendapat berita bahawa Maximinus pesaingnya telah menyeberangi Selat Bosporus dan menginvasi wilayah Eropa. Lisinius berangkat untuk menghadapi Maximinus dan akhirnya mengalahkan dia, meraih kontrol atas seluruh bagian timur Empayar Romawi. Hubungan antara kedua maharaja yang tersisa mengalami kemerosotan, kerana Constantinus mengalami suatu percubaan pembunuhan oleh seseorang yang hendak diangkat oleh Lisinus menjadi Caesar;[190] Lisinius, kerana keterlibatannya, telah menghancurkan patung-patung Constantinus di Emona.[191] Pada tahun 314 atau 316, kedua Augusti itu saling memerangi satu sama lain dalam Pertempuran Cibalae, yang berakhir dengan kemenangan Konstaninus. Bentrokan antara mereka kembali terjadi dalam Pertempuran Mardia tahun 317, dan berakhir dengan satu kesepakatan bahawa putera-putera Constantinus (Crispus dan Constantinus II) dan putera Lisinius (Lisinianus) dijadikan para caesar.[192] Setelah pengaturan ini, Constantinus memerintah keuskupan-keuskupan sipil Panonia dan Makedonia serta bertempat tinggal di Sirmium. Dari sana baginda memerangi kaum Goth dan Sarmatia pada tahun 322, serta kembali memerangi kaum Goth pada tahun 323.[190]

Pada tahun 320, Lisinius diduga mengingkari kebebasan beragama sebagaimana dijanjikan dalam Maklumat Milan tahun 313 dan memulai lagi penindasan terhadap umat Kristiani,[193] umumnya tanpa pertumpahan darah, tetapi baginda melakukan penyitaan dan pemberhentian para pemegang jabatan Kristiani.[194] Meskipun karakterisasi Lisinius sebagai anti-Kristiani sedikit meragukan, kenyataannya adalah baginda tampak jauh lebih tertutup dalam mendukung Kekristenan daripada Constantinus. Oleh kerana itu, Lisinius cenderung memandang Gereja sebagai suatu kekuatan yang lebih loyal kepada Constantinus daripada kepada sistem Imperial pada umumnya[195] – menurut penjelasan sejarawan Gereja yang bernama Sozomen.[196]

Pengaturan yang meragukan tersebut akhirnya menjadi suatu tantangan bagi Constantinus di Barat, berpuncak dalam perang saudara besar pada tahun 324. Lisinius, dibantu oleh tentara bayaran Goth, merepresentasikan kepercayaan Pagan kuno dari masa lampau. Constantinus dan kaum Franka yang berada di pihaknya melakukan mars dengan mengusung panji labarum. Kedua belah pihak memandang pertempuran tersebut dari segi keagamaan. Kendati kalah jumlah, namun dikobarkan oleh semangat mereka, pasukan Constantinus menang dalam Pertempuran Adrianopolis. Lisinius melarikan diri ke seberang Selat Bosporus dan menunjuk Martinianus, komandan pengawalnya, sebagai Caesar. Constantinus kemudian menang dalam Pertempuran Hellespontus, dan akhirnya Pertempuran Krisopolis pada tanggal 18 September 324.[197] Lisinius dan Martinianus menyerah kepada Constantinus di Nikomedia dengan janji bahawa mereka akan dibiarkan hidup: masing-masing dari mereka dikirim untuk hidup sebagai warga biasa di Tesalonika dan Kapadokia. Namun, pada tahun 325, Constantinus mendakwa Lisinius berkomplot untuk melawannya lalu mereka berdua ditangkap dan dihukum gantung; putera Lisinius (putera dari saudari seayah Constantinus) juga dibunuh.[198] Dengan demikian Constantinus menjadi satu-satunya maharaja dalam Empayar Romawi.[199]

Pemerintahan kemudian sunting

Pendirian Konstantinopel sunting

ka|jmpl|keping wang yang dicetak oleh Constantinus I untuk memperingati berdirinya Konstantinopel.

Kekalahan Lisinius dianggap merepresentasikan kekalahan dari suatu pusat tandingan kegiatan politik berbahasa Yunani dan Pagan di Timur, bertentangan dengan Roma yang berbahasa Latin dan Kristiani, serta dikemukakan bahawa sebuah ibu kota Timur yang baru seharusnya merepresentasikan integrasi Timur ke dalam Empayar Romawi secara keseluruhan, sebagai suatu pusat pembelajaran, kemakmuran, dan pelestarian budaya bagi keseluruhan Empayar Romawi Timur.[200] Di antara beragam lokasi yang dikemukakan sebagai ibu kota alternatif tersebut, sepertinya Constantinus telah memikirkan mengenai Serdica (sekarang Sofia), sebab baginda dilaporkan mengatakan bahawa "Serdica adalah Romaku".[201] Sirmium dan Tesalonika juga dipertimbangkan.[202] Namun, pada akhirnya Constantinus memutuskan kota Yunani Bizantium, yang pada abad sebelumnya telah dibangun kembali secara ekstensif sesuai pola urbanisme Romawi oleh Septimius Severus dan Caracalla, yang telah mengetahui arti penting strategisnya.[203] Kota tersebut kemudian didirikan pada tahun 324,[204] didedikasikan pada tanggal 11 Mei 330[204] dan namanya diganti menjadi Konstantinopolis ("Kota Constantinus" atau Konstantinopel). kepingan wang peringatan khusus dikeluarkan pada tahun 330 untuk menghormati peristiwa tersebut. Kota baru itu ditempatkan dalam perlindungan relikui Salib Sejati, Tiang Musa, dan relikui suci lainnya, meskipun terdapat sebuah kameo di Museum Ermitáž yang juga merepresentasikan Constantinus dimahkotai oleh tikhe kota baru itu.[205] Figur-figur dewa-dewi lama diganti atau diasimilasikan ke dalam suatu bingkai simbolisme Kristiani. Constantinus membangun Gereja Rasul Suci di lokasi bekas kuil Afrodit. Di kemudian hari terdapat kisah bahawa suatu penglihatan ilahi membawa Constantinus ke tempat ini, dan seorang malaikat yang tidak dapat dilihat orang lain, membawanya menyusuri jalan yang melingkari tembok baru tersebut. Ibu kota ini sering dibandingkan dengan Roma 'lama' sebagai Nova Roma Constantinopolitana, "Roma Baru Konstantinopel".[199][206]

Kebijakan keagamaan sunting

[[Berkas:Constantine I Hagia Sophia.jpg|jmpl|ka|Constantinus Agung, mosaik di Hagia Sofia, s. 1000.]]

Constantinus adalah maharaja pertama yang menghentikan penganiayaan terhadap umat Kristiani, serta membenarkan ajaran Kristian dianuti bersama dengan semua kultus dan agama lainnya di Empayar Romawi.

Pada bulan Februari 313, Constantinus bertemu dengan Lisinius di Milan, tempat mereka menyusun Maklumat Milan. Maklumat tersebut menyatakan bahawa umat Kristiani harus diizinkan untuk menjalankan amalan keimanan mereka tanpa penindasan.[207] Hukuman kerana keimanan mereka banyak mengorbankan mereka dihapuskan, dan hartanah Gereja yang sebelumnya disita telah dikembalikan. Maklumat tersebut tidak hanya melindungi umat Kristiani dari penganiayaan keagamaan, tetapi juga penganut agama yang lain, sehingga mengizinkan semua orang untuk beribadah kepada Tuhan ataupun ilah pilihan mereka. Maklumat serupa sebelumnya dikeluarkan pada tahun 311 oleh Galerius, maharaja senior dalam Tetrarki; maklumat Galerius memberikan hak kepada umat Kristiani untuk mempraktikkan agama mereka, tetapi tidak mengembalikan tanah mereka.[208] Maklumat Milan memuat beberapa klausul yang menyatakan bahawa semua bangunan gereja yang disita akan dikembalikan bersama dengan tanah lain milik umat Kristiani yang sebelumnya mengalami penindasan.

Para akademisi berdebat seputar apakah Constantinus mengadopsi Kekristenan sejak kecil dari St. Helena ibunya, atau apakah baginda mengadopsinya secara bertahap seiring perjalanan hidupnya.[209] Constantinus mungkin mempertahankan gelar pontifex maximus, suatu gelar yang diberikan kepada maharaja sebagai kepala imam agama Romawi kuno hingga Gratianus (memerintah tahun 375–383) memutuskan untuk meninggalkan gelar tersebut.[210][211] Menurut para penulis Kristiani, Constantinus telah berusia lebih dari 40 tahun ketika baginda menyatakan diri bahawa baginda adalah seorang Kristiani, menulis kepada umat Kristiani untuk menjelaskan bahawa baginda percaya kalau kesuksesannya semata-mata kerana perlindungan Allah Kristiani.[212] Sepanjang pemerintahannya, Constantinus mendukung Gereja secara finansial, membangun basilika-basilika, memberikan hak-hak istimewa kepada kaum klerus (misalnya pembebasan dari pajak tertentu), mempromosikan umat Kristiani ke jabatan tinggi, dan mengembalikan tanah yang disita selama masa penganiayaan Diocletianus.[213] Projek bangunan paling terkenal yang baginda prakarsai misalnya Gereja Makam Kudus dan Basilika Santo Petrus Lama.

Tampaknya Constantinus tidak hanya mendukung Kekristenan saja. Setelah meraih kemenangan dalam Pertempuran Jembatan Milvius (312), suatu pelengkung kemenangan—Pelengkung Constantinus—dibangun (315) untuk merayakan kemenangannya. Pelengkung tersebut dihiasi dengan citra dewi Viktoria. Pada saat dedikasinya, dilakukan pengorbanan kepada dewa-dewi seperti Apollo, Diana, dan Hercules. Tidak ada penggambaran simbolisme Kristiani pada Pelengkung tersebut. Bagaimanapun, kerana pembangunannya ditugaskan oleh Senat, ketiadaan simbol-simbol Kristiani kemungkinan mencerminkan peranan Senat pada saat itu sebagai salah satu kubu pagan.[214]

Pada tahun 321, baginda mengesahkan bahawa hari matahari yang terhormat harus menjadi suatu hari istirahat bagi seluruh warga kekaisaran.[215] Pada tahun 323, baginda mengeluarkan suatu dekret yang membebaskan keharusan bagi umat Kristiani untuk berpartisipasi dalam acara pengorbanan imperial.[216] Selanjutnya, keping wang Constantinus tetap memuat simbol-simbol matahari. Setelah dewa pagan dihilangkan dari wang cetakannya, simbol-simbol Kristiani tampil sebagai rupa Constantinus: chi rho di antara kedua tangannya atau di labarumnya,[217] serta di keping wang itu sendiri.[218]

jmpl|kiri|Constantinus membakar buku-buku Arian, penggambaran dari manuskrip abad ke-9.

Pemerintahan Constantinus membentuk suatu preseden terhadap posisi maharaja yang memiliki pengaruh besar dan otoritas sipil tertinggi di dalam diskusi keagamaan yang melibatkan beberapa konsili Kristiani pada saat itu, terutama perselisihan seputar Arianisme. Constantinus sendiri tidak menyukai risiko yang berdampak pada kestabilan sosial yang disebabkan oleh perselisihan keagamaan, dan lebih berharap untuk membangun suatu ortodoksi sejauh memungkinkan.[219] Pengaruhnya atas konsili-konsili Gereja perdana adalah menegakkan doktrin, menyingkirkan bidah, dan mendukung persatuan gerejawi; mengenai ibadah, doktrin, mahupun dogma yang tercakup merupakan wewenang Gereja untuk menetapkannya, di tangan para uskup yang berpartisipasi di dalam konsili.[220]

Peristiwa paling terkemuka, dari tahun 313 sampai 316, para uskup di Afrika Utara bergulat dengan uskup-uskup Kristiani lainnya yang telah ditahbiskan oleh Donatus untuk menentang Sesilianus. Para uskup Afrika tidak dapat meraih kesepakatan dan kaum Donatis meminta Constantinus untuk bertindak sebagai hakim dalam perselisihan tersebut. Tiga konsili regional Gereja dan suatu percubaan lain telah dilakukan sebelum Constantinus memutuskan untuk melawan Donatus dan gerakan Donatisme di Afrika Utara. Pada tahun 317, Constantinus mengeluarkan suatu maklumat untuk menyita tanah gereja milik kaum Donatis dan mengirim klerus Donatis ke pengasingan.[221] Peristiwa yang lebih penting, pada tahun 325, baginda menghimpun para uskup dalam Konsili Nicea, yang secara efektif merupakan Konsili Ekumenis pertama (kecuali Konsili Yerusalem juga diklasifikasikan demikian). Konsili tersebut umumnya dikenal kerana menyelesaikan permasalahan dengan Arianisme dan melembagakan Pengakuan Iman Nicea.

Constantinus memberlakukan ketetapan dalam Konsili Nicea I yang melarang perayaan Perjamuan Tuhan pada hari sebelum Paskah Yahudi (14 Nisan) (lih. Kuartodesimanisme dan kontroversi Paskah). Hal ini menandai secara definitif pemisahan Kekristenan dari tradisi Yahudi. Sejak saat itu Kalender Julian Romawi, suatu kalender matahari, diprioritaskan di atas Kalender Ibrani suryacandra di antara gereja-gereja Kristiani di Empayar Romawi.[222]

Constantinus membuat beberapa undang-undang baru terkait kaum Yahudi, tetapi meskipun beberapa maklumat yang dikeluarkannya tidak menguntungkan mereka, undang-undang itu lebih lunak daripada para pendahulunya.[223] Adalah pelanggaran hukum jika kaum Yahudi mencari penganut ataupun menyerang orang Yahudi lain yang telah menganut Kekristenan.[223] Mereka dilarang memiliki budak dari kaum Kristiani ataupun mengkhitan budak mereka.[224][225] Di sisi lain, klerus Yahudi mendapatkan pengecualian-pengecualian yang sama seperti klerus Kristiani.[223][226]

Reformasi administratif sunting

[[Berkas:0 Constantinus I - Palazzo dei Conservatori (2).JPG|jmpl|lurus|Patung kolosal kepala Constantinus di Museum Capitolini. Patung asli yang terbuat dari marmer ini merupakan akrolitik dengan torso yang terdiri dari kuiras perunggu.[227]]]

Sejak pertengahan abad ke-3, para maharaja mulai lebih memilih anggota ordo ekuestrian daripada senator, yang telah memonopoli jabatan-jabatan imperial terpenting. Para senator dicopot dari komando legiun-legiun dan sebagian besar jabatan gubernur provinsi (sebab mereka dirasa tidak memiliki pendidikan tentera khusus di tengah kebutuhan pertahanan yang mendesak[228]), posisi-posisi tersebut diberikan kepada para ekuestrian oleh Diocletianus dan kolega-koleganya—mengikuti amalan yang diterapkan sedikit demi sedikit oleh para pendahulu mereka. Bagaimanapun, para maharaja itu tetap membutuhkan talenta dan bantuan dari yang kaya raya, yang diandalkan untuk memelihara tatanan sosial dan kepaduan dengan menggunakan suatu jaringan pengaruh yang kuat dan kontak di semua tingkatan. Pengecualian pada aristokrasi senatorial lama mengancam pengaturan ini.

Pada tahun 326, Constantinus membalikkan tren pro-ekuestrian tersebut, mengangkat banyak posisi adminstratif ke pangkat senatorial dan dengan demikian membuka jabatan-jabatan ini bagi aristokrasi lama. Pada saat yang sama baginda mengangkat pangkat para pemegang jabatan ekuestrian yang telah ada menjadi senator, mendegradasi ordo ekuestrian—setidaknya sebagai suatu pangkat birokratis[229]—dalam prosesnya, sehingga pada akhir abad ke-4 gelar perfectissimus hanya diberikan kepada para pejabat menengah ke bawah.

Dengan pengaturan baru yang dilakukan Constantinus itu, seseorang dapat menjadi senator baik dengan terpilih sebagai pretor ataupun (dalam kebanyakan kasus) dengan mengisi salah satu fungsi dalam peringkat senatorial:[230] sejak saat itu, memegang kekuasaan yang sesungguhnya dan status sosial dilebur bersama ke dalam suatu hierarki imperial gabungan. Pada saat yang sama, bersamaan dengan hal itu, Constantinus mendapatkan dukungan bangsawan lama,[231] kerana Senat dapat memilih para pretor dan kuestor, sebagai ganti amalan yang lazim dari para maharaja yang secara langsung menciptakan magistrat (adlectio) baru. Dalam suatu inskripsi untuk menghormati prefek kota (336–337) Ceionius Rufus Albinus, tertulis bahawa Constantinus memulihkan "auctoritas [Senat] yang telah hilang pada zaman Caesar".[232]

Senat sebagai suatu badan tetap tidak memiliki kekuasaan yang signifikan; namun demikian, para senator, yang sepanjang abad ke-3 telah terpinggirkan sebagai orang-orang yang berpotensi memegang fungsi imperial, sekarang dapat menentang posisi-posisi tersebut bersama dengan para birokrat yang lebih baru diangkat.[233] Beberapa sejarawan modern memandang bahawa dalam reformasi administratif ini terdapat suatu upaya oleh Constantinus untuk mengintegrasikan kembali tatanan senatorial ke dalam elite administratif imperial untuk menangkal kemungkinan keterasingan senator-senator pagan dari Kristenisasi peraturan imperial;[234] namun, penafsiran seperti demikian tetap berupa dugaan, mengingat fakta bahawa tidak ada angka pasti mereka yang pindah keyakinan ke Kristiani di dalam lingkungan senatorial lama—beberapa sejarawan mengemukakan bahawa konversi awal dalam aristokrasi lama lebih banyak dari dugaan sebelumnya.[235]

Reformasi Constantinus hanya seputar pemerintahan sipil: para pimpinan tentera, yang sejak Krisis Abad Ketiga telah diangkat sebagai perwira,[236] tetap berada di luar senat, dan mereka baru disertakan oleh anak-anak Constantinus.[237]

Reformasi moneter sunting

[[Berkas:Nummus of Constantine (YORYM 2001 10313) obverse.jpg|jmpl|Sebuah Nummus Constantinus.]]

Setelah inflasi tak terkendali pada abad ketiga, terkait dengan produksi wang fiat untuk membiayai pengeluaran publik, Diocletianus telah berupaya membangun kembali kepercayaan publik dengan mencetak keping wang perak mahupun bilon. Namun, upaya-upaya yang baginda lakukan menemui kegagalan kerana pada kenyataannya mata wang perak tersebut dinilai terlalu tinggi dibandingkan kandungan logam yang sebenarnya, dan oleh sebab itu hanya dapat beredar dengan tingkat diskonto besar. Karenanya pencetakan argenteus perak "murni" tersebut dihentikan tidak lama setelah tahun 305, sedangkan mata wang bilon terus digunakan sampai tahun 360-an. Sejak tahun 300-an, Constantinus meninggalkan upaya apapun untuk memulihkan mata wang perak, dan lebih memilih untuk berkonsentrasi pada pencetakan kepingan emas (solidus) piawai yang baik dalam jumlah besar, 72 kepingnya setara dengan satu pon emas. Keping-keping perak baru (dengan nilai sangat rendah) terus dikeluarkan selama pemerintahan Constantinus kemudian dan setelah wafatnya. Proses penarifan ulang atasnya dilakukan secara berkesinambungan hingga pencetakan emas batangan tersebut dihentikan secara de jure pada tahun 367, dan kepingan perak ini secara de facto dilanjutkan oleh beragam denominasi keping wang perunggu, yang paling penting yaitu centenionalis.[238] Kepingan perunggu ini terus didevaluasi, untuk mempertahankan pencetakan demi menjaga kepercayaan di samping suatu standar emas. Penulis anonim dari De Rebus Bellicis, yang kemungkinan adalah risalah kontemporer tentang tentera, menyatakan bahawa, sebagai suatu konsekuensi dari kebijakan moneter ini, kesenjangan antar kelas semakin melebar: orang kaya diuntungkan kerana kestabilan daya beli kepingan emas, sementara orang miskin harus berhadapan dengan kepingan perunggu yang terus turun nilainya.[239] Maharaja-maharaja di kemudian hari seperti Yulianus yang Murtad berupaya untuk menampilkan diri mereka sebagai penolong kaum humiles dengan memaksakan pencetakan mata wang perunggu yang dapat dipercaya.[240]

Kebijakan moneter Constantinus terkait erat dengan kebijakan keagamaannya. Meningkatnya pencetakan tersebut dikaitkan tindakan-tindakan penyitaan—sejak tahun 331 sampai 336—semua patung emas, perak, dan perunggu dari kuil-kuil pagan, yang baginda nyatakan sebagai harta imperial dan dengan demikian sebagai aset moneter. Dua komisaris imperial untuk masing-masing provinsi diberi tugas untuk mendapatkan patung-patung tersebut dan meleburnya untuk dicetak menjadi keping wang—dengan pengecualian sejumlah patung perunggu yang digunakan sebagai monumen-monumen publik untuk memperindah ibu kota baru di Konstantinopel.[241]

Eksekusi Crispus dan Fausta sunting

Pada suatu waktu antara tanggal 15 Mei dan 17 Juni 326, Constantinus menangkap Crispus, putera sulungnya dari Minervina, dan membunuhnya dengan menggunakan "racun dingin" di Pola (Pula, Kroasia).[242] Pada bulan Juli, Constantinus membunuh Maharani Fausta istrinya dengan menempatkannya dalam sebuah tempat mandi yang panasnya berlebihan.[243] Nama-nama mereka dihapus dari permukaan banyak inskripsi, referensi kehidupan mereka dalam catatan literer dihapuskan, dan kenangan atas keduanya disingkirkan. Eusebius, misalnya, mengedit pujian bagi Crispus dari salinan-salinan kemudian Historia Ecclesiastica karyanya, dan Vita Constantini karyanya sama sekali tidak menyebutkan Fausta ataupun Crispus.[244] Hanya sedikit sumber kuno yang membahas kemungkinan motif Constantinus terkait peristiwa-peristiwa tersebut; semua sumber yang ada itu menyajikan alasan-alasan yang tidak meyakinkan dan secara umum tidak dapat diandalkan.[245] Pada saat eksekusi, secara umum diyakini bahawa Maharani Fausta terlibat dalam hubungan terlarang dengan Crispus atau menyebarkan rumor seperti itu. Berkembang suatu mitos populer, dimodifikasi sesuai legenda HippolitusFaedra, yang beranggapan bahawa Constantinus membunuh Crispus dan Fausta kerana perilaku amoral mereka.[246] Salah satu sumber, Kisah Sengsara Artemius yang utamanya dipandang sebagai karya fiksi, kemungkinan ditulis pada abad ke-8 oleh Yohanes dari Damaskus, terkait secara eksplisit dengan legenda itu.[247] Sebagai suatu interpretasi atas eksekusi-eksekusi tersebut: legenda itu dianggap hanya bertumpu pada "bukti yang paling tipis": sumber-sumber yang menyinggung hubungan antara Crispus dan Fausta baru ditulis di kemudian hari dan tidak dapat diandalkan, serta pengemukaan modern bahawa maklumat-maklumat "saleh" Constantinus pada tahun 326 dapat terkait dengan penyimpangan Crispus tidak bersandar pada bukti apapun.[246]

Meskipun Constantinus menjadikan ahli-ahli warisnya sebagai para "Caesar", mengikuti suatu pola yang dibangun oleh Diocletianus, baginda menjadikan mereka suatu karakter turun-temurun, yang asing bagi sistem tetrarki: para Caesar Constantinus dijaga dengan harapan untuk naik ke Empayar, dan sepenuhnya sebagai subordinasi dari Augustus mereka, sepanjang baginda masih hidup.[248] Oleh karenanya, salah satu penjelasan alternatif mengenai eksekusi Crispus adalah, mungkin, keinginan Constantinus untuk mempertahankan para ahli warisnya yang prospektif, hal ini—dan keinginan Fausta agar yang menjadi pewaris adalah para puteranya bukan saudara tiri mereka—dapat menjadi alasan untuk membunuh Crispus; sementara Fausta yang dieksekusi belakangan kemungkinan dimaksudkan sebagai suatu pengingat bagi anak-anaknya bahawa Constantinus tidak akan ragu-ragu "membunuh keluarganya sendiri ketika baginda merasa hal ini diperlukan".[249]

Kampanye-kampanye kemudian sunting

jmpl|Empayar Romawi pada tahun 337, menampilkan penaklukan Constantinus di Dacia di hilir Danube (arsiran ungu) dan dependensi Romawi lainnya (arsiran ungu muda).

Constantinus menganggap Konstantinopel sebagai ibu kota dan tempat tinggal permanennya. Baginda tinggal di sana hampir sepanjang sisa hidupnya kemudian. Baginda membangun kembali jambatam Trajanus di Sungai Donau (Danube), dengan harapan merebut kembali Dacia, suatu provinsi yang telah ditinggalkan pada masa pemerintahan Aurelianus. Pada akhir musim dingin tahun 332, Constantinus melakukan kampanye tentera bersama dengan kaum Sarmatia untuk melawan suku Goth. Cuaca dan kurangnya makanan mengakibatkan kerugian besar bagi suku Goth: kabarnya, hampir seratus ribu orang meninggal dunia sebelum mereka tunduk pada Roma. Pada tahun 334, setelah rakyat jelata Sarmatia menggulingkan pimpinan mereka, Constantinus memimpin suatu kampanye melawan suku tersebut. Baginda memperoleh kemenangan dalam perang itu dan memperluas kekuasaannya atas wilayah tersebut, sebagaimana diindikasikan oleh sisa-sisa kamp dan benteng di wilayah tersebut.[250] Constantinus memukimkan kembali beberapa orang buangan Sarmatia sebagai petani-petani di berbagai distrik Romawi dan Iliria, serta memberlakukan wajib tentera atas selebihnya ke dalam ketentaraan. Constantinus menggunakan gelar Dacicus maximus pada tahun 336.[251]

[[Berkas:Roman - Imperial Medallion of Constantine I - Walters 59690.jpg|jmpl|lurus|kiri|Medali emas yang dicetak di Nikomedia pada tahun 336–337 untuk memperingati 30 tahun pemerintahannya.]]

Dalam tahun-tahun terakhir hidupnya, Constantinus merencanakan suatu kampanye melawan Persia. Dalam sebuah surat yang ditulis kepada raja Persia, Shapur II, Constantinus menegaskan dukungannya pada orang-orang Kristiani Persia dan mendesak Shapur untuk memperlakukan mereka dengan baik.[252] Surat tersebut tidak dapat ditarikhkan. Menanggapi serangan-serangan mendadak di perbatasan, Constantinus mengutus Konstantius untuk menjaga perbatasan timur pada tahun 335. Pada tahun 336, pangeran Narseh menginvasi Armenia (suatu kerajaan Kristiani sejak tahun 301) dan menobatkan seorang klien Persia ke atas takhtanya. Constantinus kemudian memutuskan untuk melakukan sendiri kampanye terhadap Persia. Baginda memperlakukan perang tersebut sebagai suatu perang salib Kristiani, meminta para uskup untuk menemani pasukan dan membangun sebuah tenda dalam bentuk bangunan gereja untuk mengiringinya. Constantinus berencana untuk dibaptis di Sungai Yordan sebelum menyeberang ke Persia. Utusan-utusan Persia datang ke Konstantinopel selama musim dingin tahun 336–337 untuk mengupayakan perdamaian, tetapi Constantinus menolak mereka. Kampanye tersebut lalu dibatalkan kerana Constantinus jatuh sakit pada musim semi tahun 337.[253]

Penyakit dan kematian sunting

[[Berkas:Raphael Baptism Constantine.jpg|jmpl|Pembaptisan Constantinus, sebagaimana digambarkan oleh para murid Rafael.]]

Constantinus telah menyadari bahawa hidupnya di dunia akan segera berakhir. Di dalam Gereja Rasul Suci, Constantinus diam-diam menyiapkan makam baginya.[254] Kenyataannya datang lebih cepat dari perkiraannya. Tidak lama setelah Hari Raya Paskah tahun 337, Constantinus menderita sakit parah.[255] Baginda meninggalkan Konstantinopel untuk mandi air panas di dekat kota ibunya, yaitu Helenopolis (Altinova), di pesisir selatan Teluk Nikomedia (sekarang Teluk İzmit). Di sana, di dalam suatu gereja yang dibangun ibunya untuk menghormati Rasul Lusianus, baginda berdoa, dan di sana baginda menyadari bahawa baginda sedang sekarat. Baginda mencari pemurnian dari dosa dan menjadi seorang katekumen, serta berusaha kembali ke Konstantinopel, walau hanya berhasil sampai daerah pinggiran kota Nikomedia.[256] Baginda memanggil para uskup, dan menyampaikan kepada mereka harapannya untuk dibaptis di Sungai Yordan, tempat Yesus dibaptis sesuai yang tertulis. Baginda meminta agar segera dibaptis, berjanji untuk menjalani kehidupan yang lebih Kristiani seandainya baginda dapat sembuh dari penyakitnya. Menurut catatan Eusebius, para uskup "melangsungkan upacara suci sesuai kebiasaan".[257] Baginda meminta uskup dari kota tempat baginda terbaring sekarat, Eusebius dari Nikomedia yang cenderung mendukung Arian, sebagai pembaptisnya.[258] Mengenai penundaan pembaptisannya, hingga baginda merasa layak, baginda mengikuti kebiasaan pada saat itu yang menunda pembaptisan hingga melewati masa bayi.[259] Hingga sekarang Constantinus dianggap menunda pembaptisannya selama mungkin agar dapat sebanyak-banyaknya terbebas dari dosa.[260] Tidak lama kemudian Constantinus wafat di suatu vila di pinggiran kota yang disebut Achyron, pada hari terakhir dari lima puluh hari perayaan Pentakosta setelah Paskah, pada tanggal 22 Mei 337.[261]

[[Berkas:Constantinian Dynasty, the children of Constantine.png|jmpl|kiri|Dinasti Konstantinian hingga Gratianus (memerintah tahun 367–383).]]

Di dalam laporan Eusebius, wafatnya Constantinus menyusul berakhirnya kampanye Persia. Bagaimanapun, kebanyakan sumber lainnya melaporkan kalau wafatnya terjadi saat kampanye tengah berlangsung. Maharaja Yulianus (keponakan Constantinus), menulis pada pertengahan tahun 350-an, menyampaikan bahawa Empayar Sasaniyah lolos dari hukuman atas perbuatan-perbuatan buruk mereka kerana Constantinus wafat "di tengah-tengah persiapan untuk perang".[262] Laporan-laporan serupa tercantum dalam Origo Constantini, sebuah dokumen anonim yang ditulis ketika Constantinus masih hidup, dan yang mengisahkan wafatnya Constantinus di Nikomedia;[263] Historiae abbreviatae dari Sextus Aurelius Victor, ditulis tahun 361, yang mengisahkan wafatnya Constantinus di suatu tanah di dekat Nikomedia yang disebut Achyrona ketika melakukan mars untuk melawan bangsa Persia;[264] dan Breviarium dari Eutropius, sebuah buku pedoman yang disusun pada tahun 369 untuk Maharaja Valens, yang mengisahkan wafatnya Constantinus di suatu vila pemerintah yang tidak disebutkan namanya di Nikomedia.[265] Dari laporan-laporan ini dan yang lainnya, beberapa kalangan menganggap kalau Vita karya Eusebius telah diedit untuk mempertahankan reputasi Constantinus dari hal-hal yang dianggap Eusebius kurang pantas terkait kampanye tersebut.[266]

Setelah wafatnya, jenazah Constantinus dipindahkan ke Konstantinopel dan dimakamkan di Gereja Rasul Suci di sana.[267] Baginda digantikan oleh ketiga puteranya dari Fausta, yaitu Constantinus II, Konstantius II, dan Konstans. Sejumlah kerabatnya dibunuh oleh para pengikut Konstantius, khususnya keponakan-keponakan Constantinus yang bernama Dalmatius (yang berpangkat Caesar) dan Hannibalianus, diduga untuk menghilangkan potensi saingan dalam suatu suksesi yang sudah cukup kompleks. Baginda juga memiliki dua putri, Konstantina dan Helena, istri Maharaja Yulianus.[268]

Peninggalan sunting

jmpl|lurus|Patung kepala Constantinus yang terbuat dari perunggu, dari sebuah patung kolosal abad ke-4.

Meskipun Constantinus diberi sebutan kehormatan "Agung" (bahasa Inggeris: The Great; "Μέγας") oleh para sejarawan Kristiani jauh setelah wafatnya, baginda dapat saja mengklaim gelar tersebut semata-mata kerana berbagai kemenangan dan pencapaian militernya. Selain mempersatukan Empayar di bawah kepemimpinan satu orang maharaja, baginda memperoleh kemenangan-kemenangan besar atas kaum Franka dan Alemanni antara tahun 306–308, atas kaum Franka lagi antara tahun 313–314, atas kaum Goth pada tahun 332, dan atas kaum Sarmatia pada tahun 334. Pada tahun 336, Constantinus kembali menduduki hampir seluruh provinsi Dacia yang telah lama terlepas, sejak Aurelianus terpaksa melepaskannya pada tahun 271. Pada saat wafatnya, baginda sedang merencakan suatu ekspedisi besar untuk mengakhiri serangan-serangan yang dilakukan Empayar Persia atas provinsi-provinsi timur.[269] Dengan total masa pemerintahan 31 tahun (gabungan masa pemerintahannya sebagai rekan-penguasa dan penguasa tunggal), baginda menjadi maharaja yang paling lama menjabat sejak Augustus dan maharaja kedua yang paling lama menjabat dalam sejarah Romawi.

Dalam ranah budaya, Constantinus memiliki kontribusi terhadap bangkitnya mode wajah yang dicukur bersih di antara para maharaja Romawi dari Augustus sampai Trajanus, yang awalnya diperkenalkan di kalangan Romawi oleh Scipio Afrikanus. Mode baru imperial Romawi itu bertahan hingga masa pemerintahan Fokas.[270][271]

Empayar Bizantin memandang Constantinus sebagai pendirinya, dan Empayar Romawi Suci memperhitungkan dia di antara para figur terhormat dari tradisinya. Dalam Empayar Bizantin di kemudian hari, adalah suatu kehormatan besar bagi seorang maharaja jika dipuji sebagai seorang "Constantinus baru". Sepuluh maharaja, termasuk maharaja terakhir Empayar Romawi Timur, menyandang julukan tersebut.[272] Beragam bentuk monumental Konstantinian digunakan di istana Charlemagne untuk mengesankan bahawa baginda adalah penerus Constantinus dan setara dengannya. Constantinus mendapat suatu peran dalam mitos sebagai seorang pejuang penentang "kaum kafir". Motif ekuestrian Romanesque, figur penunggang kuda dalam postur maharaja Romawi yang berjaya, menjadi suatu metafora visual dalam patung-patung untuk memuji para dermawan daerah setempat. Nama "Constantinus" sendiri kembali populer di Prancis barat pada abad ke-11 dan ke-12.[273] Gereja Ortodoks memandang Constantinus sebagai seorang santo (Άγιος Κωνσταντίνος, Santo Constantinus), yang diperingati setiap tanggal 3 September,[274] dan menyebutnya isapostolos (Ισαπόστολος Κωνσταντίνος)—orang yang setara dengan para Rasul.[275]

Bandar Udara Niš dinamai "Constantinus Agung" untuk menghormati dirinya. Sebuah Salib besar pernah direncanakan untuk dibangun di atas bukit yang menghadap Niš, Serbia, tetapi projek ini kemudian dibatalkan.[276] Pada tahun 2012, sebuah memorial didirikan di Niš untuk menghormatinya. Peringatan Maklumat Milan diadakan di Niš pada tahun 2013.[277]

Historiografi sunting

Selama masa hidupnya dan para puteranya, Constantinus disajikan sebagai suatu teladan kebajikan. Kaum pagan seperti Praxagoras dari Athena dan Libanius melontarkan banyak pujian mengenainya. Namun, ketika yang terakhir dari para puteranya wafat pada tahun 361, Yulianus yang Murtad keponakannya (dan menantunya) menulis satire Simposium, atau Saturnalia yang merendahkan Constantinus, menyebut dia inferior dibandingkan dengan para maharaja besar pagan, serta menghubungkannya dengan kemewahan dan keserakahan.[278] Setelah Yulianus, Eunapius memulai—dan Zosimus melanjutkan—suatu tradisi penulisan sejarah yang menyalahkan Constantinus kerana memperlemah Empayar melalui keberpihakannya pada kaum Kristiani.[279]

[[Berkas:Sir Peter Paul Rubens - Constantius appoints Constantine as his successor - Google Art Project.jpg|jmpl|kiri|Konstantius menunjuk Constantinus sebagai penerusnya, karya Peter Paul Rubens, tahun 1622.]]

Dalam dunia Timur mahupun Barat pada abad pertengahan, Constantinus disajikan sebagai seorang penguasa yang ideal, tolok ukur setiap raja ataupun maharaja.[279] Penemuan kembali sumber-sumber anti-Konstantinian pada Abad Renaisans memicu penilaian ulang terhadap karier Constantinus. Seorang humanis Jerman bernama Johann Löwenklau, penemu tulisan-tulisan Zosimus, memublikasikan suatu terjemahan Latin daripadanya pada tahun 1576. Dalam kata pengantarnya, baginda berpendapat bahawa penggambaran Zosimus mengenai Constantinus lebih baik daripada yang disajikan oleh Eusebius dan para sejarawan Gereja, menawarkan suatu pandangan yang lebih seimbang.[280] Kardinal Caesar Baronius, seorang tokoh Kontra Reformasi, lebih menyukai laporan Eusebius dari era Konstantinian. Kisah Hidup Constantinus (1588) karya Baronius menyajikan Constantinus sebagai model seorang pangeran Kristiani.[281] Dalam Sejarah Kemunduran dan Kejatuhan Empayar Romawi (1776–89) karyanya, Edward Gibbon, yang bertujuan menyatukan kedua ekstrem keilmuan Konstantinian, menawarkan suatu citra Constantinus yang dibangun berdasarkan narasi-narasi dari Eusebius dan Zosimus yang dikontraskan.[282] Dengan suatu bentuk yang menyejajarkan laporan karyanya mengenai kemunduran Empayar Romawi, Gibbon menyajikan Constantinus dalam versi seorang pahlawan perang terhormat yang dirusakkan oleh pengaruh Kristiani, yang berubah menjadi seorang diktator Oriental pada masa tuanya: "seorang pahlawan ... mengalami kemerosotan menjadi seorang penguasa yang kejam dan tak bermoral".[283]

Interpretasi modern tentang pemerintahan Constantinus diawali dengan Zaman Constantinus Agung (1853, rev. 1880) karya Jacob Burckhardt. Constantinus versi Burchhardt adalah seorang sekularis licik, seorang politisi yang memanipulasi semua pihak dalam usaha untuk mengamankan kekuasaannya sendiri.[284] Henri Grégoire, menulis pada tahun 1930-an, mengikuti penilaian Burckhardt mengenai Constantinus. Menurut Grégoire, Constantinus menjadi berminat pada Kekristenan setelah melihat manfaatnya secara politis. Grégoire merasa skeptis dengan autentisitas Vita karya Eusebius, dan mendalilkan sebuah pseudo-Eusebius untuk memikul tanggung jawab atas narasi-narasi penglihatan dan konversi dalam karya tersebut.[285] Otto Seeck, dalam Geschichte des Untergangs der antiken Welt (1920–23), dan André Piganiol, dalam L'empereur Constantin (1932), menuliskan hal berlawanan dengan tradisi kesejarahan itu. Seeck menyajikan Constantinus sebagai seorang pahlawan perang yang tulus, dan ambiguitasnya merupakan akibat dari inkonsistensinya yang naif.[286] Constantinus versi Piganiol adalah seorang monoteis yang filosofis, seorang anak dari sinkretisme religius pada zamannya.[287] Riwayat-riwayat sejarah yang berkaitan karya A. H. M. Jones (Constantinus dan Konversi Eropa, 1949) dan Ramsay MacMullen (Constantinus, 1969) memberikan gambaran-gambaran dari seorang Constantinus yang kurang visioner dan lebih impulsif.[288]

Laporan-laporan belakangan lebih cenderung menyajikan Constantinus sebagai seseorang yang benar-benar melakukan konversi diri ke dalam Kekristenan. Dimulai dari Constantinus Agung dan Gereja Kristiani (1929) karya Norman H. Baynes, dan dipertegas dengan Konversi Constantinus dan Roma Pagan (1948) karya Andreas Alföldi, berkembang suatu tradisi kesejarahan yang menyajikan Constantinus sebagai seorang Kristiani yang berkomitmen. Karya penting Timothy Barnes yang berjudul Constantinus dan Eusebius (1981) merepresentasikan puncak dari tren tersebut. Constantinus versi Barnes mengalami suatu konversi radikal, yang mendorongnya melakukan suatu perjuangan pribadi untuk mengonversi kekaisarannya.[289] Constantinus dan Empayar Kristiani (2004) karya Charles Matson Odahl memuat tema yang kurang lebih sama.[290] Terlepas dari karya tulis Barnes, argumen-argumen mengenai kekuatan dan kedalaman konversi religius Constantinus terus berlanjut.[291] Tema-tema tertentu dalam mazhab ini mencapai ekstrem baru dalam Kekristenan Constantinus Agung (1996) karya T.G. Elliott, yang menyajikan Constantinus sebagai seorang Kristiani yang berkomitmen sejak baginda masih anak-anak berusia dini.[292] Pandangan serupa tentang Constantinus termuat dalam Quand notre monde est devenu chrétien, karya Paul Veyne tahun 2007, yang tidak berspekulasi seputar asal mula motivasi Kristiani Constantinus, tetapi menyajikan dirinya, dalam perannya sebagai Maharaja, sebagai seorang revolusioner keagamaan yang sangat meyakini bahawa dirinya dimaksudkan "untuk memainkan suatu peran seturut waktunya dalam karya milenium keselamatan umat manusia".[293]

Donasi Constantinus sunting

Kalangan Katolik Ritus Latin menyatakan keraguan mereka seputar pembaptisan Constantinus menjelang wafatnya dan oleh seorang uskup yang tidak ortodoks, kerana hal tersebut merusak otoritas Kepausan. Selain itu, pada awal abad keempat, sebuah legenda menyatakan bahawa Paus Silvester I (314–335) menyembuhkan sang maharaja dari penyakit kusta. Menurut legenda tersebut, Constantinus dibaptis tidak lama setelahnya, dan mulai membangun sebuah gereja di Istana Lateran.[294] Pada abad kedelapan, kemungkinan besar pada masa kepausan Stefanus II (752–757), sebuah dokumen yang disebut Donasi Constantinus muncul pertama kali, yang di dalamnya dinyatakan bahawa Constantinus yang baru berpindah keyakinan menyerahkan kekuasaan temporal atas "kota Roma dan seluruh provinsi, distrik, serta kota di Italia dan wilayah Barat" kepada Silvester dan para penerusnya.[295] Pada Abad Pertengahan Tinggi, dokumen tersebut digunakan dan diterima sebagai dasar kekuasaan temporal Paus, meskipun dokumen tersebut dinyatakan palsu oleh Maharaja Otto III[296] dan dicap sebagai akar dari keduniawian kepausan oleh penyair Dante Alighieri.[297] Filolog abad ke-15 Lorenzo Valla menyatakan bahawa dokumen tersebut memang hasil pemalsuan.[298]

Historia karya Geoffrey dari Monmouth sunting

Pada Abad Pertengahan, kaum Briton memandang Constantinus sebagai seorang raja dari kaum mereka sendiri, secara khusus mengaitkannya dengan Caernarfon di Gwynedd. Meskipun sebagian dari hal ini merupakan dampak dari ketenaran dan proklamasi dirinya sebagai Maharaja di Britania, terdapat juga kesimpangsiuran mengenai hubungan keluarga antara dia dengan Santa Elen (diduga adalah istri Magnus Maximus) dan puteranya, Constantinus yang lain (Wales: Custennin). Pada abad ke-12, Henry dari Huntingdon menyertakan suatu bagian dalam Historia Anglorum karyanya yang menyatakan bahawa ibu maharaja Constantinus adalah orang Briton dan putri Raja Cole dari Colchester.[299] Geoffrey dari Monmouth mengembangkan cerita tersebut dalam Historia Regum Britanniae karyanya yang sangat fiksional, yang memuat laporan tentang mereka yang diduga sebagai Raja-Raja Britania dari asal muasal Troya mereka sampai invasi Anglo-Sachsen.[300] Menurut Geoffrey, Cole adalah Raja kaum Briton ketika Konstantius, sebagai seorang senator, datang ke Britania. Karena khawatir dengan kaum Romawi, Cole tunduk pada hukum Romawi selama baginda menjabat sebagai raja. Namun, baginda wafat sebulan kemudian, dan Konstantius naik ke takhtanya, menikahi putri Cole, Helena. Putra mereka, Constantinus, menggantikan ayahnya sebagai Raja Britania sebelum menjadi Maharaja Romawi.

Secara historis, rangkaian peristiwa tersebut tampak sangat mustahil. Konstantius telah meninggalkan Helena pada saat baginda berangkat menuju Britania.[35] Selain itu, tidak ada sumber yang lebih awal yang menyebutkan bahawa Helena lahir di Britania, apalagi menyebutkan bahawa baginda adalah seorang putri raja. Sumber yang digunakan Henry untuk menulis cerita tersebut tidak diketahui, meskipun mungkin saja berasal dari sebuah hagiografi Helena yang telah hilang.[300]

Dokumenter sunting

Dokumenter-dokumenter mengenai Constantinus misalnya: "From Jesus To Christ: The First Christians" (Bagian 12) yang ditayangkan oleh PBS[301] dan "Ancient Roads from Christ to Constantine" (Episode 6 Constantine) yang diproduksi oleh Hector Galan.[302]

Lihat pula sunting

Nota sunting


Petikan sunting

  1. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 272.
  2. ^ Bleckmann, "Sources for the History of Constantine" (CC), 14; Cameron, 90–91; Lenski, "Introduction" (CC), 2–3.
  3. ^ Bleckmann, "Sources for the History of Constantine" (CC), 23–25; Cameron, 90–91; Southern, 169.
  4. ^ Cameron, 90; Southern, 169.
  5. ^ Bleckmann, "Sources for the History of Constantine" (CC), 14; Corcoran, Empire of the Tetrarchs, 1; Lenski, "Introduction" (CC), 2–3.
  6. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 265–68.
  7. ^ Drake, "What Eusebius Knew," 21.
  8. ^ Eusebius, Vita Constantini 1.11; Odahl, 3.
  9. ^ Lenski, "Introduction" (CC), 5; Storch, 145–55.
  10. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 265–71; Cameron, 90–92; Cameron and Hall, 4–6; Elliott, "Eusebian Frauds in the "Vita Constantini"", 162–71.
  11. ^ Lieu and Montserrat, 39; Odahl, 3.
  12. ^ Bleckmann, "Sources for the History of Constantine" (CC), 26; Lieu and Montserrat, 40; Odahl, 3.
  13. ^ Lieu and Montserrat, 40; Odahl, 3.
  14. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 12–14; Bleckmann, "Sources for the History of Constantine" (CC), 24; Mackay, 207; Odahl, 9–10.
  15. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 225; Bleckmann, "Sources for the History of Constantine" (CC), 28–29; Odahl, 4–6.
  16. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 225; Bleckmann, "Sources for the History of Constantine" (CC), 26–29; Odahl, 5–6.
  17. ^ Odahl, 6, 10.
  18. ^ Bleckmann, "Sources for the History of Constantine" (CC), 27–28; Lieu and Montserrat, 2–6; Odahl, 6–7; Warmington, 166–67.
  19. ^ Bleckmann, "Sources for the History of Constantine" (CC), 24; Odahl, 8; Wienand, Kaiser als Sieger, 26–43.
  20. ^ Bleckmann, "Sources for the History of Constantine" (CC), 20–21; Johnson, "Architecture of Empire" (CC), 288–91; Odahl, 11–12.
  21. ^ Bleckmann, "Sources for the History of Constantine" (CC), 17–21; Odahl, 11–14; Wienand, Kaiser als Sieger, 43–86.
  22. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 3, 39–42; Elliott, Christianity of Constantine, 17; Odahl, 15; Pohlsander, "Constantine I"; Southern, 169, 341.
  23. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 3; Barnes, New Empire, 39–42; Elliott, "Constantine's Conversion," 425–6; Elliott, "Eusebian Frauds," 163; Elliott, Christianity of Constantine, 17; Jones, 13–14; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 59; Odahl, 16; Pohlsander, Emperor Constantine, 14; Rodgers, 238; Wright, 495, 507.
  24. ^ Odahl, Charles M. (2001). Constantine and the Christian empire. London: Routledge. m/s. 40–41. ISBN 9780415174855.
  25. ^ Gabucci, Ada (2002). Ancient Rome : art, architecture and history. Los Angeles, Calif.: J. Paul Getty Museum. m/s. 141. ISBN 978-0892366569.
  26. ^ a b Barnes, Constantine and Eusebius, 3; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 59–60; Odahl, 16–17.
  27. ^ MacMullen, Constantine, 21.
  28. ^ Panegyrici Latini 8(5), 9(4); Lactantius, De Mortibus Persecutorum 8.7; Eusebius, Vita Constantini 1.13.3; Barnes, Constantine and Eusebius, 13, 290.
  29. ^ Drijvers, J.W. Helena Augusta: The Mother of Constantine the Great and the Legend of Her finding the True Cross (Leiden, 1991) 9, 15–17.
  30. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 3; Barnes, New Empire, 39–40; Elliott, Christianity of Constantine, 17; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 59, 83; Odahl, 16; Pohlsander, Emperor Constantine, 14.
  31. ^ Tejirian, Eleanor H.; Simon, Reeva Spector (2012). Conflict, conquest, and conversion two thousand years of Christian missions in the Middle East. New York: Columbia University Press. m/s. 15. ISBN 0-231-51109-4.
  32. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 8–14; Corcoran, "Before Constantine" (CC), 41–54; Odahl, 46–50; Treadgold, 14–15.
  33. ^ Bowman, 70; Potter, 283; Williams, 49, 65.
  34. ^ Potter, 283; Williams, 49, 65.
  35. ^ a b Barnes, Constantine and Eusebius, 3; Elliott, Christianity of Constantine, 20; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 59–60; Odahl, 47, 299; Pohlsander, Emperor Constantine, 14.
  36. ^ Lactantius, De Mortibus Persecutorum 7.1; Barnes, Constantine and Eusebius, 13, 290.
  37. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 3, 8; Corcoran, "Before Constantine" (CC), 40–41; Elliott, Christianity of Constantine, 20; Odahl, 46–47; Pohlsander, Emperor Constantine, 8–9, 14; Treadgold, 17.
  38. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 8–9; Corcoran, "Before Constantine" (CC), 42–43, 54.
  39. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 3; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 59–60; Odahl, 56–7.
  40. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 73–74; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 60; Odahl, 72, 301.
  41. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 47, 73–74; Fowden, "Between Pagans and Christians," 175–76.
  42. ^ Constantine, Oratio ad Sanctorum Coetum, 16.2; Elliott, Christianity of Constantine., 29–30; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 60; Odahl, 72–73.
  43. ^ Elliott, Christianity of Constantine, 29; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 61; Odahl, 72–74, 306; Pohlsander, Emperor Constantine, 15. Contra: J. Moreau, Lactance: "De la mort des persécuteurs", Sources Chrétiennes 39 (1954): 313; Barnes, Constantine and Eusebius, 297.
  44. ^ Constantine, Oratio ad Sanctorum Coetum 25; Elliott, Christianity of Constantine, 30; Odahl, 73.
  45. ^ Lactantius, De Mortibus Persecutorum 10.6–11; Barnes, Constantine and Eusebius, 21; Elliott, Christianity of Constantine, 35–36; MacMullen, Constantine, 24; Odahl, 67; Potter, 338.
  46. ^ Eusebius, Vita Constantini 2.49–52; Barnes, Constantine and Eusebius, 21; Odahl, 67, 73, 304; Potter, 338.
  47. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 22–25; MacMullen, Constantine, 24–30; Odahl, 67–69; Potter, 337.
  48. ^ MacMullen, Constantine, 24–25.
  49. ^ Oratio ad Sanctorum Coetum 25; Odahl, 73.
  50. ^ Drake, "The Impact of Constantine on Christianity" (CC), 126; Elliott, "Constantine's Conversion," 425–26.
  51. ^ Drake, "The Impact of Constantine on Christianity" (CC), 126.
  52. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 25–27; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 60; Odahl, 69–72; Pohlsander, Emperor Constantine, 15; Potter, 341–342.
  53. ^ Lactantius, De Mortibus Persecutorum 19.2–6; Barnes, Constantine and Eusebius, 26; Potter, 342.
  54. ^ Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 60–61; Odahl, 72–74; Pohlsander, Emperor Constantine, 15.
  55. ^ Origo 4; Lactantius, De Mortibus Persecutorum 24.3–9; Praxagoras fr. 1.2; Aurelius Victor 40.2–3; Epitome de Caesaribus 41.2; Zosimus 2.8.3; Eusebius, Vita Constantini 1.21; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 61; MacMullen, Constantine, 32; Odahl, 73.
  56. ^ Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 61.
  57. ^ Odahl, 75–76.
  58. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 27; Elliott, Christianity of Constantine, 39–40; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 61; MacMullen, Constantine, 32; Odahl, 77; Pohlsander, Emperor Constantine, 15–16; Potter, 344–5; Southern, 169–70, 341.
  59. ^ MacMullen, Constantine, 32.
  60. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 27; Elliott, Christianity of Constantine, 39–40; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 61; Odahl, 77; Pohlsander, Emperor Constantine, 15–16; Potter, 344–45; Southern, 169–70, 341.
  61. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 27, 298; Elliott, Christianity of Constantine, 39; Odahl, 77–78, 309; Pohlsander, Emperor Constantine, 15–16.
  62. ^ Mattingly, 233–34; Southern, 170, 341.
  63. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 27–28; Jones, 59; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 61–62; Odahl, 78–79.
  64. ^ Jones, 59.
  65. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 28–29; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 62; Odahl, 79–80.
  66. ^ Jones, 59; MacMullen, Constantine, 39.
  67. ^ Treadgold, 28.
  68. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 28–29; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 62; Odahl, 79–80; Rees, 160.
  69. ^ a b Barnes, Constantine and Eusebius, 29; Elliott, Christianity of Constantine, 41; Jones, 59; MacMullen, Constantine, 39; Odahl, 79–80.
  70. ^ Odahl, 79–80.
  71. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 29.
  72. ^ Pohlsander, Emperor Constantine, 16–17.
  73. ^ Odahl, 80–81.
  74. ^ Odahl, 81.
  75. ^ MacMullen, Constantine, 39; Odahl, 81–82.
  76. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 29; Elliott, Christianity of Constantine, 41; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 63; MacMullen, Constantine, 39–40; Odahl, 81–83.
  77. ^ Odahl, 82–83.
  78. ^ Odahl, 82–83. See also: William E. Gwatkin, Jr. Roman Trier." The Classical Journal 29 (1933): 3–12.
  79. ^ Lactantius, De Mortibus Persecutorum 24.9; Barnes, "Lactantius and Constantine", 43–46; Odahl, 85, 310–11.
  80. ^ Odahl, 86.
  81. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 28.
  82. ^ Rodgers, 236.
  83. ^ Panegyrici Latini 7(6)3.4; Eusebius, Vita Constantini 1.22, qtd. and tr. Odahl, 83; Rodgers, 238.
  84. ^ MacMullen, Constantine, 40.
  85. ^ Qtd. in MacMullen, Constantine, 40.
  86. ^ Zosimus, 2.9.2; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 62; MacMullen, Constantine, 39.
  87. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 29; Odahl, 86; Potter, 346.
  88. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 30–31; Elliott, Christianity of Constantine, 41–42; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 62–63; Odahl, 86–87; Potter, 348–49.
  89. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 31; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 64; Odahl, 87–88; Pohlsander, Emperor Constantine, 15–16.
  90. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 30; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 62–63; Odahl, 86–87.
  91. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 34; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 63–65; Odahl, 89; Pohlsander, Emperor Constantine, 15–16.
  92. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 32; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 64; Odahl, 89, 93.
  93. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 32–34; Elliott, Christianity of Constantine, 42–43; Jones, 61; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 65; Odahl, 90–91; Pohlsander, Emperor Constantine, 17; Potter, 349–50; Treadgold, 29.
  94. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 33; Jones, 61.
  95. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 36–37.
  96. ^ a b Barnes, Constantine and Eusebius, 34–35; Elliott, Christianity of Constantine, 43; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 65–66; Odahl, 93; Pohlsander, Emperor Constantine, 17; Potter, 352.
  97. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 34.
  98. ^ Elliott, Christianity of Constantine, 43; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 68; Pohlsander, Emperor Constantine, 20.
  99. ^ Elliott, Christianity of Constantine, 45; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 68.
  100. ^ Lactantius, De Mortibus Persecutorum 30.1; Barnes, Constantine and Eusebius, 40–41, 305.
  101. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 41; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 68.
  102. ^ Potter, 352.
  103. ^ Panegyrici Latini 6(7); Barnes, Constantine and Eusebius, 35–37, 301; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 66; Odahl, 94–95, 314–15; Potter, 352–53.
  104. ^ Panegyrici Latini 6(7)1. Qtd. in Potter, 353.
  105. ^ Panegyrici Latini 6(7).21.5.
  106. ^ Virgil, Ecologues 4.10.
  107. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 36–37; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 67; Odahl, 95.
  108. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 36–37; Elliott, Christianity of Constantine, 50–53; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 66–67; Odahl, 94–95.
  109. ^ Lactantius, De Mortibus Persecutorum 31–35; Eusebius, Historia Ecclesiastica 8.16; Elliott, Christianity of Constantine, 43; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 68; Odahl, 95–96, 316.
  110. ^ Lactantius, De Mortibus Persecutorum 34; Eusebius, Historia Ecclesiastica 8.17; Barnes, Constantine and Eusebius, 304; Jones, 66.
  111. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 39; Elliott, Christianity of Constantine, 43–44; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 68; Odahl, 95–96.
  112. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 41; Elliott, Christianity of Constantine, 45; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 69; Odahl, 96.
  113. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 39–40; Elliott, Christianity of Constantine, 44; Odahl, 96.
  114. ^ Odahl, 96.
  115. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 38; Odahl, 96.
  116. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 37; Curran, 66; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 68; MacMullen, Constantine, 62.
  117. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 37.
  118. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 37–39.
  119. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 38–39; MacMullen, Constantine, 62.
  120. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 40; Curran, 66.
  121. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 41.
  122. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 41; Elliott, Christianity of Constantine, 44–45; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 69; Odahl, 96.
  123. ^ Eusebius, Historia Ecclesiastica 8.15.1–2, qtd. and tr. in MacMullen, Constantine, 65.
  124. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 41; MacMullen, Constantine, 71.
  125. ^ Panegyrici Latini 12(9)2.5; Curran, 67.
  126. ^ Curran, 67.
  127. ^ MacMullen, Constantine, 70–71.
  128. ^ a b Barnes, Constantine and Eusebius, 41; Odahl, 101.
  129. ^ Panegyrici Latini 12(9)5.1–3; Barnes, Constantine and Eusebius, 41; MacMullen, Constantine, 71; Odahl, 101.
  130. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 41; Jones, 70; MacMullen, Constantine, 71; Odahl, 101–2.
  131. ^ Panegyrici Latini 12(9)5–6; 4(10)21–24; Jones, 70–71; MacMullen, Constantine, 71; Odahl, 102, 317–18.
  132. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 41; Jones, 71; Odahl, 102.
  133. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 41–42; Odahl, 103.
  134. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 42; Jones, 71; MacMullen, Constantine, 71; Odahl, 103.
  135. ^ Jones, 71; MacMullen, Constantine, 71; Odahl, 103.
  136. ^ Jones, 71; Odahl, 103.
  137. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 42; Jones, 71; Odahl, 103.
  138. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 42; Jones, 71; Odahl, 103–4.
  139. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 42; Jones, 71; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 69; MacMullen, Constantine, 71; Odahl, 104.
  140. ^ Jones, 71; MacMullen, Constantine, 71.
  141. ^ MacMullen, Constantine, 71.
  142. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 42; Curran, 67; Jones, 71.
  143. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 42; Jones, 71; Odahl, 105.
  144. ^ Jones, 71.
  145. ^ Odahl, 104.
  146. ^ a b Barnes, Constantine and Eusebius, 42.
  147. ^ MacMullen, Constantine, 72; Odahl, 107.
  148. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 42; Curran, 67; Jones, 71–72; Odahl, 107–8.
  149. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 42–43; MacMullen, Constantine, 78; Odahl, 108.
  150. ^ Lactantius, De Mortibus Persecutorum 44.8; Barnes, Constantine and Eusebius, 43; Curran, 67; Jones, 72; Odahl, 108.
  151. ^ a b Odahl, 108.
  152. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 43; Digeser, 122; Jones, 72; Odahl, 106.
  153. ^ Lactantius, De Mortibus Persecutorum 44.4–6, tr. J.L. Creed, Lactantius: De Mortibus Persecutorum (Oxford: Oxford University Press, 1984), qtd. in Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 71.
  154. ^ Eusebius, Vita Constantini 1.28, tr. Odahl, 105. Barnes, Constantine and Eusebius, 43; Drake, "Impact of Constantine on Christianity" (CC), 113; Odahl, 105.
  155. ^ Eusebius, Vita Constantini 1.27–29; Barnes, Constantine and Eusebius, 43, 306; Odahl, 105–6, 319–20.
  156. ^ Drake, "Impact of Constantine on Christianity" (CC), 113.
  157. ^ Cameron and Hall, 208.
  158. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 306; MacMullen, Constantine, 73; Odahl, 319.
  159. ^ Cameron and Hall, 206–7; Drake, "Impact of Constantine on Christianity" (CC), 114; Nicholson, 311.
  160. ^ Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 71, citing Roman Imperial Coinage 7 Ticinum 36.
  161. ^ R. Ross Holloway, Constantine and Rome (New Haven: Yale University Press, 2004), 3, citing Kraft, "Das Silbermedaillon Constantins des Grosses mit dem Christusmonogram auf dem Helm," Jahrbuch für Numismatik und Geldgeschichte 5–6 (1954/55): 151–78.
  162. ^ Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 71.
  163. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 43; Curran, 68.
  164. ^ MacMullen, Constantine, 78.
  165. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 43; Curran, 68; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 70; MacMullen, Constantine, 78; Odahl, 108.
  166. ^ "Portrait Head of the Emperor Constantine, Metropolitan Museum of Art, 26.229". Metmuseum.org. 2013-04-26. Dicapai pada 2013-05-11.
  167. ^ Barnes 1981, p. 44.
  168. ^ MacMullen, Constantine, 81; Odahl, 108.
  169. ^ Cameron, 93; Curran, 71–74; Odahl, 110.
  170. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 44; Curran, 72; Jones, 72; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 70; MacMullen, Constantine, 78; Odahl, 108.
  171. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 44–45.
  172. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 44; MacMullen, Constantine, 81; Odahl, 111. Cf. also Curran, 72–75.
  173. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 45; Curran, 72; MacMullen, Constantine, 81; Odahl, 109.
  174. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 45–46; Odahl, 109.
  175. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 46; Odahl, 109.
  176. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 46.
  177. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 44.
  178. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 45–47; Cameron, 93; Curran, 76–77; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 70.
  179. ^ a b Barnes, Constantine and Eusebius, 45.
  180. ^ Curran, 80–83.
  181. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 47.
  182. ^ Curran, 83–85.
  183. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 45; Curran, 76; Odahl, 109.
  184. ^ Curran, 101.
  185. ^ Krautheimer, Corpus Basilicarum Christianarum Romanorum, 5.90, cited in Curran, 93–96.
  186. ^ Odahl, 109.
  187. ^ Istilah tersebut dipandang sebagai suatu kekeliruan karena apa yang ditetapkan di Milan bukan sebuah maklumat, sementara maklumat-maklumat Lisinius yang berikutnya—di antaranya adalah maklumat-maklumat yang masing-masing ditujukan untuk Provinsi Bitinia dan Palestina sebagaimana dicatat oleh Laktansius dan Eusebius—tidak dikeluarkan di Milan.
  188. ^ Pohlsander, Emperor Constantine, 25.
  189. ^ Drake, "Impact," 121–123.
  190. ^ a b Carrié & Rousselle, L'Empire Romain, 229
  191. ^ Byfield, Ted, ed. The Christians: Their First Two Thousand Years, vol. III By This Sign. pg 148. [1] Diarkibkan 2016-01-19 di Wayback Machine
  192. ^ Pohlsander, Emperor Constantine, 38–39.
  193. ^ Pohlsander, Emperor Constantine, 41–42.
  194. ^ Carrié & Rousselle, L'Empire Romain, 229/230
  195. ^ Timothy E. Gregory, A History of Byzantium. Chichester: John Wiley & Sons, 2010, ISBN 978-1-4051-8471-7, page 54
  196. ^ Philip Schaff, ed., Nicene and Post-nicene Fathers: Second Series. New York: Cosimo, 2007, ISBN 978-1-60206-508-6, page 418, footnote 6
  197. ^ Pohlsander, Emperor Constantine, 42–43.
  198. ^ Scarre, Chronicle of the Roman Emperors, 215.
  199. ^ a b MacMullen, Constantine.
  200. ^ Gilbert Dagron, Naissance d'une Capitale, 24
  201. ^ Petrus Patricius excerpta Vaticana, 190: Κωνσταντίνος εβουλεύσατο πρώτον εν Σαρδική μεταγαγείν τά δημόσια· φιλών τε τήν πόλιν εκείνην συνεχώς έλεγεν "η εμή Ρώμη Σαρδική εστι."
  202. ^ Ramsey MacMullen, Constantine, Routledge ed., 1987, 149
  203. ^ Dagron, Naissance d'une Capitale, 15/19
  204. ^ a b "Constantinople" in The Oxford Dictionary of Byzantium, Oxford University Press, Oxford, 1991, p. 508. ISBN 0-19-504652-8
  205. ^ Sardonyx cameo depicting constantine the great crowned by Constantinople, 4th century AD Diarkibkan 2006-03-16 di Wayback Machine at "The Road to Byzantium: Luxury Arts of Antiquity". The Hermitage Rooms at Somerset House (30 March 2006 – 3 September 2006) Diarkibkan 1 Januari 1970 di Wayback Machine
  206. ^ According to the Reallexikon für Antike und Christentum, vol. 164 (Stuttgart: A. Hiersemann, 2005), column 442, there is no evidence for the tradition that Constantine officially dubbed the city "New Rome" (Nova Roma or Nea Rhome). Commemorative coins that were issued during the 330s already refer to the city as Constantinopolis (Michael Grant, The Climax of Rome (London: Weidenfeld and Nicolson, 1968), 133). It is possible that the emperor called the city "Second Rome" (Deutera Rhome) by official decree, as reported by the 5th-century church historian Socrates of Constantinople.
  207. ^ Bowder, Diana. The Age of Constantine and Julian. New York: Barnes & Noble, 1978
  208. ^ See Lactantius, De Mortibus Persecutorum 34–35.
  209. ^ R. Gerberding and J. H. Moran Cruz, Medieval Worlds (New York: Houghton Mifflin Company, 2004) p. 55. Also, Percival J. On the Question of Constantine's Conversion to Christianity Diarkibkan 2015-06-14 di Wayback Machine, Clio History Journal, 2008.
  210. ^ "Gratian" Encyclopædia Britannica. 2008. Encyclopædia Britannica Online. Feb 3, 2008.
  211. ^ Pontifex Maximus Livius.org article by Jona Lendering retrieved August 21, 2011
  212. ^ Peter Brown, The Rise of Christendom 2nd edition (Oxford, Blackwell Publishing, 2003) p. 60
  213. ^ R. Gerberding and J. H. Moran Cruz, Medieval Worlds (New York: Houghton Mifflin Company, 2004) pp. 55–56.
  214. ^ Robin Lane Fox, apud Jonathan Bardill, Constantine, Divine Emperor of the Christian Golden Age. Cambridge University Press, 2011, ISBN 978-0-521-76423-0, page 307, note 27
  215. ^ Codex Justinianus 3.12.2
  216. ^ Codex Theodosianus 16.2.5
  217. ^ Cf. Paul Veyne, Quand notre monde est devenu chrétien, 163.
  218. ^ R. MacMullen, "Christianizing The Roman Empire A.D.100-400, Yale University Press, 1984, p.44, ISBN 0-300-03642-6
  219. ^ Richards, Jeffrey. The Popes and the Papacy in the Early Middle Ages 476–752 (London: Routledge & Kegan Paul, 1979) 14–15; The Popes and the Papacy in the Early Middle Ages 476–752 (London: Routledge & Kegan Paul, 1979) 15.
  220. ^ Richards, Jeffrey. The Popes and the Papacy in the Early Middle Ages 476–752 (London: Routledge & Kegan Paul, 1979) p. 15-16.
  221. ^ Frend, W.H.C., "The Donatist Church; A Movement of Protest in Roman North Africa," (1952 Oxford), pp.156–162
  222. ^ "CHURCH FATHERS: Life of Constantine, Book III (Eusebius)".
  223. ^ a b c Cf. Adrian Goldsworthy, How Rome Fell, 187
  224. ^ Stemberger, Gunter. Jews and Christians in the Holy Land, A&C Black, 1999, p. 37-38, ISBN 0-567-23050-3
  225. ^ Schäfer, Peter. The History of the Jews in the Greco-Roman World, Routledge, 2003, p. 182, ISBN 1-134-40317-8
  226. ^ Cameron, 107.
  227. ^ Jás Elsner, Imperial Rome and Christian Triumph, 64, fig.32
  228. ^ Christol & Nony, Rome et son Empire, 241
  229. ^ As equestrian order refers to people of equestrian census—thousands of which had no state function—that had an actual position in the state bureaucracy: cf. Claude Lepelley, "Fine delle' ordine equestre: le tappe delle'unificazione dela classe dirigente romana nel IV secolo", IN Giardina, ed., Società romana e impero tardoantico, Bari: Laterza, 1986, V.1, quoted by Carrié & Rouselle, p.660
  230. ^ Christol & Nony, Rome et son Empire, 247; Carrié & Rousselle L'Empire Romain, 658.
  231. ^ Carrié & Rousselle L'Empire Romain, 658–59.
  232. ^ Inscriptiones Latinae Selectae https://web.archive.org/web/20120720213655/http://oracle-vm.ku-eichstaett.de:8888/epigr/epieinzel_de?p_belegstelle=CIL+06%2C+01708&r_sortierung=Belegstelle. Diarkibkan daripada yang asal pada 20 July 2012. Dicapai pada 5 February 2016. Unknown parameter |deadurl= ignored (bantuan); Missing or empty |title= (bantuan); Carrié & Rousselle L'Empire Romain, 659. Diarkibkan 20 Julai 2012 di Wayback Machine[pautan mati]
  233. ^ Carrié & Rousselle, L'Empire Romain, 660.
  234. ^ Cf. Arnhein, The Senatorial Aristocracy in the Later Roman Empire, quoted by Perry Anderson, Passages from Antiquity to Feudalism, 101.
  235. ^ T.D. Barnes, "Statistics and the Conversion of the Roman Aristocracy", Journal of Roman Studies, 85,1995, quoted by Carrié & Rousselle, p.657
  236. ^ Cf. Paul Veyne, L'Empire Gréco-Romain, 49.
  237. ^ Christol & Nony, Rome et son Empire, 247.
  238. ^ Walter Scheidel, "The Monetary Systems of the Han and Roman Empires", 174/175
  239. ^ De Rebus Bellicis, 2.
  240. ^ Sandro Mazzarino, according to Christol & Nony, Rome et son Empire, 246
  241. ^ Carrié & Rousselle, L'Empire Romain, 245–246
  242. ^ Guthrie, 325–6.
  243. ^ Guthrie, 326; Woods, "Death of the Empress," 70–72.
  244. ^ Guthrie, 326; Woods, "Death of the Empress," 72.
  245. ^ Encyclopedia of Roman Empire. MobileReference.com. 2008. ISBN 978-1-60501-314-5. Dicapai pada 2014-10-05.
  246. ^ a b Guthrie, 326–27.
  247. ^ Art. Pass 45; Woods, "Death of the Empress," 71–72.
  248. ^ Christol & Nony, Rome et son Empire, 237/238
  249. ^ Cf. Adrian Goldsworthy, How Rome Fell, 189 & 191
  250. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 250.
  251. ^ Odahl, 261.
  252. ^ Eusebius, VC 4.9ff, cited in Barnes, Constantine and Eusebius, 259.
  253. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 258–59. See also: Fowden, "Last Days", 146–48, and Wiemer, 515.
  254. ^ Eusebius, Vita Constantini 4.58–60; Barnes, Constantine and Eusebius, 259.
  255. ^ Eusebius, Vita Constantini 4.61; Barnes, Constantine and Eusebius, 259.
  256. ^ Eusebius, Vita Constantini 4.62.
  257. ^ Eusebius, Vita Constantini 4.62.4.
  258. ^ Pohlsander, Emperor Constantine, 75–76; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 82.
  259. ^ Because he was so old, he could not be submerged in water to be baptised, and therefore, the rules of baptism were changed to what they are today, having water placed on the forehead alone. In this period infant baptism, though practiced (usually in circumstances of emergency) had not yet become a matter of routine in the west. Thomas M. Finn, Early Christian Baptism and the Catechumenate: East and West Syria (Collegeville: The Liturgical Press/Michael Glazier, 1992); Philip Rousseau, "Baptism," in Late Antiquity: A Guide to the Post Classical World, ed. G.W. Bowersock, Peter Brown, and Oleg Grabar (Cambridge, MA: Belknap Press, 1999).
  260. ^ Marilena Amerise, 'Il battesimo di Costantino il Grande."
  261. ^ Eusebius, Vita Constantini 4.64; Fowden, "Last Days of Constantine," 147; Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 82.
  262. ^ Julian, Orations 1.18.b.
  263. ^ Origo Constantini 35.
  264. ^ Sextus Aurelius Victor, Historiae abbreviatae XLI.16.
  265. ^ Eutropius, Breviarium X.8.2.
  266. ^ Fowden, "Last Days of Constantine," 148–9.
  267. ^ Pohlsander, Emperor Constantine, 75–76.
  268. ^ Pohlsander, Emperor Constantine, 71, figure 9.
  269. ^ Pohlsander, Emperor Constantine, 72.
  270. ^ "Byzantine first & last times". Byzantium.xronikon.com. Dicapai pada 2012-11-07.
  271. ^ "Barba – NumisWiki, The Collaborative Numismatics Project". Forumancientcoins.com. Dicapai pada 2012-11-07.
  272. ^ Pohlsander, Emperor Constantine, 91.
  273. ^ Seidel, 237–39.
  274. ^ Pohlsander, Emperor Constantine, 92–93.
  275. ^ Lieu, "Constantine in Legendary Literature" (CC), 305.
  276. ^ "Niš: Vinik osta pusto brdo".
  277. ^ http://www.b92.net/eng/news/society.php?yyyy=2013&mm=01&dd=17&nav_id=84193. Missing or empty |title= (bantuan)
  278. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 272–23.
  279. ^ a b Barnes, Constantine and Eusebius, 273.
  280. ^ Johannes Leunclavius, Apologia pro Zosimo adversus Evagrii, Nicephori Callisti et aliorum acerbas criminationes (Defence of Zosimus against the Unjustified Charges of Evagrius, Nicephorus Callistus, and Others) (Basel, 1576), cited in Barnes, Constantine and Eusebius, 273, and Odahl, 282.
  281. ^ Caesar Baronius, Annales Ecclesiastici 3 (Antwerp, 1623), cited in Barnes, Constantine and Eusebius, 274, and Odahl, 282.
  282. ^ Edward Gibbon, The Decline and Fall of the Roman Empire Chapter 18, cited in Barnes, Constantine and Eusebius, 274, and Odahl, 282. See also Lenski, "Introduction" (CC), 6–7.
  283. ^ Gibbon, Decline and Fall, 1.256; David P. Jordan, "Gibbon's 'Age of Constantine' and the Fall of Rome", History and Theory 8:1 (1969): 71–96.
  284. ^ Jacob Burckhardt, Die Zeit Constantins des Grossen (Basel, 1853; revised edition, Leipzig, 1880), cited in Barnes, Constantine and Eusebius, 274; Lenski, "Introduction" (CC), 7.
  285. ^ Lenski, "Introduction" (CC), 7.
  286. ^ Lenski, "Introduction" (CC), 7–8.
  287. ^ Barnes, Constantine and Eusebius, 274.
  288. ^ Lenski, "Introduction" (CC), 8.
  289. ^ Lenski, "Introduction" (CC), 8–9; Odahl, 283.
  290. ^ Odahl, 283; Mark Humphries, "Constantine," review of Constantine and the Christian Empire, by Charles Odahl, Classical Quarterly 56:2 (2006), 449.
  291. ^ Averil Cameron, "Introduction," in Constantine: History, Historiography, and Legend, ed. Samuel N.C. Lieu and Dominic Montserrat (New York: Routledge, 1998), 3.
  292. ^ Lenski, "Introduction" (CC), 10.
  293. ^ Quand notre monde est devenu chretien Diarkibkan 2012-07-08 di archive.today, Fabian E. Udoh, review, Theological Studies, June 2008
  294. ^ Lieu, "Constantine in Legendary Literature" (CC), 298–301.
  295. ^ Constitutum Constantini 17, qtd. in Lieu, "Constantine in Legendary Literature" (CC), 301–3.
  296. ^ Henry Charles Lea, "The 'Donation of Constantine'". The English Historical Review 10: 37 (1895), 86–7.
  297. ^ Inferno 19.115; Paradisio 20.55; cf. De Monarchia 3.10.
  298. ^ Fubini, 79–86; Lenski, "Introduction" (CC), 6.
  299. ^ Henry of Huntingdon, Historia Anglorum, Book I, ch. 37.
  300. ^ a b Greenway, Diana (Ed.); Henry of Huntingdon (1996). Historia Anglorum: The History of the English People. Oxford University Press. m/s. civ. ISBN 0-19-822224-6.CS1 maint: extra text: authors list (link)
  301. ^ "Watch The Full Program Online | From Jesus To Christ – The First Christians | FRONTLINE | PBS". www.pbs.org. Dicapai pada 2015-08-17.
  302. ^ "HOME". www.christtoconstantine.com. Dicapai pada 2015-08-17.

Rujukan sunting

Sumber kuno sunting

  • Athanasius of Alexandria.
    • Apologia contra Arianos (Defence against the Arians) c. 349.
    • Atkinson, M., and Archibald Robertson, trans. Apologia Contra Arianos. From Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Vol. 4. Edited by Philip Schaff and Henry Wace. Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co., 1892. Revised and edited for New Advent by Kevin Knight. Online at New Advent. Retrieved 14 August 2009.
    • Epistola de Decretis Nicaenae Synodi (Letter on the Decrees of the Council of Nicaea) c. 352.
    • Newman, John Henry, trans. De Decretis. From Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Vol. 4. Edited by Philip Schaff and Henry Wace. Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co., 1892. Revised and edited for New Advent by Kevin Knight. Online at New Advent. Retrieved 28 September 2009.
    • Historia Arianorum (History of the Arians) c. 357.
    • Atkinson, M., and Archibald Robertson, trans. Historia Arianorum. From Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Vol. 4. Edited by Philip Schaff and Henry Wace. Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co., 1892. Revised and edited for New Advent by Kevin Knight. Online at New Advent. Retrieved 14 August 2009.
  • Sextus Aurelius Victor, Liber de Caesaribus (Book on the Caesars) c. 361.
  • Codex Theodosianus (Theodosian Code) 439.
    • Mommsen, T. and Paul M. Meyer, eds. Theodosiani libri XVI cum Constitutionibus Sirmondianis et Leges novellae ad Theodosianum pertinentes2 (in Latin). Berlin: Weidmann, [1905] 1954. Complied by Nicholas Palmer, revised by Tony Honoré for Oxford Text Archive, 1984. Prepared for online use by R.W.B. Salway, 1999. Preface, books 1–8. Online at University College London and the University of Grenoble. Retrieved 25 August 2009.
    • Unknown edition (in Latin). Online at AncientRome.ru. Retrieved 15 August 2009.
  • Codex Justinianus (Justinianic Code or Code of Justinian).
    • Scott, Samuel P., trans. The Code of Justinian, in The Civil Law. 17 vols. 1932. Online at the Constitution Society. Retrieved 14 August 2009.
    • Krueger, Paul, ed. Codex Justinianus (in Latin). 2 vols. Berlin, 1954. Online at the University of Grenoble. Retrieved 28 September 2009.
  • Epitome de Caesaribus (Epitome on the Caesars) c. 395.
    • Banchich, Thomas M., trans. A Booklet About the Style of Life and the Manners of the Imperatores. Canisius College Translated Texts 1. Buffalo, NY: Canisius College, 2009. Online at De Imperatoribus Romanis. Retrieved 15 August 2009.
  • De Rebus Bellicis (On Military Matters) fourth/fifth century.
  • Eunapius, History from Dexippus first edition c. 390, second edition c. 415. [Fragmentary]
  • Eusebius of Caesarea.
    • Historia Ecclesiastica (Church History) first seven books c. 300, eighth and ninth book c. 313, tenth book c. 315, epilogue c. 325.
    • Williamson, G.A., trans. Church History. London: Penguin, 1989. ISBN 0-14-044535-8
    • McGiffert, Arthur Cushman, trans. Church History. From Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Vol. 1. Edited by Philip Schaff and Henry Wace. Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co., 1890. Revised and edited for New Advent by Kevin Knight. Online at New Advent. Retrieved 28 September 2009.
    • Oratio de Laudibus Constantini (Oration in Praise of Constantine, sometimes the Tricennial Oration) 336.
    • Richardson, Ernest Cushing, trans. Oration in Praise of Constantine. From Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Vol. 1. Edited by Philip Schaff and Henry Wace. Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co., 1890. Revised and edited for New Advent by Kevin Knight. Online at New Advent. Retrieved 16 August 2009.
    • Vita Constantini (The Life of the Blessed Emperor Constantine) c. 336–339.
    • Richardson, Ernest Cushing, trans. Life of Constantine. From Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Vol. 1. Edited by Philip Schaff and Henry Wace. Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co., 1890. Revised and edited for New Advent by Kevin Knight. Online at New Advent. Retrieved 9 June 2009.
    • Life of the Blessed Emperor Constantine. 2009. Reprint of Bagster edition [1845]. Evolution Publishing. ISBN 978-1-889758-93-0. [2]
    • Cameron, Averil and Stuart Hall, trans. Life of Constantine. 1999. Oxford University Press. ISBN 0-19-814924-7.
  • Eutropius, Breviarium ab Urbe Condita (Abbreviated History from the City's Founding) c. 369.
    • Watson, John Henry, trans. Justin, Cornelius Nepos and Eutropius. London: George Bell & Sons, 1886. Online at Tertullian. Retrieved 28 September 2009.
  • Rufus Festus, Breviarium Festi (The Abbreviated History of Festus) c. 370.
    • Banchich, Thomas M., and Jennifer A. Meka, trans. Breviarium of the Accomplishments of the Roman People. Canisius College Translated Texts 2. Buffalo, NY: Canisius College, 2001. Online at De Imperatoribus Romanis. Retrieved 15 August 2009.
  • Jerome, Chronicon (Chronicle) c. 380.
    • Pearse, Roger, et al.., trans. The Chronicle of St. Jerome, in Early Church Fathers: Additional Texts. Tertullian, 2005. Online at Tertullian. Retrieved 14 August 2009.
  • Jordanes, De origine actibusque Getarum [Getica] (The Origin and Deeds of the Goths) c. 551.
    • Mierow, Charles C., trans. The Origins and Deeds of the Goths. Princeton: Princeton University Press, 1915.
  • Lactantius, Liber De Mortibus Persecutorum (Book on the Deaths of the Persecutors) c. 313–315.
    • Fletcher, William, trans. Of the Manner in Which the Persecutors Died. From Ante-Nicene Fathers, Vol. 7. Edited by Alexander Roberts, James Donaldson, and A. Cleveland Coxe. Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co., 1886. Revised and edited for New Advent by Kevin Knight. Online at New Advent. Retrieved 9 June 2009.
  • Libanius, Orationes (Orations) c. 362–365.
  • Optatus, Libri VII de Schismate Donatistarum (Seven Books on the Schism of the Donatists) first edition c. 365–367, second edition c. 385.
    • Vassall-Phillips, O.R., trans. The Work of St. Optatus Against the Donatists. London: Longmans, Green, & Co., 1917. Transcribed at tertullian.org by Roger Pearse, 2006. Online at Tertullian. Retrieved 9 June 2009.
    • Edwards, Mark, trans. Optatus: Against the Donatists. Liverpool: Liverpool University Press, 1997.
  • Origo Constantini Imperiatoris (The Lineage of the Emperor Constantine) c. 340–390.
    • Rolfe, J.C., trans. Excerpta Valesiana, in vol. 3 of Rolfe's translation of Ammianus Marcellinus' History. Loeb ed. London: Heinemann, 1952. Online at LacusCurtius. Retrieved 16 August 2009.
  • Orosius, Historiarum Adversum Paganos Libri VII (Seven Books of History Against the Pagans) c. 417.
  • XII Panegyrici Latini (Twelve Latin Panegyircs) relevant panegyrics dated 289, 291, 297, 298, 307, 310, 311, 313 and 321.
  • Philostorgius, Historia Ecclesiastica (Church History) c. 433.
    • Walford, Edward, trans. Epitome of the Ecclesiastical History of Philostorgius, Compiled by Photius, Patriarch of Constantinople. London: Henry G. Bohn, 1855. Online at Tertullian. Retrieved 15 August 2009.
  • Praxagoras of Athens, Historia (History of Constantine the Great) c. 337. [Fragmentary]
  • Socrates of Constantinople (Socrates Scholasticus), Historia Ecclesiastica (Church History) c. 443.
    • Zenos, A.C., trans. Ecclesiastical History. From Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Vol. 2. Edited by Philip Schaff and Henry Wace. Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co., 1890. Revised and edited for New Advent by Kevin Knight. Online at New Advent. Retrieved 14 August 2009.
  • Sozomen, Historia Ecclesiastica (Church History) c. 445.
    • Hartranft, Chester D. Ecclesiastical History. From Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Vol. 2. Edited by Philip Schaff and Henry Wace. Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co., 1890. Revised and edited for New Advent by Kevin Knight. Online at New Advent. Retrieved 15 August 2009.
  • Theodoret, Historia Ecclesiastica (Church History) c. 448.
    • Jackson, Blomfield, trans. Ecclesiastical History. From Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Vol. 3. Edited by Philip Schaff and Henry Wace. Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co., 1892. Revised and edited for New Advent by Kevin Knight. Online at New Advent. Retrieved 15 August 2009.
  • Zosimus, Historia Nova (New History) c. 500.
    • Unknown, trans. The History of Count Zosimus. London: Green and Champlin, 1814. Online at Tertullian. Retrieved 15 August 2009.[notes 1][2]

Sumber moden sunting

  • Alföldi, Andrew. The Conversion of Constantine and Pagan Rome. Translated by Harold Mattingly. Oxford: Clarendon Press, 1948.
  • Anderson, Perry. Passages from Antiquity to Feudalism. London: Verso, 1981 [1974]. ISBN 0-86091-709-6
  • Arjava, Antii. Women and Law in Late Antiquity. Oxford: Oxford University Press, 1996. ISBN 0-19-815233-7
  • Armstrong, Gregory T. "Church and State Relations: The Changes Wrought by Constantine." Journal of Bible and Religion 32 (1964): 1–7.
  • Armstrong, Gregory T. "Constantine's Churches: Symbol and Structure." The Journal of the Society of Architectural Historians 33 (1974): 5–16.
  • Barnes, Timothy D. "Lactantius and Constantine." The Journal of Roman Studies 63 (1973): 29–46.
  • Barnes, Timothy D. (1981). Constantine and Eusebius. Cambridge, MA: Harvard University Press. ISBN 978-0-674-16531-1.CS1 maint: ref=harv (link)
  • Barnes, Timothy D. The New Empire of Diocletian and Constantine. Cambridge, MA: Harvard University Press, 1982. ISBN 0-7837-2221-4
  • Barnes, Timothy D. "Constantine and the Christians of Persia." The Journal of Roman Studies 75 (1985): 126–136.
  • Barnes, Timothy. Constantine: dynasty, religion and power in the later Roman Empire. Oxford: Blackwell 2011
  • Bowman, Alan K. "Diocletian and the First Tetrarchy." In The Cambridge Ancient History, Volume XII: The Crisis of Empire, edited by Alan Bowman, Averil Cameron, and Peter Garnsey, 67–89. Cambridge University Press, 2005. ISBN 0-521-30199-8
  • Cameron, Averil. "The Reign of Constantine, A.D. 306–337." In The Cambridge Ancient History, Volume XII: The Crisis of Empire, edited by Alan Bowman, Averil Cameron, and Peter Garnsey, 90–109. Cambridge University Press, 2005. ISBN 0-521-30199-8
  • Cameron, Averil and Stuart G. Hall. Life of Constantine. Oxford: Clarendon Press, 1999. Hardcover ISBN 0-19-814917-4 Paperback ISBN 0-19-814924-7
  • Carrié, Jean-Michel & Rousselle, Aline. L'Empire Romain en mutation- des Sévères à Constantin, 192–337. Paris: Seuil, 1999. ISBN 2-02-025819-6
  • Christol, M. & Nony, D. Rome et son Empire. Paris: Hachette, 2003. ISBN 2-01-145542-1
  • Corcoran, Simon. The Empire of the Tetrarchs: Imperial Pronouncements and Government, AD 284–324. Oxford: Clarendon Press, 1996. ISBN 0-19-815304-X
  • Curran, John. Pagan City and Christian Capital. Oxford: Clarendon Press, 2000. Hardcover ISBN 0-19-815278-7 Paperback ISBN 0-19-925420-6
  • Dagron, Gilbert. Naissance d'une Capitale: Constantinople et ses instititutions de 330 a 451. Paris: Presses Universitaires de France, 1984. ISBN 2-13-038902-3
  • Digeser, Elizabeth DePalma. The Making of A Christian Empire: Lactantius and Rome. London: Cornell University Press, 2000. ISBN 0-8014-3594-3
  • Downey, Glanville. "Education in the Christian Roman Empire: Christian and Pagan Theories under Constantine and His Successors." Speculum 32 (1957): 48–61.
  • Drake, H. A. "What Eusebius Knew: The Genesis of the "Vita Constantini"." Classical Philology 83 (1988): 20–38.
  • Drake, H. A. "Constantine and Consensus." Church History 64 (1995): 1–15.
  • Drake, H. A. "Lambs into Lions: Explaining Early Christian Intolerance." Past & Present 153 (1996): 3–36.
  • Drake, H. A. Constantine and the Bishops: The Politics of Intolerance. Baltimore: Johns Hopkins University Press, 2000. ISBN 0-8018-6218-3
  • Elliott, T. G. "Constantine's Conversion: Do We Really Need It?" Phoenix 41 (1987): 420–438.
  • Elliott, T. G. "Eusebian Frauds in the "Vita Constantini"." Phoenix 45 (1991): 162–171.
  • Elliott, T. G. The Christianity of Constantine the Great. Scranton, PA: University of Scranton Press, 1996. ISBN 0-940866-59-5
  • Elsner, Jás. Imperial Rome and Christian Triumph. Oxford & New York: Oxford University Press (Oxford History of Art), 1998. ISBN 0-19-284201-3
  • Fowden, Garth. "Between Pagans and Christians." The Journal of Roman Studies 78 (1988): 173–182.
  • Fowden, Garth. "The Last Days of Constantine: Oppositional Versions and Their Influence." The Journal of Roman Studies 84 (1994): 146–170.
  • Fubini, Riccardo. "Humanism and Truth: Valla Writes against the Donation of Constantine." Journal of the History of Ideas 57:1 (1996): 79–86.
  • Gibbon, Edward. Decline and Fall of the Roman Empire. Chicago: Encyclopædia Britannica, 1952 ("Great Books" collection), in 2 volumes.
  • Goldsworthy, Adrian. How Rome Fell. New Haven & London: Yale University Press, 2009. Hardcover ISBN 978-0-300-13719-4
  • Grant, Robert M. "Religion and Politics at the Council at Nicaea." The Journal of Religion 55 (1975): 1–12.
  • Guthrie, Patrick. "The Execution of Crispus." Phoenix 20: 4 (1966): 325–331.
  • Harries, Jill. Law and Empire in Late Antiquity. Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2004. Hardcover ISBN 0-521-41087-8 Paperback ISBN 0-521-42273-6
  • Hartley, Elizabeth. Constantine the Great: York's Roman Emperor. York: Lund Humphries, 2004. ISBN 978-0-85331-928-3.
  • Heather, Peter J. "Foedera and Foederati of the Fourth Century." In From Roman Provinces to Medieval Kingdoms, edited by Thomas F.X. Noble, 292–308. New York: Routledge, 2006. Hardcover ISBN 0-415-32741-5 Paperback ISBN 0-415-32742-3
  • Helgeland, John. "Christians and the Roman Army A.D. 173–337." Church History 43 (June 1974): 149–163.
  • Jones, A.H.M. Constantine and the Conversion of Europe. Buffalo: University of Toronto Press, 1978 [1948].
  • Jordan, David P. "Gibbon's "Age of Constantine" and the Fall of Rome" History and Theory 8:1 (1969), 71–96.
  • Lenski, Noel, ed. The Cambridge Companion to the Age of Constantine. New York: Cambridge University Press, 2006. Hardcover ISBN 0-521-81838-9 Paperback ISBN 0-521-52157-2
  • Leithart, Peter J. Defending Constantine: The Twilight of an Empire and the Dawn of Christendom. Downers Grove: IL, InterVarsity Press 2010
  • Lieu, Samuel N.C. and Dominic Montserrat. From Constantine to Julian: Pagan and Byzantine Views; A Source History. New York: Routledge, 1996.
  • Mackay, Christopher S. "Lactantius and the Succession to Diocletian." Classical Philology 94:2 (1999): 198–209.
  • MacMullen, Ramsay. Constantine. New York: Dial Press, 1969. ISBN 0-7099-4685-6
  • MacMullen, Ramsay. Christianizing the Roman Empire A.D. 100–400. New Haven, CT; London: Yale University Press, 1984. ISBN 978-0-300-03642-8
  • MacMullen, Ramsay. Christianity and Paganism in the Fourth to Eighth Centuries. New Haven: Yale University Press, 1997. ISBN 0-300-07148-5
  • Mattingly, David. An Imperial Possession: Britain in the Roman Empire. London: Penguin, 2007. ISBN 978-0-14-014822-0
  • Nicholson, Oliver. "Constantine's Vision of the Cross." Vigiliae Christianae 54:3 (2000): 309–323.
  • Odahl, Charles Matson. Constantine and the Christian Empire. New York: Routledge, 2004. Hardcover ISBN 0-415-17485-6 Paperback ISBN 0-415-38655-1
  • Pears, Edwin. "The Campaign against Paganism A.D. 324." The English Historical Review 24:93 (1909): 1–17.
  • Pohlsander, Hans. "Crispus: Brilliant Career and Tragic End". Historia 33 (1984): 79–106.
  • Pohlsander, Hans. The Emperor Constantine. London & New York: Routledge, 2004a. Hardcover ISBN 0-415-31937-4 Paperback ISBN 0-415-31938-2
  • Pohlsander, Hans. "Constantine I (306 – 337 A.D.)." De Imperatoribus Romanis (2004b). Retrieved 16 December 2007.
  • Potter, David S. The Roman Empire at Bay: AD 180–395. New York: Routledge, 2005. Hardcover ISBN 0-415-10057-7 Paperback ISBN 0-415-10058-5
  • Rees, Roger. Layers of Loyalty in Latin Panegyric: AD 289–307. New York: Oxford University Press, 2002. ISBN 0-19-924918-0
  • Rodgers, Barbara Saylor. "The Metamorphosis of Constantine." The Classical Quarterly 39 (1989): 233–246.
  • Scheidel, Walter. "The Monetary Systems of the Han and Roman Empires". In Scheidel, ed., Rome and China: Comparative Perspectives on Ancient World Empires. Oxford: Oxford University Press, 2010, ISBN 978-0-19-975835-7
  • Seidel, Lisa. "Constantine 'and' Charlemagne." Gesta 15 (1976): 237–239.
  • Southern, Pat. The Roman Empire from Severus to Constantine. New York: Routledge, 2001. ISBN 0-415-23944-3
  • Storch, Rudolph H. "The "Eusebian Constantine"." Church History 40 (1971): 1–15.
  • Treadgold, Warren. A History of the Byzantine State and Society. Stanford: Stanford University Press, 1997. ISBN 0-8047-2630-2
  • Udoh, Fabian E. "Quand notre monde est devenu chretien", review, Theological Studies, June 2008
  • Veyne, Paul. L'Empire Gréco-Romain, Paris: Seuil, 2005. ISBN 2-02-057798-4
  • Veyne, Paul.Quand notre monde est devenu chrétien, Paris: Albin Michel, 2007. ISBN 978-2-226-17609-7
  • Warmington, Brian. "Some Constantinian References in Ammianus." In The Late Roman World and its Historian: Interpreting Ammianus Marcellinus, edited by Jan Willem Drijvers and David Hunt, 166–177. London: Routledge, 1999. ISBN 0-415-20271-X
  • Weiss, Peter. "The Vision of Constantine." Translated by A.R. Birley in Journal of Roman Archaeology 16 (2003): 237–59.
  • Wiemer, Hans-Ulrich. "Libanius on Constantine." The Classical Quarterly 44 (1994): 511–524.
  • Wienand, Johannes. Der Kaiser als Sieger. Metamorphosen triumphaler Herrschaft unter Constantin I. Berlin: Akademie-Verlag 2012. ISBN 978-3-05-005903-7
  • Williams, Stephen. Diocletian and the Roman Recovery. New York: Routledge, 1997. ISBN 0-415-91827-8
  • Woods, David. "On the Death of the Empress Fausta." Greece & Rome 45 (1988): 70–86.
  • Woods, David. "Where Did Constantine I Die?" Journal of Theological Studies 48:2 (1997): 531–535.
  • Wright, David H. "The True Face of Constantine the Great." Dumbarton Oaks Papers 41 (1987): 493–507

Esai dari The Cambridge Companion to the Age of Constantine ditandai dengan "(CC)".

Bacaan lanjut sunting

  • Baynes, Norman H. (1930). Constantine the Great and the Christian Church. London: Milford.
  • Burckhardt, Jacob (1949). The Age of Constantine the Great. London: Routledge.
  • Cameron, Averil (1993). The later Roman empire: AD 284–430. London: Fontana Press. ISBN 0-00-686172-5.
  • Eadie, John W., penyunting (1971). The conversion of Constantine. New York: Holt, Rinehart and Winston. ISBN 0-03-083645-X.
  • Pelikán, Jaroslav (1987). The excellent empire: the fall of Rome and the triumph of the church. San Francisco: Harper & Row. ISBN 0-06-254636-8.
  • Velikov, Yuliyan (2013). Imperator et Sacerdos. Veliko Turnovo University Press. ISBN 978-954-524-932-7 (in Bulgarian)

Pautan luar sunting

Constantinus I
Tarikh keputeraan: 10 Februari 272 Tarikh kemangkatan: 22 Mei 337
Gelaran pemerintah
Didahului oleh
Constantius I
Maharaja Rom
306–337
bersama Galerius, Licinius dan Maximinus Daia
Diikuti oleh:
Constantinus II
  1. ^ Roger Pearse, "Preface to the online edition of Zosimus' New History". 19 November 2002, rev. 20 August 2003. Retrieved 2009-08-15.
  2. ^ Daftar sumber primer ini utamanya didasarkan pada rangkuman dalam Odahl, 2–11 dan daftar lanjutannya dalam Odahl, 372–76. Lihat pula Bruno Bleckmann, "Sources for the History of Constantine" (CC), "Sources for the History of Constantine," dalam The Cambridge Companion to the Age of Constantine, terj. Noel Lenski, ed. Noel Lenski (New York: Cambridge University Press, 2006), 14–31; dan Noel Lenski, ed. The Cambridge Companion to the Age of Constantine (New York: Cambridge University Press, 2006), 411–17.


Ralat petik: Tag <ref> untuk kumpulan "notes" ada tetapi tag <references group="notes"/> yang sepadan tidak disertakan